Xavier menatap sahabatnya dengan merasa bersalah. Orlando telah menyelamatkannya dari maut dan sekarang mereka berada di ruangan UGD bersama seorang dokter yang Xavier kenal bernama Austin Evans.
Dokter itu adalah sahabat Orlando sekaligus dokter yang pernah menangani Keyra dulu saat peristiwa kebakaran di penthouse. Seharusnya Xavier tidak boleh masuk ke dalam salah satu bilik di UGD tetapi ia memaksa karena ingin memastikan sahabatnya berada dalam penanganan yang tepat.
Xavier berdiri di sudut dekat tirai sedangkan Orlando sedang duduk di ranjang inap dan Austin berdiri membelakangi Xavier.
Austin dengan telaten mengeluarkan peluru dari bahu belakang Orlando dan membersihkannya dengan cairan obat-obatan. Setelah itu Xavier sedikit meringis melihat luka Orlando yang cukup dalam sehingga membutuhkan delapan jahitan.
Xavier menyipitkan mata melihat sesuatu di tubuh Orlando. Beberapa memar merah kebiruan menyebar di bagian tubuh pria itu. Ia yakin Orlando menyembunyikan sesuatu dari dirinya.
"Kenapa di tubuh mu banyak memar?" Tanya Xavier spontan.
Austin juga sama penasarannya dengan Xavier. Melihat memar tersebut, Austin sudah dapat mengetahuinya jika memar tersebut didapatkan bukan dalam waktu bersamaan. Terlihat ada yang sudah berwarna ungu dan biru tetapi juga masih ada yang berwarna merah, tanda memar itu baru saja didapatkan oleh Orlando. Dan bahkan ada juga memar yang sudah mulai memudar.
"Belakangan ini aku suka olahraga extream." Orlando terkekeh kecil.
Xavier hanya menatap Orlando, apakah ia harus percaya? Mungkin saja, tetapi ia harus mengetahui alasan Orlando menghilang selama dua bulan lamanya.
"Kau kehilangan cukup darah yang akan membuatmu pusing dan cepat lelah. Yang harus kau lakukan adalah minum obat dan istirahat selama sehari penuh. Itu akan membantu menghilangkan rasa pusing yang akan kau alami. Untuk jahitannya datang lah empat hari lagi untuk melepas jahitan. Sedangkan untuk perban, kau boleh menggantinya sendiri." jelas Austin saat ia selesai memperban bahu Orlando.
"Terima kasih pak dokter." ucap Orlando sambil menaik turunkan alisnya. Dan Austin hanya memutar bola matas melihat kelakuan Orlando.
"Jika sudah selesai, saya ingin berbicara berdua dengan dia" ucap Xavier.
Austin yang mengerti langsung berbalik menatap Xavier dan mengangguk. Ia meninggalkan Xavier bersama Orlando di dalam bilik itu.
Xavier berjalan mendekati Orlando. Ia duduk di kasur tepat di samping pria itu.
"Kenapa tiba-tiba kau bisa ada di XA Corp?" Tanya Xavier dengan nada datar andalannya.
Orlando tersenyum simpul "Aku hanya kebetulan ingin berkunjung, tidakkah kau merindukanku?" Ucapnya sambil terkekeh.
"Kemana saja kau selama ini?" Xavier tahu ada yang tidak beres dengan sahabatnya.
"Kenapa respon mu seperti itu? Harusnya kau senang karena kita bertemu lagi." Orlando memegang pundak Xavier sambil menggoyangkannya.
"Jawab pertanyaanku." Xavier menatap tajam Orlando.
"Pertanyaan apa?" Tanya Orlando dengan nada penasaran yang sengaja dibuat-buat dan itu sangat menjengkelkan bagi Xavier. Ia tidak tahu mengapa ia betah berteman selama bertahun-tahun dengan manusia disebelahnya.
"Bi-.." ucapan Xavier terpotong dengan suara bariton yang Xavier dan Orlando sangat kenali.
"Orlando Smith!? Kau baik-baik saja?" James membuka tirai dan terlihat ngos-ngosan dengan wajah berkeringatan.
"Hei dude! Aku merindukanmu." Orlando tertawa senang melihat sahabatnya.
Mata James terpaku melihat peban ysng menyelimuti bahu Orlando. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa bisa kau tertembak?" Xavier yang mengirim pesan kepada James kalau ia bersama dengan Orlando berada di rumah sakit. Tetapi pria itu tidak menjelaskan tentang kejadian yang menimpa mereka tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Nothing Without You [COMPLETED]
RomanceCOMPLETED #myfirststory Xavier Alexander. Orang-orang pasti mengira ia adalah orang yang paling beruntung karena memiliki kekayaan yang berlimpah dan wajah tampan bak Dewa yunani. Tetapi semua itu salah. Dia hanya pria yang ingin merasakan cinta yan...