Semua orang terdiam mendengarkan ucapan Alsya.
"Alsya sendiri jujur. Alsya sangat iri dengan perlakuan Ibu pada Arfan. Apapun keinginan Arfan Ibu bakal kabulkan. Meski malam-malam pergi untuk membeli satu kopi saja, Ibu akan lakukan itu. Apa Ibu pernah berpikir? Aku hanya minta perhatian lebih dan kasih sayang seperti dahulu. Bahkan Ibu tidak bisa melakukannya. Itu hal mudah Ibu. Bila Ibu dahulu bisa melakukannya kenapa sekarang tidak bisa? Aku tau banyak orang yang bilang aku kurang didikan seorang ayah. Untuk itu sifatku layaknya seperti iblis. Aku menerimanya. Sangat-sangat menerimanya." tangisan Alsya semakin menjadi. Kini semuanya Alsya luapkan.
Aldo mengelus pelan punggung Alsya. Adiknya sedang dalam keadaan yang terpuruk. Lebih-lebih sangat begitu terpuruk. Kejutan yang begitu sangat memukul dirinya.
Tidak ada satu orangpun berani menyegah Alsya berbicara. Mereka terdiam.
"Menurutku Ibu lebih mementingkan orang lain ketimbang darah dagingnya sendiri. Aku pernah berpikir. Apakah aku ini adalah anak kandung Ibu. Atau anak pungut yang di ambil dari tong sampah"
Rani menatap sendu Alsya. Ketika dia berbicara seperti itu. Alsya hanya tersenyum. Meski air matanya terus saja mengalir tanpa henti.
"Seketika aku tidak tahu harus bagaimana? Ini sudah jalan takdirku. Berusaha bejuang keras untuk membangun keluarga kecil ini bahagia. Namun, kembali berakhir mengenaskan. Aku hanya ingin Ibu bahagia tetapi bukan dengan lelaki bajingan itu. Bukalah mata Ibu. Dia hanya memanfaatkan harta Ibu saja. Bukan mencintai keluarga Ibu bahkan Ibu sendiri. Materilah yang ia lihat. Aku sayang Ibu. Untuk itu aku lakukan perbuatan yang tidak di sukai Ibu sekarang ini. Untuk kedepannya aku tidak akan mengurus apapun tentang Ibu. Aku hanya berdoa berbahagialah. Semoga tidak ada hal yang buruk menimpa keluarga Ibu nanti yang baru. Aku tidak memaksa Ibu harus percaya padaku. Itu terserah pada haknya masing-masing."
Alsya berjalan mendekati Rani. Memegang kedua tangan Rani dengan senyuman. "Pasti Ibu akan bahagia. Doaku dan harapanku meminta pada sang pencipta. Keinginan untuk Ibu selalu bahagia."
Banyak orang menyaksikannya. Banyak orang juga menangis.
Alsya berlutut di depan Ibunya. Mencium kaki ibunya. Sembari mengucapkan kata yang sama terus menerus. Tangisannya tidak pernah berhenti.
"Maafkan Alsya Bu. Maafkan Alsya. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf." ucapnya dengan tangisan. Di ikuti ciuman di kaki Ibunya.
Rani membangunkan Alsya. Lalu memeluk Alsya dengan tangisan. "Ibu memaafkanmuu Alsya. Maafkan Ibu yang egois ini"
Alsya memeluk Rani erat. Mereka sama-sama meluapkan semuanya. Alsya tidak membenci Rani. Hanya saja perilakunya Alsya benci.
Alsya melepaskan pelukannya. Lalu menatap Ibunya.
"Alsya ingin meminta suatu jawaban?"
"Jawaban apa?"
"Ibu ucapkanlah dengan sejujurnya. Antara aku dengan Arfan. Ibu akan memilih siapa di antara mereka berdua?"
Pertanyaan Alsya mampu membuat Rani terdiam. Alsya sepenuhnya tahu. Bahwa Ibunya ini tidak ingin melepaskan Arfan begitu saja. Perilaku Ibu, bila sudah mencintai lelaki, pasti tidak akan melepaskannya dengan mudah. Sebejad apapun lelaki itu, semiskin apapun lelaki itu. Ibu tidak akan melepaskannya. Karna Ibu sangat tulus menyayangi lelaki tersebut.
"Ibu jujurlah" ujar Alsya.
"Ibu tidak bisa menjawab. Maaf"
Alsya tersenyum. Lalu mengusap jejak air mata Rani. "Ibu tidak usah memilih. Aku tau jawabannya. Pergilah cari kebahagiaan dengan Arfan. Biarkan aku pergi sejauh mungkin dalam waktu yang lama. Untuk semuanya. Maafkan Alsya bila banyak kesalahan pada kalian."
"Kau tetap dengan keputusanmu Sya?" tanya Hera.
"Itu sudah menjadi keputusanku Umi. Terima kasih sudah ada setiap aku merasa lelah. Terima kasih juga untuk Abi."
Mereka berdua mengangguk dengan senyuman.
"Kapan akan pergi?" tanya Kakek.
"Besok pagi."
"Baiklah kemas semua barang-barangmu. Jangan ada yang tertinggal. Pergi sekarangpun silahkan. Lebih cepat lebih baik."
Ucapan yang seolah-olah terlontar untuk mengusir Alsya. Dan muak dengan keberadaannya di sini.
Alsya tersenyum. "Kakek tidak perlu khawatir. Alsya akan secepatnya pergi kok."
Kakek Alsya. Membuang muka ke arah lain.
"Alsya maafkan kita semua" ujar Nenek sambil meneteskan air mata.
Alsya dengan cepat menghapusnya. Lalu mencium pipi Neneknya itu. "Jangan menangis. Alsya sudah memaafkannya Nek. Begitupun Nenek maafkan cucu mu yang nakal ini"
Nenek Alsya mengangguk. Kemudian mencium kening Alsya dan memeluknya.
Aldo membubarkan semuanya. Hingga rumahnya kembali tenang tanpa lontaran debat. Ucapan yang semuanya mengadung makna. Makna yang mendalam dari seorang putri dengan keluh kesahnya. Yang memang selama ini dia pendam sendiri.
Aldo tahu tentang perkembangan Alsya. Hera yang selalu memberi tahunya setiap saat. Bahkan Hera bukan hanya dekat dengan Alsya. Aldo pun begitu dekat dengan keluarga Hera.
°°°
Malam ini begitu panjang. Banyaknya lontaran kata yang menyakitkan. Keputusan yang bulat sudah Alsya pertimbangkan dengan sangat-sangat matang. Kini waktunya pergi mencari suasana baru. Kelak Alsya kembali dengan semua pertanggung jawaban. Bila si sang usia tidak merenggutnya.
Malam ini lelah. Sangat begitu lelah. Alsya membutuhkan istirahat yang penuh untuk menghadapi esok hari. Dengan salam perpisahan.
Semakin hari tubuh Alsya semakin melemah. Obat yang di beri Herman. Alsya tidak pernah meminumnya. Alsya tidak peduli akan keadaannya sekarang. Urusan hidup dan mati hanya sang pencipta yang mengatur. Untuk semuanya Alsya serahkan segalanya.
Sebelum tertidur. Alsya ingin sekali mencurahkan seluruh isi hati pada buku diarynya. Perjalanan hidupnya begitu keras. Banyak sekali waktu untuk mencapai esok hari. Alsya menghabiskan waktu itu hanya untuk melamun serta menuliskan beberapa kata.
Alsya pergi ke kamar Rani. Hanya untuk memandang wajahnya saja. Mereka berdua tertidur dengan lelap. Sejak kejadian tadi Aditya di asingkan ke rumah temannya. Dia tidak boleh tahu permasalahan ini. Dan itu perintah dari Aldo. Yang langsung di turuti Aditya.
"Memandang seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi Bu. Tetap sehat. Jaga baik-baik." batin Alsya.
Kemudian pergi dari kamar Rani dan kembali lagi ke kamar dirinya. Memandang kolam yang cerah dengan sinar rembulan.
Ini bukan akhir dari segalanya. Alsya bukan menyerah atas hidup. Tetapi mengahkiri permasalahan dengan menyerah atas semuanya. Kini dia tidak akan melibatkan dirinya ke dalam masalah suatu hak orang lain. Meski keluarga sendiripun, Alsya akan mengurungkan niatnya untuk membantu.
Setiap orang mempunyai haknya masing-masing. Pegang hak sendiri dan janganlah mengambil hak orang lain.
Kini Alsya tahu. Biarkanlah Ibunya mengambil haknya sendiri. Dan Alsya tidak akan pernah mengganggunya. Semuanya memiliki risikonya tersendiri.
Mungkin seorang anak tidak berhak mengatur orang tua. Tetapi seorang anak berhak mengingatkan orang tua bila mereka terjebak dalam lubang yang salah.
Jam sudah menunjukan pukul 02:25 pagi. Alsya menidurkan dirinya. Tubuhnya melemah. Hingga lama-kelamaan dirinya tersedot dalam potral dunia mimpi.
°°°
Ini bukan akhir dari ceritanya. Masih banyak lika liku yang harus Alsya jalankan. Tetaplah tunggu up story selanjutnya okeh😉
Sadd bangett kalii inii. Bila kalian di hakimi oleh anggota keluarga, kalian akan bersikap seperti apa??
Apakah akan mencurahkan semuanya seperti Alsya?
Atau diam membisu dengan tangisan?Aku sendiri memilih untuk meluapkan segalanya, sama seperti Alsya😬
Next story😘🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBIT
Ficção AdolescenteAlsya Fresinca gadis yang telah merasakan kehancuran sejak dirinya berumur 6 tahun. Menyaksikan semua dengan kedua matanya. Tentang pertengkaran, permasalahan yang keluarganya alami, kekerasan. Bahkan kehilangan cinta pertamanya, ayah. Semua itu men...