30|Blackout

384 163 4
                                    

Aku terbangun dari pingsanku dan hal pertama yang kulihat adalah langit-langit kamarku lalu segera bangkit keluar tanpa mempedulikan denyutan di kepalaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terbangun dari pingsanku dan hal pertama yang kulihat adalah langit-langit kamarku lalu segera bangkit keluar tanpa mempedulikan denyutan di kepalaku.

Sakura. Kemana dia?

Sayup kudengar suara saling berdebat dan ketika mendekat ke asal suara aku menemukan kesembilan adikku yang sepertinya sedang bersitegang. Apa lagi melihat Wonjin dan Jungmo kini sudah siap seperti ingin saling baku hantam.

Aku lantas reflek memanggil nama mereka berdua yang perlahan membuat keduanya saling memisahkan diri, "Noona..." lirih keduanya dan Allen beranjak menghampiriku seolah seperti tameng untukku, "Noona akan pergi bersamaku." Cetusnya.

"Memangnya kita akan kemana?" Tanyaku yang tak mereka gubris sedikitpun. Saling bertatapan seolah mengirimkan telepati yang tidak bisa kumengerti.

"Okay.. okay... terserah." Ketusku kesal, "Tapi tolong jelaskan mengapa aku bisa disini? Dimana Sakura?"

"Noona pingsan saat di pemakaman dan Sakura noona juga sudah pulang ke rumahnya." Jelas Serim.

Omong kosong!! Jelas-jelas aku merasakan sesuatu menancap pada punggungku sebelum kesadaranku menghilang. Sudah pasti ada seseorang yang sengaja menusuk atau menembakkan obat bius untukku jatuh pingsan.

Sakura juga pasti tidak baik-baik saja. Sial, kini aku seperti berada di jalan es tipis yang setiap langkahnya harus kuambil dengan hati-hati kalau masih ingin tetap hidup.

Menghela nafas. Mencoba menata air mukaku agar tidak bisa di terka sedikitpun, "Araseo. Kalau begitu noona kembali ke kamar ya."

Mereka serempak mengangguk dan sesaat aku berbalik tetiba saja aku berhadapan dengan Mama dan Papa Jongsuk.

"Ma-mama?"

"Sayangnya Mama aigoo~~" Mama langsung berjalan memelukku dengan sayang, "Mama pulang." Bisiknya lembut dan mengecup pipiku sekilas.

"Mama hikss...." Aku tak bisa tidak menangis lagi. Bahkan sampai terisak-isak meninggalkan gelenyar sakit di tenggorokkanku. "Mama kenapa lama sekali hiksss aku butuh Mama..."

"Oohh sayang... uljimma ne, lihat Mama sama Papa bawa banyak oleh-oleh untukmu dan para adikmu." Kata Mama mengurai pelukan dan memberikan banyak sekali bingkisan.

Tidak. Bukan ini yang aku mau. Aku ingin berteriak meluapkan segalanya namun tak bisa. Aku tidak ingin merusak seraut wajah bahagia Mama ini.

"Terima kasih Mama, terima kasih..." Aku semakin tergugu dan memilih pergi masuk ke dalam kamarku tanpa mendengar panggilan Mama.

Aku tidak bisa berada di dekat Mama terlalu lama karna bisa saja aku mengeluarkan segala pradugaku. Semua ini membuatku dilema, dalam satu sisi aku ingin pergi untuk keselamatanku bersama Mama tapi di satu sisi lain aku tidak bisa pergi karna tidak ingin menghancurkan kebahagiaan Mama yang baru saja dimulai.

Aku harus bagaimana? Kenapa aku bisa berada di titik krusial begini?

Suara ketukan kamar serta suara Mama yang lembut memintaku untuk membuka pintu membuatku mau tak mau bangkit dan membuka pintu kamar.

Anehnya. Tak ada kebahagiaan yang terpeta di wajah cantik Mama lagi. Air muka Mama terlihat sendu seperti digulung badai yang menatapku penuh kesedihan.

"Mama kenapa?" Tanyaku dan Mama segera masuk ke dalam kamar serta dengan sigap mengunci pintu kamarku.

"Kita harus pergi sekarang." Kata Mama dengan suara rendah sekali menyerupai bisikkan samar, "Tapi kenapa Ma?" Tanyaku tak kalah lirih.

Menatap pintu kamar dengan sejumput teror sesaat mendengar derap langkah mendekat dan Mama terdengar mengumpat kecil untuk kali pertamanya kudengar.

"Irene sayang dan Putriku yang cantik..." Itu suara Papa Jongsuk, "Ayo keluar, kami sudah menunggu untuk makan malam sekarang."

"Ne yeobo." Sahut Mama bersamaan dengan satu bulir air mata jatuh membasahi pipinya dan segera mendorong meja terdekat ke pintu.

"Kalian sedang apa hm? Cepat buka pintunya."

Mama lantas menarikku mendekat kearah jendela besar kamarku dan berusaha membukanya bersamaan dengan gedoran pintu yang semakin keras.

"Ayo buka pintunya sayang, jangan buat aku kehilangan kesabaran." Kata Papa Jongsuk dengan suara yang terdengar menakutkan membuatku semakin merapat mencengkram ujung belakang kemeja yang Mama pakai.

"Mama...."

"Tenang sayang, kau akan baik-baik saja." Kata Mama dan membawa kedua tanganku untuk ia ciumi setiap buku jemariku, "Maafkan Mama sayang, maaf..."

"Kenapa Mama minta maaf? Mama tidak salah apa-apa..."

Mamah terisak memelukku sesaat namun mampu membuat setiap inchi tubuh dan hatiku menghangat, hanya Mama yang bisa melakukannya. Aku ingin memeluk Mama lebih lama, tapi mengapa tidak bisa pernah bisa kulakan bahkan sampai detik ini, "Mama sangat menyayangimu, nak. Kau tahu kan kalau putri Mama yang cantik ini adalah segalanya Mama. Sumber semangat hidup Mama."

"Mama hikss..." Aku bodoh. Idiot. Hanya bisa menangis disaat banyak sekali yang ingin aku katakan. "Pergilah sekarang. Lari secepat mungkin sayang dan jangan pernah berbalik lagi." Selepas berkata begitu Mama membuka jendela bersamaan dengan dobrakkan pintu kamar yang keras.

"Dasar jalang!!!" Papa Jongsuk semakin berusaha keras mendorong pintu yang sudah terjeblak terbuka sedikit membuatku reflek menarik Mama untuk keluar dari jendela tapi Mama malah mendorongku keluar dari jendela serta melepas genggamanku dalam satu sentakan.

"Mama ayo pergi!!!"

"Pergilah sendiri sayang, jangan pedulikan Mama. Pergilah!!"

"Shireo!!!" Aku berusaha menarik Mama lebih keras tapi Mama tetap bersikukuh mendorongku, "Pergilah sayang, pergi..."

"Mama... aku ingin bersama Mama!! Ayo kita pergi bersama-sama dari sini."

Brakkk

"Cepat pergi Bella Kim!!" Mama mendorongku lebih keras dan menutup jendela kamarku yang bisa kulihat Papa Jongsuk sudah berhasil masuk ke dalam.

Aku mendekat mengusap kaca kamar tempat punggung Mama bersandar erat, "Mama.... aku beruntung punya ibu sehebat Mama, bagiku Mama adalah ibu paling hebat di dunia ini. Aku menyayangimu Mama, sangat menyayangimu."

Mama menoleh kearahku dan mengulas senyumnya sebelum selongsong peluru terdengar memekakan kedua telingaku, "Mama!!!" []

Mama menoleh kearahku dan mengulas senyumnya sebelum selongsong peluru terdengar memekakan kedua telingaku, "Mama!!!" []

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
NOONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang