13 | [Bukan] Kesempatan Kedua

40 4 0
                                    

“Memang benar kata pepatah, bahwa kesempatan tidak akan datang dua kali.”

—Dear, Makmumku—
©fzyniaa.

•••

Hilman kesal, Raifa tak kunjung datang, sengaja ia datang ke kelas Raifa, menunggunya, tak peduli ia terlambat masuk kedalam kelas.

Semua orang menatap Hilman dengan heran, ada yang berbisik-bisik, ada yang menatap aneh padanya, namun Hilman tak peduli.

"Kak, cari siapa?" tanya gadis itu bernama Alia.

"Cari Raifa. Ada Raifanya?"

"Gak tahu, saya gak lihat dia."

Hilman menatap tajam pada Alia. "Kamu gak bohong kan?"

Alia mendelik, tak terima difitnah Hilman. "Ngapain saya bohong? Aneh banget deh neror terus si dingin itu, mendingan nyerah deh, capek saya ngelihatnya."

"Suka-suka saya dong."

"Jadi gini ya sosok cowok populer, kesannya maksa, pengen dipuja, pengen digossipin. Dasar!" Alia malah mengejeknya, tentu membuat Hilman kesal.

"JANGAN SOK TAHU KAMU!" bentak Hilman.

Alia memilih masuk kelas tanpa rasa takut. Hilman kesal, tak ada yang peduli padanya, malah diperlakukan seperti ini. Mau tak mau ia kembali ke kelas, istirahat ia akan kembali kesini.

•••

"Raifa, bilangin ke Kak Hilman dong, jangan kesini mulu!" seru Frisca dengan kesal.

Raifa menghela napasnya. "Saya udah bilang berapa kali sama dia, tetep nyeyel!"

"Dia udah nunggu diluar."

"Apa?!"

Frisca menarik Raifa hingga keluar dari kelas dengan mendorong.

"Raifa, jelasin sama saya, dimana rumahmu?!"

Raifa diam membuat Hilman geram.

"Fa?!"

"Sudah saya bilang, jangan usik saya!"

"Karena saya cinta sama kamu, Fa!"

Raifa mendelik tajam pada Hilman. "Bohong!"

"Saya serius!"

"Atau cuman jadiin saya taruhan kan?"

Mata Hilman membulat seketika, kaget, tidak mungkin kan gadis itu tahu yang sebenarnya. "Engga, Fa. Ngapain coba?"

"Pergi dari sini, jangan usik saya! Jangan melibatkan siapapun lagi." Raifa marah, ia memilih meninggalkan Hilman yang tengah diam mematung.

Cara apa lagi untuk menyakinkan hati Raifa?

Hilman benar-benar lelah.

•••

Raifa benar-benar lelah, seharian ini ia terus-terusan diteror oleh Hilman, cara apa lagi biar lelaki itu jera? Apa harus meminta pertolongan Afnan? Tidak, Raifa tak ingin menambah masalah lagi, Afnan tidak tahu apa-apa.

Lagian kenapa ia mulai mengharapkan Afnan?

Bukankah ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk membenci namanya lelaki?

Apakah rasa takutnya mulai perlahan menghilang?

Raifa memilih bersembunyi di masjid sembari bertadarus. Suasana dalam masjid begitu sejuk, nyaman, sepi, dan tenang. Ia memejamkan kedua matanya setelah ia bertadarus sekitar setengah jam.

Dear, MakmumkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang