26|Heart

609 217 7
                                    

Hati manusia itu layaknya lautan tak berdasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hati manusia itu layaknya lautan tak berdasar. Sulit untuk diterka dan diketahui.

Rasanya ingin sekali berteriak melecutkan berbagai umpatan. Seharusnya begitu bukan? Aku merasa dibodohi dan dikhianati sekaligus. Alih-alih begitu aku malah diam terpaku dengan air mata jatuh terus menerus dari pelupuk mataku.

"Sejak kapan kamu ingin membunuhku Woobin?" Aku bertanya terseok oleh isak tangis yang kutahan sedemikian rupanya. "Apa sejak awal mengajakku Mukbang? Atau saat aku menginjakkan kakiku di rumah hm?"

Seseorang yang kuterka pasti Woobin lewat suara yang ia lecutkan beberapa saat yang lalu ini hanya bungkam dan menodongkan moncong pistol semakin dekat sampai aku merasakan moncong itu menempel rekat di keningku.

Ia akan menarik pelatuk namun terhenti saat moncong pistol lain ditodongkan tepat dibelakang kepalanya oleh seseorang yang sama sepertinya memakai pakaian serba hitam dan wajah tertutup masker.

Orang itu memberi isarat untukku segera keluar dari aparteman ini tanpa suara karna mungkin tak mau dikenali olehku seperti Woobin. Tapi aku yakin orang itu sudah pasti diantara adik-adikku yang lainnya.

Apa ada dua kubu diantara mereka bersembilan?

Sekon berikutnya nyaris seperti kilatan menyambar satu lecutan tembakkan pistol dikeluarkan dan tubuhku terdorong sampai kepalaku terantuk meja.

Ditengah kesadaranku yang menipis, aku meremat kartu memori yang kutemukan. Tidak. Cukup kartu nama Kim Seokjin yang menghilang. Ini jangan. Kupikir Minhyuk atau Hyungwon sengaja menyelipkan ini disana untuk kutemukan. Memberiku petunjuk atas segala teka teki tak waras ini.

Ayo Bella kuatkan kesadaranmu, jangan lengah sekarang kalau tidak ingin kalah. Bukankah kau tidak ingin mati muda?

Aku susah payah bangkit dan dengan gerakan kelewat cepat meronggoh ponsel di kantung celanaku untuk menghubungi polisi.

Seseorang yang kuterka Woobin itu hanya mengacungkan jempol tak waras padaku dan menyeret seseorang yang mendorongku. Orang itu terluka akibat lecutan tembakkan pistol yang seharusnya mengenaiku.

Sementara satu orang lainnya yang tadi menodongkan pistol pada Woobin berjalan mendekat mencoba mengambil kartu memori dalam genggamanku.

Aku sekuat tenaga mempertahankan sampai suara sirenne polisi terdengar mendekat membuatnya menghentikan aksinya dan berlari keluar bersama yang lainnya.

Tanpa babibu aku segera menyelipkan kartu memori ini di dalam casing ponselku namun netraku terpaku pada salah satu notifikasi. Woobin tengah melakukan siaran langsung di akun youtubenya dari satu jam yang lalu sampai sekarang.

Lalu siapa lelaki tadi?

Mereka bertiga siapa? Ternyata bukan salah satu dari kesembilan adik tiriku? Aku salah praduga?

Suara dua polisi yang mendekat menanyaiku banyak pertanyaan terasa jauh dalam pikiranku, "Tolong hubungi Lee Felix." Kataku sebelum aku jatuh tak sadarkan diri.

NOONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang