19. Bebas Tugas

111 28 2
                                    

Motor NMAX merah milik Arya berhenti di parkiran Gedung Olahraga saat langit sudah dihiasi semburat kemerahan. Ponsel di kantong kemeja putihnya bergetar, sambil melepas helm, Arya membuka pesan dari Angga yang menyuruhnya ke wartem, kafe yang jadi tempat nongkrong favorit teman sekelasnya itu.

Setelah merapikan rambutnya dengan bantuan kaca spion dan menaruh helmnya di gantungan, Arya mantap melangkah turun dari motor. Ia berjalan santai ke luar parkiran, dengan jempol yang bergerak lincah di atas layar ponsel untuk membalas pesan Angga. Setelah itu, jari Arya bergulir mengecek tab chat Leila dan nggak ada chat baru dari cewek itu. Aman, Leila nggak akan ngeprank kali ini.

Arya cuma bersikap waspada, hari ini Leila untuk pertama kalinya memberi tahu dimana keberadaannya, ia paham maksud Leila yang jelas minta jemput tapi malu bilang. Walaupun sebenarnya Arya sama sekali nggak keberatan, malah seneng!

Senyum Arya mengembang saat kakinya menginjak trotoar. Kedua matanya menangkap bayangan Leila yang berdiri di tepi trotoar. Apa acara yang kata Leila penting itu sudah selesai? Ah! Leila pasti menunggunya.

Arya melangkah menuju Leila, hampir seperti berlari dan di saat yang sama mobil Avanza hitam berhenti di depan Leila.

"Leila!" seru Arya menghentikan gerakan Leila yang hendak membuka pintu mobil.

Kening Arya berlipat begitu sampai di depan Leila. Cewek itu seperti menahan tangis, sorot mata kesedihan di matanya, juga selapis air mata yang akhirnya jatuh menuruni pipi meyakinkan Arya kalau ada yang nggak beres dengan cewek di depannya ini.

"Lo kenapa, Le?!" Arya nggak bisa menyembunyikan kepanikannya melihat keadaan Leila.

Leila menyentak tangannya yang ada di lengan cewek itu. "Semuanya gara-gara lo, Arya! Hidup gue berantakan lagi gara-gara lo! Gue benci sama lo! Benci!"

Kata-kata itu meluncur dari mulut Leila dengan ekspresi kemarahan yang nggak ditutupi dan keseriusan dalam nada suaranya membuat Arya tertegun.

Ini bukan pertama kalinya Arya menerima sederet makian dan kata-kata sadis dari Leila. Bukan pertama kalinya ia melihat tatapan dingin menusuk di mata Leila. Tapi, baru kali ini kata-kata itu menjelma serupa maknanya, melukai hati Arya tanpa ia sadari.

Arya masih membeku, membiarkan Leila membuka pintu mobil dan masuk, nggak butuh waktu lama Avanza hitam itu bergerak menjauh. Arya baru tersadar saat klakson mobil itu beradu dengan mobil lain yang baru saja berbelok sepuluh meter di depannya.

Seperti kesetanan, Arya berlari secepat yang ia bisa, berusaha mengejar mobil hitam itu yang makin menjauh.

"Leila!" Teriak Arya yang rasanya percuma. Mobil itu nggak berhenti, makin menjauh dan menghilang di tikungan ujung jalan.

Arya menendang angin kosong di depannya, kedua tangannya menyugar rambutnya acak. "KENAPA SIH?!"

Semua ini terlalu tiba-tiba. Dua jam lalu Leila ijin akan ada acara penting dan pergi bersama Lily, lalu cewek itu men-kode untuk dijemput dan sekarang Leila mendeklarasikan kebenciannya. Arya bisa saja menganggap apa yang diucapkan Leila tadi hanya kata-kata kosong belaka, seperti selama ini ia menganggap kalimat sadis Leila serupa ungkapan cinta. Tapi, ekspresi Leila dan nada suara cewek itu membuatnya yakin, Leila benar-benar memaknai tiap ucapannya.

Tunggu, kalau Leila abis ketemu Lily terus dia kayak gitu? Apa...

"Nggak! Nggak mungkin!" Arya geleng-geleng kepala.

Tangannya merogoh ponselnya lalu mengecek kembali nama kafe yang disebutkan Leila tadi. Mata Arya berlarian ke sana kemari mencari kafe itu. Sepanjang jalan ini di isi berbagai macam kafe dan restoran, sulit menemukan kafe tertentu kalau ia jarang menjamah daerah ini, yang Arya ingat cuma wartem yang warnanya sangat mencolok.

DistorsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang