15 | Bisikan

52 3 0
                                    

Terkadang orang-orang menyalahkan sang korban tanpa menanyakan siapa yang salah sebenarnya.”

—Dear, Makmumku—
©fzyniaa

[Bahasa yang agak menganggu, maaf banget ya! Untuk memperkuat feel dalam cerita.]

Note wajib baca buat pembaca:

[Bagi pembaca yang merasa terganggu dengan sikap Raifa yang berubah-ubah, dan berkata kasar itu juga gak sesuai apa yang ia pakai—maksudnya pakaian syari dan cadar—karena dia mengalami trauma yang berat, jadi harap mengerti ya, ia juga lagi berusaha tuk memperbaiki diri untuk lebih baik lagi, maaf kalo banyak menguras emosi, dan terlihat saya seolah menindas tokoh utama karena emang ceritanya begini hehe. 🙏 Terimakasih sudah membaca dan semoga suka. 💜]

•••

Raifa kebingungan mencari Rahma, di rumahnya tidak ada, kemana Rahma? Setelah sadar, ia melihat kamarnya penuh dengan darah, ia kaget bukan main, sebelumnya apa yang terjadi?

Sudah mencari di seluruh ruangan tidak ada tanda-tanda keberadaan Bundanya. Raifa segera keluar dan mencari diluar.

"Dasar anak tak tahu diri!"

Raifa menoleh ke arah sumber suara, para tetangga tampak berbisik-bisik sembari menatap dirinya. Raifa heran, apa salahnya?

"Pasti dia kelimpungan mencari Bundanya."

Ibu itu tertawa. "Anak durhaka, Bundanya ngajak makan malah dilempar cermin."

Raifa bingung sendiri, dalam otaknya ia berpikir siapa yang mereka bicarakan? Apakah dirinya? Mana mungkin!

Raifa berlari menghampiri Ibu-ibu bergossip itu, wajahnya panik sangat terlihat walaupun ia memakai cadarnya. "Mana Bunda?" tanya Raifa khawatir.

Ibu yang berambut sanggul, berdecih menatap Raifa dengan tatapan tak suka. "Masih aja nanya ya! Anak tak tahu diuntung."

Ibu disamping berambut sanggul, menimpali. "Pake cadar, tapi kelakuan bangsat!"

Raifa terkejut, hatinya sakit mereka menghina cadar yang ia pakai, apakah ia tak pantas memakai kain suci ini? Allahu.

"Bu... tolong katakan dimana Bunda saya?"

"Ya dirumah sakitlah, bego!" sungut Ibu berambut sanggul.

Raifa tak tahan lagi, ia akan mencari sang Bunda sendirian, air matanya tak bisa dibendung lagi, disepanjang perjalanan ia menangis, ia tak bisa mengingat kejadian kemarin.

Raifa benar-benar kesal.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Handphone Raifa berbunyi, Raifa berhenti disebuah halte, setelah berlari cukup jauh dari rumah ke halte. Ia duduk lalu mengangkat telpon.

[Assalamualaikum, ini benar dengan keluarga saudara Rahma?]

Raifa diam sejenak, lalu menjawab, "waalaikumsalam, iya benar, saya anaknya sendiri."

[Baiklah, Bunda kamu sekarang kondisinya kritis, harap segera datang.]

Kritis? Hati Raifa mencelos, apa benar ini karena perbuatannya? Jika iya, Raifa merasa berdosa dan durhaka. "Rumah sakit mana?" tanya Raifa.

[Di rumah sakit Berlian Kasih.]

Raifa menutup telepon secara sepihak, ia langsung menaiki taksi, terpaksa jika menunggu gojek itu kelamaan, diperjalanan hati Raifa tak bisa tenang, ia takut bundanya tak bisa melihat dirinya lagi.

Dear, MakmumkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang