Pamit🍂

1.7K 120 1
                                    

Rasa sakit menghantam bagai bom. Berat meninggalkan orang yang begitu kita sayangi. Meski masih bisa bertemu, tetapi rasanya akan benar berbeda. Hanya merindu yang bisa di lakukan saat jauh darinya. Ibu.

_AlsyaFresinca_

°°°

Pagi yang menyakitkan. Perpisahan ini begitu berat. Alsya sudah siap dengan segalanya. Kini dirinya berdiri di dekat pagar rumah. Menghirup udara yang begitu menyejukan. Satu tangan mendarat di pundak. Alsya hanya melihatnya sekilas lalu kembali seperti semula.

"Ayok sudah siap?" tanya Aldo.

Alsya mengangguk. "Sya ngambil tas terlebih dahulu"

"Baiklah. Abng tunggu di parkiran aja. Tidak apa-apa kan?"

"Iyah."

Alsya pergi ke kamarnya. Lalu mengambil tas. Seketika akan pergi. Alsya menatap kamarnya. Tersenyum miris. Semuanya akan berubah seketika. Aroma Vanila ini akan Alsya rindukan. Situasi serta kedaan disini, Alsya tidak akan pernah tau.

Kakinya melangkah untuk keluar dari rumah.

"Kak Syaa!!" panggil Aditya.

"Didit dari mana aja?"

Aditya memberikan sebuah kotak persegi panjang pada Alsya. "Ini dari Ibu. Kue kesukaan Kak Sya." ujarnya.

Yah. Mungkin Rani pergi begitu pagi ke toko hanya untuk membuatkan kue kesukaan Alsya. Begitupun Aditya, dia mengikuti apa yang Ibu katakan. Sampai berlari-lari hanya untuk memberikan bingkisan untuknya.

Menerimanya dengan senang hati. Meski akan pergi. Ibunya masih tetap memperhatikan dirinya. "Didit!! Jangan nakal di sini baik-baik yah"

Aditya mengangguk lalu memeluk Alsya erat. "Didit janjii tidak akan nakal. Cepatlah pulang kembali yah Kak Sya" dengan isakan tangis. Aditya menangis dalam pelukan Alsya.

"Kak Sya secepatnya akan pulang. Didit jangan nangis. Oke!"

Aditya melepaskan pelukannya. Mencium Alsya sekejap.

Alsya pamitan pada Aditya. Berat hati melihat adik satu-satunya menangis. Aditya memang adik yang paling pengertian. Tidak ada pertengkaran kecil lagi. Kesal, menjengkelkan, itu akan hilang setelah Alsya pergi.

Aditya di rumah sendiri. Dia lelaki pemberani. Bahkan bila Ibu lembur kerja. Aditya masih stay di rumah. Alsya tidak merasa khawatir. Karna blok rumahnya hampir semua sodara. Untuk itu Alsya merasa lega bila meninggalkan adik satu-satunya ini.

Kini kakinya melangkah jauh dari kawasan rumah. Ingin rasanya menangis. Namun, Alsya berusaha untuk tidak melakukannya lagi. Membendung air mata itu dengan kuat. Senyumanlah yang harus Alsya perlihatkan pada dunia sekarang ini.

Terkadang banyak yang menanyakan. Alsya mau kemana? Kenapa bawa tas? Apa benar kejadian semalam itu? Dan berbagai pertanyaan lainnya. Bahkan ada yang berbicara seenak jidatnya. Tidak tahu perasaan Alsya saat ini. Melontar kata tanpa di jaga sama sekali. Meski Ibu Alsya salah tetapi mereka tidak berhak untuk membicarakan keburukannya.

"Ibumu memilih pria bujangan itu? Miris sekali, kenapa Ibumu bodoh. Membuang putrinya demi lelaki bujang itu"

Alsya hanya tersenyum. Menunduk dan pergi tanpa balasan sama sekali. Alsya tidak ingin membahasnya lagi. Ini awal baru baginya. Bukan menghindari. Tetapi memperbaiki semuanya.

Perlu 5 menit untuk sampai di pinggir jalan. Rumah Alsya tidak mempunyai garasi mobil. Bahkan mobilpun tidak bisa masuk ke dalam gang yang kecil. Untuk itu Aldo menyimpan mobilnya di pinggir jalan.

BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang