EMPAT

490 81 17
                                        

Antara benci dan cinta hanya terpisah oleh sebuah lapisan setipis ari..






Hyeyoon terus berdo'a dalam hati, berulang kali dia menabok mulutnya sendiri yang tidak bisa mengerem ucapannya di depan Rowoon. Dia selalu bertindak tanpa dipikir lebih dulu, apalagi jika sudah kesal dengan seseorang pasti teriakan yang lebih dulu keluar dari mulutnya, bakat yang tidak bisa dibuangnya dari kecil.

Please jangan pecat aku Rowoon-ssi.

Rowoon menyentuh lengan Hyeyoon dan bibir pria itu membentuk sebuah lengkungan. Mata Hyeyoon mengerjap tak percaya, pria ini tersenyum, setelah dia berteriak padanya, laki-laki ini hanya membalasnya dengan sebuah senyuman.

"Tak ku sangka kamu bisa marah juga, Eun Danoh-ah. Aku kira kamu orangnya pendiam."

Weeww... Hyeyoon mencebik.

Rowoon mengira dia tak bisa marah? kalau lelaki itu terus membuatnya jengkel sudah pasti dia bisa marah juga pada laki-laki itu, "Kamu tidak akan memecatku, Rowoon-ssi?"

"Kenapa aku harus memecatmu?" heran Rowoon, tak lama senyuman itu melebar menjadi sebuah tawa. Pria itu tergelak, sampai-sampai keluar air mata dari matanya, "Yaa, Eun Danoh, kamu kebayakan nonton drama. Apakah kamu berpikir gara-gara kamu mengomeliku, aku akan memecatmu begitu, hahahaha..."

"Jadi?"

"Tenang saja, Eun Danoh, aku bukan seorang majikan yang main pecat saja pada pegawainya."

Rowoon menyusut air matanya, mendengar ocehan wanita itu sama sekali tak membuatnya merasa marah ataupun jengkel, tetapi justru malah tertarik, kepribadian wanita ini jauh sekali dibanding Soobin tunangannya.

"Syukurlah kalau begitu," Hyeyoon menarik nafas lega, dia berjongkok memunguti pecahan gelas yang dilempar Rowoon tadi, lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik dan membuangnya ke tempat sampah.

"Kalau begitu minun obatnya. Aku tidak akan kuliah dengan tenang sebelum kamu meminum obatmu, bisa-bisa Soobin marah padaku dan menuduhku orang yang tidak bertanggung jawab." Hyeyoon mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih lagi, lalu memberikannya pada Rowoon dengan beberapa butir obat kali ini pria itu tak menolak dan meminumnya dengan tenang.

"Aku pergi dulu, berhati-hatilah, dan jangan mendekati barang-barang yang berbahaya," nasehatnya heran pada dirinya sendiri, kenapa terlalu takut kalau terjadi apa-apa pada Rowoon.

Mungkin aku terlalu takut pada nenek lampir, decihnya tak suka dengan perasaan itu.

"Pergilah, aku tau apa yang harus aku lakukan, Danoh-ah, aku bukan anak kecil lagi."

Kelakuanmu yang seperti anak kecil, bung, jengkel Hyeyoon.

Hyeyoon menutup pintu apartemen Rowoon dan perlahan menuruni tangga yang setiap hari dilaluinya, tak sengaja dia berpapasan kembali dengan orang yang menabraknya kemarin.

"Selamat pagi Hyeyoon-ah, kamu datang lagi?" sapanya tersenyum manis menampakkan lesung pipinya.

"Ooohh.. Jaehyun-ah, selamat pagi. Apakah kamu tinggal di sini?"

"Eum.. Aku tinggal di lantai 4, aku lihat kamu sering sekali datang ke sini?"

Hyeyoon menatap laki-laki di depannya, apa dia harus jujur kalau dia bekerja di sini. Ah.. tapi kan itu tidak ada urusannya dengan lelaki ini, sehingga Hyeyoon hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Jaehyun. "Iya.. aku ada keperluan di sini."

"Oh.. kamu mau berangkat kuliah!"

Hyeyoon sekali lagi mengangguk, mereka terus berjalan bersisihan, hingga mencapai lantai bawah, Hyeyoon bersiap-siap pergi tapi terkejut ketika tangannya dicekal oleh Jaehyun.

Between You, Me, and HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang