[Follow dulu, yuk biar lebih dekat 😊]
~Palsu tak selamanya menipu~
***
Apa yang begitu dinanti ketika usia kalian telah menginjak angka tujuh belas tahun?
-Menambah koleksi mantan
-Menorehkan banyak prestasi di sekolah
-Pas ultah ngadain pesta besa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pembicaraan membuat Melody yakin kalau Adnan menyukai Maudy. Menurut otak pintarnya bahwa yang di maksud Adnan itu suka pada Maudy.
Namun semua itu tak mampu menghapus kekesalannya. Jadi pagi-pagi sekali Melody sudah berada di depan pintu rumah Adnan. Biasanya lelaki di hari minggu suka molor, kedatangan Melody yakni untuk mengajak Adnan jogging pagi. Tujuannya suapaya Adnan kesal.
"Cucu mantu Oma udah cantik aja."
"Hehehe, Oma bisa aja." Melody meringis. Ia hampir lupa kalau Adnan tinggal bersama Oma Kartika yang begitu obses menjadikannya cucu menantu.
"Mau cari Adnan pasti?" Tebak Oma Kartika.
"Iya, ada?" pertanyaan bodoh. Memangnya ada orang yang beraktivitas di pagi buta, terlebih di hari libur.
"Naik aja ke lantai dua, bangunin dia kalo masih tidur." Oma Kartika mempersilakan Melody masuk.
Melody menampilkan smirk. Saatnya pembalasan. Sesuai intruksi dari Oma Kartika, Melody sudah berada di depan kamar Adnan. Gedoran keras Melody layangkan. Sengaja memancing keributan.
"Woi, bangun, bangun, bangunnnn!"
Pintu terbuka menampakkan si pemilik kamar. Dalam bayangan Melody, rambut Adnan acak-acakan dengan muka bantal tapi realita memang tak pernah sesuai ekspetasi. Nyatanya, Adnan berdiri gagah dengan memakai baju koko putih di tambah kopiah dan sarung yang melekat di pinggangnya. Wajahnya juga bercahaya.
"Bar-bar," cibir Adnan sambil bersandar di pintu.
Kekaguman Melody tadi langsung ambyar. Mulut Adnan yang super julid itu menjadikan ketampanannya amblas ke angka 000000.01 persen.
"Ngapain?"
"Gue ke sini mau ngajak lo jogging."
Adnan mengangkat sebelas alisnya. "Yakin?"
Melody berkacak pinggang. "Yakinlah! Lo jangan pandang fisik gue yang cungkring, tenaga gue jauh lebih gede. Ayo!"
"Turun," titah Adnan.
"Lo nggak mau? Lo nggak boleh nolak gitu sebelum liat kemampuan gue dong!"
"Ganti baju," kata Adnan lalu menutup pintu.
"Patung Akar! Ambigu bat. Oi, ngomong panjang nggak pake kuotaaa!"
Minggu pagi memang paling tepat untuk berolahraga setelah seminggu penuh menjalani aktivitas padat. Adnan dan Melody bergabung bersama orang-orang yang tengah lari di jogging track.
Adnan memperhatikan Melody yang semangat berlari. Tidak seperti dulu, tunangan manjanya hanya akan melakukan hal ini untuk mencari perhatiannya dan akhirnya ia repot sendiri harus menggendong Maya pulang.
Tiga puluh menit kemudian mereka telah selesai jogging dan sekarang tengah duduk di salah satu bangku taman. Melody yang kehausan pamit membeli minuman.
"Kak, boleh kenalan?" Seorang gadis menghampiri Adnan.
Adnan mendongak. Mengernyit tak nyaman. Ia pun memilih mengabaikannya saja. Namun, si gadis tak pantang menyerah. Ia langsung duduk di sebelah Adnan sambil menyodorkan ponselnya.
"Yaudah deh, minta nomer hapenya aja. Siapa tahu nanti Kakak mau kenalan sama aku," desak gadis itu lagi.
"Mbak-nya bisa minggir?" sebuah suara datang menyela.
"Siapa lo ngusir-ngusir gue?" sentak gadis itu tak terima.
"Oh, mau kenalan juga? Boleh. Kenalin gue Maya dan gue tunangan dari laki-laki yang Mbak godain. Paham?" Melody menundukkan sedikit kepalanya sambil mendelikkan matanya, mengintimidasi.
Gadis itu bergegas pergi dengan rasa malu luar biasa karena kepergok menggoda laki-laki yang sudah bertunangan. Apalagi yang memergokinya tunangannya sendiri. Malunya bukan main.
"Heran, cewek jaman sekarang kok sukanya sama laki-laki yang udah punya gandengan. Padahal cantik, tapi lagaknya kayak cewek nggak laku."
Melody masik asyik mengomel sementara Adnan tidak lepas memandanginya sejak tadi. Selama ini Adnan menilai Maya sebagai gadis obsesif dan melakukan apa pun untuk menarik perhatiannya. Hampir semua gelagatnya dapat Adnan baca. Karena itu Adnan sulit tertipu dengan semua tingkah manipulatif Maya.
Namun, kali ini Adnan benar-benar spechless. Lebih tepatnya sejak sadar dari koma setiap hal yang di lakukan Maya selalu di luar dugaannya. Maya yang dulu akan melakukan drama jambak-jambakan dengan gadis tadi tanpa memikirkan karirnya di dunia keartisan, tapi Maya yang sekarang bisa mengusir gadis itu tanpa menyentuhnya.
"Apa liat-liat?"
"Ekhm," Adnan memegangi jakunnya.
"Minum," pinta Adnan menengadahkan sebelah tangannya.
"Oh, kirain lo geer gara-gara gue akuin sebagai tunangan. Nih!" Melody mengangsurkan botol pada Adnan. Setelahnya ia sibuk membuka bungkusan plastik berisi jajanan.
"Tahu susu lagi?"
"Iya, kenapa? Ada masalah?"
"Nggak bosen?" tanya Adnan lagi.
"Nggak akan. Ini makanan favorit gue. Lagian tahu susu itu enak. Sekarang banyak variannya. Ada keju, balado, dan banyak lagi."
"Enak banget?" Adnan merasa tak percaya.
"Banget, banget, banget! Mau coba?" Melody mendekatkan plastik tahu susu itu. "Ambil aja."
Meskipun tahu susu makanan favoritnya, tapi Melody tidak pelit untuk membaginya. Malah ia senang berbagi. Terutama berbagi sesuatu yang membahagiakan.
Melody mengambil salah satunya lalu melahapnya perlahan. Melody menikmati setiap jajanan lembut itu memasuki rongga mulutnya. Lembut sekali. Matanya sampai ikut terpejam saking enaknya.
"Hmmm … lezatnya." Melody mengambil lagi tahu susu itu.
"Eh!" Melody membuka matanya saat merasakan hembusan napas sangat dekat dengannya dan terbelalak mendapati wajah Adnan hanya berjarak beberapa senti darinya. Bahkan hidung mereka hampir bersentuhan.
Adnan menarik mundur wajahnya setelah berhasil menggigit potongan tahu susu yang Melody makan. "Hm, enak juga."
Melody mematung di tempat. Masih syok. Seumur hidup, ia tidak pernah berdekatan dengan laki-laki seperti tadi. Adnan yang melihatnya tersenyum puas.
Buk!
Melody menghadiahi pukulan di lengan Adnan kemudian bangkit berdiri. Sebelum pergi Melody menunjuk Adnan sengit.
"Awas ya, lo kayak tadi lagi. Gue ingetin kalo lo lupa, cewek yang lo suka itu Maudy. Jadi jangan coba-coba deketin gue. Dasar bu-a-y-a!" Melody menenkankan kata terakhirnya.
________
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.