14 | Bayangan Masa Lalu

47 4 0
                                    

"Jadikan kesalahan sebagai pembelajaran berharga dalam hidup."

-Dear, Makmumku-
©fzyniaa.

⚠ DANGER ACT!

[Ada tindakan kekerasan, harap bijak dalam membaca! Disarankan buat usia masih muda dibawah 19 tahun jangan baca dan jangan meniru! Kalo gak kuat skip aja. Ini hanya cerita fiktif, terima kasih sudah membaca dan semoga suka.]

[Note : Please... don't judge Raifa and me too... hehe]

Selamat membaca 💜

•••

Semenjak Raifa menolak Hilman, ia tak pernah melihat sosok Hilman lagi, hatinya tenang, damai dan tentram, tidak ada yang mengusiknya, tidak ada lagi yang membuatnya malu setengah mati, tak ada lagi yang membuatnya kesal, marah sekaligus risih.

Ia bersyukur Allah sudah menolongnya pada saat itu.

Seketika matanya pada sosok lelaki yang ia pernah temui sebelumnya, tubuhnya gemetaran ia sungguh takut, perlahan kakinya mundur berharap ada orang yang menolong dirinya.

Sosok lelaki itu terus mendekatinya tanpa ragu, Raifa panik dan ia berlari tanpa menatap arah sekitar, ia sungguh takut, kenapa sosok itu harus hadir lagi? Mengapa?

"Pergi!" teriak Raifa. Semua orang langsung menatap Raifa dengan tatapan heran, mereka tak melihat Raifa di kejar oleh siapapun dan memilih acuh tak acuh.

Raifa berlari tanpa henti, sosok itu terus saja mengejar dirinya. Raifa meraung layaknya orang kesurupan, ia trauma berat. Ia tak bisa melawan sosok itu, menatapnya pun tak berani.

Raifa menangis, berdoa tanpa henti, tubuhnya terjebak di sebuah ujung tempat, ia sudah berlari jauh dari kampusnya, ia meringkuk tubuhnya yang masih bergetar. Tak ada orang yang menolongnya, tak ada orang yang pedulikan dirinya, tak ada satupun.

Sosok itu tersenyum jahat, mendekati Raifa yang tengah jongkok lalu berbisik. "Kau itu cantik ... aku menyukainya apalagi ..." mata lelaki itu berpindah pada dadanya. Raifa segera memeluk dirinya. "Pergi!" teriaknya.

"Percuma kau teriak gak ada yang kemari bahkan Ayahmu sendiri," ujarnya lalu tertawa. Raifa hanya bisa menangis, ia tak bisa kabur, ia terjebak, sungguh benci di situasi rumit ini.

"Cukup! Jangan bawa nama si pria brengsek itu!"

Lelaki itu tertawa lagi lalu mendekati Raifa sedekat hanya tinggal sejengkal lagi. "Kenapa? Harusnya kau bersyukur bisa bertemu denganku bukan?"

Raifa menggeleng kuat, tangannya berusaha untuk mendorong tubuh lelaki itu, namun gerak-gerik Raifa bisa dibaca olehnya, kedua tangan Raifa langsung di borgol. "Kau gak bisa melawanku, ikut aku!"

"Engga! Pergi! Aku benci kamu! Kamu menghancurkan hidupku! Gara-gara kamu, aku trauma, gara-gara kamu, aku dijauhi orang, gara-gara kamu, aku dihina!"

Lelaki itu tak memperdulikan racauan Raifa, ia menarik tangan Raifa dengan kasar agar ikut bersamanya. Raifa mencoba untuk melawan, mundur sekuat tenaga, namun tangannya ditarik sangat kuat, Raifa kesakitan, ia tak bisa menahannya, lelaki itu menarik borgolnya bukan tangannya.

Raifa teriak sekuat tenaga, membuang rasa takutnya, ia harus bangkit. Namun seketika sosok lelaki itu hilang, tubuh Raifa lemas, ia jatuh. Air matanya terus saja berjatuhan. Dalam hatinya, ia bersyukur lelaki itu hilang.

Namun, matanya melihat sosok lain segera ia bangun dan berlari, ia takut sosok tadi datang. Tubuhnya tiba-tiba saja dipeluk hangat, ia mendengar bisikan, "jangan takut, ada saya." Raifa mengenal suara itu.

Dear, MakmumkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang