Leila menyeruput susu strawberry pemberian Arya dalam diam. Kelasnya sepi siang ini karena semua orang pergi ke kantin. Biasanya ada beberapa orang yang tinggal di kelas, tapi anehnya siang ini kosong melompong cuma ada Leila yang bahkan nggak mengeluarkan suara apa pun sejak tadi.
Keheningan menyelimutinya diantara bingar bingar kelas sebelah yang nyetel musik dangdut atau keramaian koridor depan kelasnya. Seolah memahami kondisinya saat ini yang butuh ketenangan dari semua masalahnya.
Bu Debby akhirnya memberikan keringanan padanya dan mengatakan besok tugasnya wajib ada di meja guru sebelum istirahat siang. Leila benar-benar bersyukur walaupun harus mendapat sederet kalimat nyelekit dari guru muda itu. Leila maklum karena selama ini ia selalu tepat waktu masalah tugas, Leila nggak pernah melewatkan tugas, baik tugas individu atau pun kelompok.
Terdengar mustahil, tapi itu lah kenyatannya. Leila punya catatan lengkap tiap tugasnya, kapan akan dikumpulkan dan kapan ia harus menyelesaikannya. Apa pun yang berhubungan dengan nilai, Leila akan melakukannya sebaik mungkin, demi rapor yang sempurna.
Sejak menginjakkan kaki di gedung SMA Persada Nusantara, Leila punya tekad kuat untuk lulus dengan nilai terbaik, untuk bisa lolos ke universitas nomor satu di negeri ini dan membanggakan ayahnya. Itu juga yang membuat Leila berusaha menahan diri untuk nggak bersinggungan dengan hal-hal yang menyita fokusnya, terlebih soal perasaan.
Bisa dibilang, Leila selalu membatasi interaksinya dengan cowok mana pun. Bukan berarti Leila nggak mau kenal siapa pun atau nggak naksir siapa pun, Leila pernah kok naksir kakak kelas yang lulus tahun kemarin. Leila cuma nggak mau terlibat lebih dalam, ia pernah begitu terluka karena perasaannya pada seseorang dan Leila nggak mau hal itu terjadi lagi. Nggak sampai Leila bisa menempatkan logikanya di atas perasaannya.
Leila mendesah menatap kotak susu yang sudah tandas di tangannya. Ekspresinya berubah merengut. "Kenapa sih gue harus ketemu dia lagi?!"
Seseorang memasuki kelas dengan kening berkerut. Cowok itu, Septian.
"Tumben," ujar Septian di samping mejanya. Cowok itu mengunyah donat gula.
"Lo nggak bosen makan donat mulu?" tanya Leila melontarkan pertanyaan yang sudah lama ia ingin tanyakan tiap melihat Septian dengan donat gula alias setiap hari.
Septian menggeleng. "Nggak. Tadi pagi belum dateng, jadi baru ini makannya," terang Septian tanpa diminta.
"Mau?"
Leila mengangguk. Tangannya bergerak ke dalam plastik bening yang dibawa Septian dan mengambil satu donat dari sana. Cowok itu kemudian duduk di bangku depan Leila.
"Rizka ke mana?"
"Ke kantin, beliin makanan."
Gara-gara masalah buku besarnya yang ketinggalan di rumah, Leila jadi nggak napsu makan. Perasaan ketakutan dan panik seperti itu baru kali ini Leila rasakan lagi, terlebih berkaitan dengan nilai tugas yang biasanya Leila selesaikan dengan sempurna. Bu Debby bahkan Rizka aja nggak percaya awalnya.
"Gue lagi nggak pengen makan, jadi nitip doang," lanjut Leila.
Cowok berkacamata di depannya ini mengangguk. Mengambil donat lagi dari dalam plastik lalu mengunyahnya dengan lahap.
Tiba-tiba Leila teringat sesuatu. "Eh, Sep!"
Septian menaikkan kedua alisnya. "Kenapa?"
"Lo udah baca draft dari sender lo?"
"Emang ada?" Dahi Septian mengerut.
Leila mengangguk kelewat semangat. "Ada! Hari senin kalau nggak salah pas siang. Lo nggak tau emang?" cecar Leila lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distorsi
Teen Fiction"Kenapa lo nggak sekalian hilang dari hidup gue, Ar? Kenapa lo harus selalu ninggalin jejak yang bikin gue nggak bisa lupa sama lo?" Distorsi Elok Puspa | Mei 2020 credit photo from Pinterest