24|Enigma

627 222 7
                                    

Aku bangun dan mendapati diriku sendiri tengah berada di dalam kamar milikku di rumah megah Papa Jongsuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku bangun dan mendapati diriku sendiri tengah berada di dalam kamar milikku di rumah megah Papa Jongsuk.

Kenapa bisa?

Seingatku aku jatuh tak sadarkan diri lagi di kamar itu. Kamar sederhana di rumah nenek Jukyung.

Mengerjap. Membiasakan diri pada lampu neon kamar yang terang benderang lantas bangun terduduk dan baru menyadari tanganku kembali di infus.

Apa yang terjadi?

Memoriku kembali berputar mengingat apa yang terakhir kali kuingat. Foto. Jeritan. Selongsong suara tembakkan pistol.

"Wonjin." Aku segera bangkit berdiri dan segera mencabut jarum infus di punggung tanganku. Tanpa mempedulikan darah yang mengalir aku segera beranjak keluar dari kamarku ini.

Kudengar sayup-sayup suara dentingan garpu dan piring dari arah ruang makan yang membuatku berjalan mendekat dan menemukan para adik tiriku sedang makan malam dengan santainya.

Tunggu. Ada yang kurang.

"Dimana Wonjin, Taeyoung dan Seongmin?"

Mereka tidak terkesiap sedikitpun seolah tahu aku akan bangun tepat di jam ini. "Kemana mereka?!" Tanyaku lagi dengan suara lebih keras untuk menarik atensi mereka yang tetap bungkam.

"Ugh tolong noona jangan berisik dan lagi itu punggung tanganmu berdarah, menjijikkan. Setidaknya bersihkan dulu sebelum kemari. Tidak tahu tatak rama sekali." Jungmo bersuara dan melecutkan kalimat sedingin itu lagi padaku. Tapi kenapa? Seingatku Jungmo sudah bersikap hangat padaku tapi kenapa ia jadi dingin begini lagi?

"Mungkin ibunya lupa mengajarinya." Komentar Hyeongjun. Membuat atensiku terarah padanya yang langsung mendengus jijik. "Ada apa dengan kalian? Dimana Wonjin? Dimana Taeyoung? Dimana Seongmin?"

"Berisik!!" Allen berteriak keras dan menggebrak meja makan membuat tubuhku terkesiap.

"Aku tidak nafsu makan lagi." Woobin undur diri yang langsung kucekal lengannya, "Woobin tunggu, tolong aku. Tolong katakan dimana mereka? Kamu bilang kan sangat menyayangiku, tolong jangan begini. Kamu sudah berjanji padaku akan selalu menyayangiku. Memperhatikanku karna aku noonamu."

Bukannya menjawab Woobin malah menyentak cekalanku keras sampai aku jatuh terduduk di lantai marmer ini.

"Woobin!!" Aku terus memanggilnya namun ia tetap berjalan pergi menjauh sampai tak bisa kulihat lagi. "Hiksss kalian ini kenapa?!!" Teriakku dalam isak tangis yang pecah begitu saja tetapi mereka hanya bergeming seperti patung.

Aku susah payah bangkit dengan kepala yang semakin berkedut nyeri. Tidak. Aku tidak mau kehilangan kesadaran lagi.

"Baiklah. Baiklah." Aku bersuara dengan kekehan frustasi yang terselip.  "Aku akan mencari tahu sendiri dimana ketiga adikku."

NOONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang