38. Sama-sama

273 28 10
                                    

"Gelang gue putus."

"Kok bisa?"

"Nyangkut di laci."

"Besok, kita beli gelang samaan yang baru."

"Gue selalu pake gelang lo dari awal masuk sekolah kemarin."

"Masa sih? Kok gue nggak nyadar."

"Gue ngarepnya lo nyadar dari awal, tapi ternyata nggak."

"Sorry."

Genggaman tangan Arya mengerat saat ia menoleh menatap cowok itu. Senyum Leila terbit, dorongan perasaan bahagia yang memenuhi hatinya saat ini benar-benar membuatnya murah senyum.

"Gue pengen selamanya kayak gini."

"Kayak gini gimana?"

Leila menatap langit malam ini yang cerah, dengan bulan sabit yang bersembunyi di balik awan dan dua bintang yang bersinar terang.

Setelah pelukan panjang dan ungkapan cinta yang sederhana tapi sukses bikin Leila senyum-senyum tiap mengingatnya tadi, mereka berdua merebahkan diri di perosotan kembar di taman komplek, dengan kedua tangan saling bertaut.

"Sama lo."

"Gue nggak mau selamanya," ujar Leila dengan mata tertuju pada bintang yang ada di sebelah bulan sabit, dapat ia rasakan Arya menatapnya.

"Gue mau dalam waktu yang lama. Selamanya kedengaran serem," jelas Leila lagi.

"Oke. Gue pengen kita kayak gini dalam waktu yang lama, sangat lama," ujar Arya setelahnya dengan kekehan.

Leila menghela napas panjang, kepalanya beralih ke kiri, menatap Arya yang juga menatapnya. "Nggak usah janji yang aneh-aneh ya, Ar. Cukup ada di samping gue, kita jalanin sama-sama apa yang ada di depan."

"Emang gue pernah janji-janji aneh gitu?" tanga Arya dengan dahi Arya mengerut.

Kepala Leila mengangguk. "Dulu lo janji nggak bikin gue nangis, bikin gue selalu bahagia dan bakal selamanya sama gue, tapi diputusin juga," jawab Leila dengan senyum masam.

Arya tertawa. "Gue jaman SMP tengil banget ya?"

"Banget!"

Lagi, tawa Arya pecah, bahunya bergetar mentertawakan dirinya sendiri. Leila melihat itu dengan senyum tertahan, ternyata tawa Arya begitu melekat di ingatannya, ia terbiasa mendengar tawa itu ada di sekelilingnya.

"Iya. Gue nggak akan janji-janji lagi. Kita jalanin aja yang ada," ucap Arya setelah tawanya reda.

"Hmm." Leila mengangguk.

Arya mengangkat genggaman tangan mereka. "Sering-sering ngobrol kayak gini ya, Le. Gue ngerasa bisa lebih memahami lo kalo kita lagi ngobrol, nggak saling teriak atau maki-maki di chat."

"Nyindir gue?" Mata Leila menyipit ke arah Arya.

Arya mengangguk dengan senyum lebar. "Iya."

"Sialan!"

"Tapi, gue tetep sayang kok."

Leila melengos, tapi nggak lama senyumnya terbit. "Tetep di samping gue buat waktu yang lama."

"Lo juga. Tetep di samping gue, tabok gue kalo gue banyak tingkah."

Leila tertawa. "Gue jadi inget nyokap lo."

"Dia ngomong apa aja tadi?"

"Dia bilang khawatir sama nilai lo. Dia bingung tiap nanya ke lo mau masuk jurusan apa malah lo jawab nggak tau," tutur Leila mengingat obrolannya tadi.

DistorsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang