Chap 20

128 32 26
                                    

Anggun berjalan melewati lorong. Tadi Stela diminta oleh Bu Rosa untuk menemuinya di ruang guru, entahlah gadis itu disuruh melakukan apa oleh guru galak yang satu itu, yang pasti Bu Rosa meminta kehadiran Stela dengan baik-baik. Memang dasar siswi teladan.

Gadis itu membuka lokernya, ada sebuah benda yang harus dia bawa dari lokernya itu. Pintu lokernya terbuka, kedua mata Anggun membulat menampakan wajah terkejut.

Pasalnya, gadis itu melihat serangkaian bunga Lily putih di sana. Tapi ada sedikit bercak merah yang menyelimuti lokernya itu. Setelah dilihat dengan seksama, ternyata pewarna makanan bekas praktik minggu lalu tumpah berceceran di dalam lokernya.

Anggun mengambil Lily tersebut dan mengerutkan keningnya. Siapa yang melakukan hal bodoh ini kepadanya, memang kurang kerjaan sekali. Gadis itu melihat di sekitarnya, tidak ada yang harus dicurigai diantara mereka, pikirnya.

Tatapannya kembali ke arah lokernya itu, membuat otaknya sedikit berfikir keras. Huuh! Sudahlah pasti ini hanya sebuah kejahilan orang yang sama sekali tidak punya kerjaan yang lebih bermanfaat. Anggun segera mengambil tissue dari sakunya, dan mencoba membersihkan tumpahan itu.

Setelah beres membersihkannya, dia segera membawa buku dari lokernya, karena itu adalah tujuan utamanya. Segera dia mengunci lokernya dan membalikan badannya. Deg! jantungnya mulai berdegup dengan kencang, saat melihat Raga sudah ada di hadapannya saat ini, sambil menenteng tasnya di bahu kirinya itu.

Raga melangkah maju mengikis jaraknya dengan Anggun. "Kenapa chat terakhir gue nggak dibales?"

Mau mastiin klo lo baik-baik ajh.

"Yang mana?" tanya Anggun

"Nggak usah pura-pura lupa!"

"Yang mana sih? Gue beneran lupa," ujar Anggun. Sebenarnya dia ingat, bahkan dia ingat sekali sampai detik ini. Karena itu adalah pesan terakhir termanis baginya dari Raga.

"Ck! Udahlah nggak penting!" ucap Raga. Tiba-tiba kedua sorot mata Raga menatap sebuah bunga yang kini ada di tangan Anggun. "Dari siapa?"

"Hah? Ini?" Anggun menyodorkan bunganya itu. "Nggak tau, biasa orang jahil, nggak penting juga sih!"

Anggun membuang bunga tersebut ke dalam tong sampah, yang kebetulan ada tepat di sampingnya. Tapi tangan Raga berhasil menghentikan niatnya itu.

"Jangan dibuang!" ucap Raga

"Kenapa?"

"Lo nggak menghargai orang yang ngasih bunga ini ke lo!" ujar Raga, dia benar-benar tidak sadar tangannya masih mencekal pergelangan tangan Anggun, begitupun dengan Anggun.

"Hahaha, gaya lo setinggi langit! Jangan bahas soal menghargai, emang situ udah bisa menghargai orang?" ucap Anggun

"Yaa... setidaknya gue udah ngingetin lo,"

Anggun melirik tangannya yang masih dipegang oleh Raga. Dia menaikan satu alisnya ke arah Raga, sehingga cowok itu sadar dan kemudian segera melepasnya.

"Pokoknya jangan dibuang!" ucap Raga

"Ini, cuma kejahilan orang yang kurang kerjaan," Anggun segera membuangnya. "Lagian, ngapain sih maksa gue jangan buang nih bunga?"

Anggun memicingkan kedua matanya ke arah Raga. "Hm... apa jangan-jangan lo yang ngasih yaaa... makanya lo maksa gue buat nerimanya,"

"GR lo! Nggak mungkin gue ngasih bunga buat lo, nggak penting!" ujar Raga

"Ya udah," bunga Lily itu berhasil dibuang ke dalam tong sampah, tidak ada pembelaan lagi dari Raga.

"Owh iya, Bimon gue kapan beresnya sih?" tanya Anggun

The Wound (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang