21. Hanya Rindu

20 3 0
                                    

Saat angin bertiup tidak terlalu kencang namun terasa seperti menyayat kulit hingga menembus tulang, pernahkah engkau mencari alasan mengapa hidup tidak pernah berjalan sesuai apa yang kita inginkan? Atau pernahkah engkau menerka mengapa Tuhan tak selalu memberi akhir hidup yang menyenangkan? Pertanyaan bodoh, beberapa orang mungkin akan berpikir demikian.

****

Hari kemarin kita berusaha menerima hal buruk dengan lapang dada, hari ini kita menghela nafas untuk mengikhlaskan semua kejadian yang tak terduga berharap kedepannya takkan terjadi hal yang sama. Namun bagaimana jika hingga lusa dan seterusnya ternyata tak ada yang berbeda dengan hari-hari sebelumnya? Meski berlutut memohon hingga memaki sang pencipta, bagaimana jika kenyataan nasib suram sudah lebih dulu tertulis di setiap halaman kisah yang tersedia?

"Pergilah sayang, raih impian kamu. Ibu baik-baik saja disini.." Sembari mengusap lembut wajah putri berharganya yang berbaring di pangkuannya.

"Aku tidak akan pergi keman-mana, bu.. Aku butuh ibu bukan hal lain.." Clemi mengangkat kepalanya dari pangkuan bu Nindi untuk menegaskan perkataannya.

"Ibu janji akan menunggu kamu kembali, ibu janji akan baik-baik saja selama kamu pergi.." Bujuk bu Nindi lagi.

"Tidak, bu.. Semua orang yang berjanji padaku akhirnya pergi. Aku tidak ingin kehilangan lagi, bu."

"Maaf, maafkan ibu.. Kamu harusnya menjalani hidup bahagia seperti orang lain tapi karena ibu semua itu tidak pernah kamu dapatkan. Ibu mohon, sekali ini saja kamu memikirkan diri sendiri. Pergilah, kejar impian kamu! Dengan begitu ibu bisa merasa lega."

"Tapi, bu.."

"Menurutlah nak, ibu kamu biar kami yang merawatnya. Ada saya dan pak Erik, Daniel juga disini. Kamu tidak percaya pada kami?" Potong bu Ira.

"Bukan seperti itu, bu.. Saya tidak ingin merepotkan ibu dan pak Erik lagi, saya sudah menerima banyak sekali bantuan.."

"Tidak ada yang merasa direpotkan disini, nak. Saya punya banyak hutang budi pada orangtua kamu dan saya sangat bersyukur, akhirnya bisa memberi bantuan seperti yang saya niatkan sejak dulu." Jelas bu Ira lagi.

"Mama benar, aku malah seneng banget! Karena kamu, aku juga punya impian yang sama dan aku akan pergi bersama kamu. Ayolah, kita harus melakukan semua hal yang selama ini kamu lewatkan!" Tambah Yola.

"Yolaaa.." Yola pun memeluk Clemi.

"Nak Clemi jangan khawatir, saya akan memberikan perawatan terbaik untuk ibu kamu! Pergilah, kami akan menunggu dengan terus mendoakan keberhasilan kamu." Pak Erik mengusap kepala Clemi, memperlakukan gadis itu seperti putrinya sendiri.

"Baiklah, aku akan pergi. Ibu harus tetap bertahan sampai aku kembali! Janji ya, bu??"

"Iya, ibu janji!" Bu Nindi menampakkan senyum bahagianya menyambut pelukan hangat putrinya.

****

Pilihan sulit lagi-lagi harus ditetapkan dengan penuh kesungguhan oleh gadis yang harapannya hampir luruh, ia tidak ingin jauh dari ibunya namun di lubuk hatinya ia sangat ingin menamatkan diri menjadi seorang dokter agar bisa membantu orang-orang yang terpuruk di tepi keputusasaan seperti dirinya.

"Tidak bisakah aku mendapatkan keduanya?" Clemi bergumam kecil.

"Kenapa melamun? Aku perhatikan sejak meninggalkan rumah sakit kamu banyak melamun, apa yang kamu pikirkan? Apa kamu takut merindukan aku?" Ucapan Daniel sukses menyadarkan Clemi dari lamunannya.

Sepoi Angin Pilu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang