14. Es Krim

151 32 3
                                    

Leila menutup mulut dengan punggung tangan. Tatapan Arya yang duduk di depannya langsung terarah padanya yang membuat ia untuk pertama kali merasa malu di depan cowok itu.

"Sorry." Leila nyengir menutupi rasa malunya karena sendawa di depan Arya.

Cowok itu tertawa kecil, melanjutkan kegiatan menghabiskan sodanya. "Nggak pa-pa. Sering-sering aja. Gue rela kok, asal bisa lo senyumin gitu."

Kalau aja Leila nggak terlanjur janji buat nggak marah-marah hari ini, Leila pasti udah menendang kaki Arya di bawah meja. Leila mendorong piring kertas bekas makannya ke atas nampan yang sudah kosong, sekotak kentang goreng yang menggoda itu jadi hidangan penutup makan siang menuju sorenya kali ini.

Setelah nonton film superhero kesukaan Arya, Leila memaksa cowok itu menurutinya untuk makan fast food. Jadilah mereka di sini sekarang, di tengah restoran fast food favoritnya.

"Tadi tiket nonton-."

Leila mengangkat tangannya, menghentikan Arya yang akan membahas tentang uang. "Gue bayarin nonton. Lo bayarin makan. Impas. Clear. Gue nggak mau bahas lagi. Titik."

Arya mendecak pelan. "Gue sekarang udah punya duit kok. Nggak kayak dulu."

Maksud Arya, nggak kayak jaman mereka SMP saat kencan pasti Leila yang bayarin. Leila nggak keberatan sebenarnya kalau Arya jujur, tapi cowok itu lebih memilih bohong dengan alasan yang dibuat-buat. Lupa bawa dompet lah, lupa kalau kepakai lah, buat bayar print tugas lah, padahal dipakai buat bayar taruhan sama temen-temennya.

"Iya gue tau. Tapi, tetep aja. Tiap jalan sama gue, bayarnya gantian," jelas Leila lagi. Emosinya hari ini lebih stabil menghadapi Arya atau karena permintaan cowok itu di parkiran tadi?

"Iya, oke. Padahal gue mau bayar utang masa lalu."

Mata Leila menangkap sesuatu yang dikenalinya. Tangannya bergerak cepat mencekal pergelangan tangan kiri Arya sampai cowok itu terkisap.

"Masih lo simpen?" tanyanya tanpa menatap Arya, kedua matanya fokus pada gelang hitam dengan bandul berbentuk gembok yang dipakai Arya.

"Sering gue pake," jawab Arya tanpa berniat melepaskan tangannya dari cekakan Leila.

Leila mendecak. Ia menghempaskan tangan Arya. "Gue kira lo buang."

Arya menarik tangannya dari meja, bergerak untuk mengambil kentang goreng dan mencoleknya ke saus di sebelahnya. "Barang-barang dari lo nggak ada yang gue buang."

"Bullshit!" makinya dengan ekspresi meremehkan. Mana mungkin Arya menyimpan benda remeh pemberiannya?

Mulut Leila membulat saat Arya menyodorkan dompet di atas meja ke arahnya. Bukan karena dompetnya yang kelihatan tebel atau mereknya yang pasti mahal, tapi satu foto di dalamnya. Foto dirinya saat SMP.

"Anjir! Kok masih lo simpen?!"

"Masih lah. Foto kenangan."

Leila nggak lantas mempercayai Arya. Matanya menyipit ke arah cowok itu yang masih sibuk mengunyah kentang goreng. "Lo pasti sengaja naroh foto gue karena mau jalan sama gue. Segala pake tuh gelang."

Arya menarik dompet dari tangan Leila. "Terserah lo percaya atau nggak. Di rumah masih gue simpen barang-barang dari lo."

Leila melemparkan tatapan sangsi yang dibalas tawa oleh Arya.

"Lo masih selucu ini kok, Le." Arya menunjuk fotonya di dompet cowok itu.

"Nggak! Apaan, gue cupu banget di situ," sanggah Leila dengan menggebu. Rambut pendek, pipi chubby plus gigi berbehel, Leila sering dibilang cupu saat SMP.

DistorsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang