Memang benar adanya, permasalahan itu harus di hadapi dengan lapang dada. Menghindari kesalahan itu di anggap sebagai pecundang. Yang berani, dia akan menanggung segala beban dan risiko yang akan menghantam kapanpun itu. Setidaknya meski dia bersalah, tetap memiliki harga diri dan keberanian untuk sebuah pertanggung jawaban.
_DSR_
°°°
Segerombolan semut berkepala manusia berkumpul. Mendengarkan semuanya yang di ungkapkan seorang ketua. Begitupun para ketiga tamu itu. Mereka mencernanya begitu jeli. Tidak ada penambahan kebenaran. Semuanya terucap jelas, sesuai dengan mata dan kejadian yang telah berlalu. Sedikit rusuh. Namun, hal itu bisa di perbaiki dengan cepat. Biang permasalahan hanya duduk terdiam. Satu patah, dua patah kata, tidak ia ucapkan sama sekali. Bukan kah ingin berbicara, mendengarkan kembali dan mengingat kejadian pun sudah enggan. Maybe, hidupnya kali ini tidak akan tenang sama sekali. Aura resah di wajahnya terlihat jelas. Hanya seseorang yang memiliki pertalian dengannya yang terus saja menyabarkan sang pujaan.
"Ini tidak mungkin di biarkan bukan? Saat ini juga selaku perwakilan, yang tidak menerima perlakuan dari tindakan kekerasan. Saya membuat pernyataan, penangkapan." ujar Dian begitu dingin. Tidak semudah kata saja. Kebenaran itu terungkap adanya. Dan sangsi yang harus di jalankan, sesuai dengan ketentuan yang sudah tertera.
Keributan kembali terjadi. Dan sialnya mereka menentang semua yang akan Dian perbuat. Tentunya pernyataan itu membuat seseorang tertampar hebat, kenyataan yang harus di terima, begitu berat untuk di jalankan. Hari-harinya akan terasa tersiksa. Dan masa depannya akan hancur, cukup sampai di sini saja.
"Kau tidak berhak membuat pernyataan seperti itu!" ujar teman Trian.
"Kita berhak untuk mengajukannya." timpa Billy.
"Berilah dia kebebasan untuk kali ini, tunggu saja apa yang akan di ambil oleh keluarga Pernando. Kita tahu dia bersalah. Namun, sangsi itu begitu berat dia terima. Untuk kali ini, biarkan saja. Yah, saya sendiri tahu pertanggung jawaban itu harus di utamkan. Kalian pasti mengerti"
"Tetapi yang salah tetap bersalah. Dan lebih cepat itu lebih baik." kini Aldi angkat bicara.
Mereka tidak berkata kembali. Wajahnya semua terlihat begitu pasrah. Tidak bisa mengelak dari sebuah permasalahan dan kesalahan.
Memang benar adanya, permasalahan itu harus di hadapi dengan lapang dada. Menghindari kesalahan itu di anggap sebagai pecundang. Yang berani, dia akan menanggung segala beban dan risiko yang akan menghantam kapanpun itu. Setidaknya meski dia bersalah, tetap memiliki harga diri dan keberanian untuk sebuah pertanggung jawaban.
Dian menatap wajah Trian. "Yang terpenting kali ini dimana keberadaan Alsya?"
"Dia sudah di pindah alihkan. Dan kalian juga tahu itu. Soal tempat serta daerahnya. Saya sendiri tidak tahu. Sebab saya baru pergi ke rumah sakit sekarang ini, ruangan gadis mayat itu telah kosong, tidak berpenghuni"
Menghela nafas berat. Informasi yang lain telah di dapatkan. Namun, keberadaan Alsya tidak di temukan. Semakin terus memikirkan Alsya, semakin terasa resah. Dian sendiri tidak tahu harus melakukan apa lagi? Untuk menyerah saja rasanya tidak layak. Sebab hatinya terus menggiring si raga untuk mencari Alsya.
"Lain kali ucapan kau itu jaga. Gadis yang kau panggil mayat itu memiliki nama." sewot Billy.
Trian hanya mengerutkan kening saja. Tidak mempedulikannya. "Apa yang akan kalian lakukan? Tetap mencarinya atau pulang?"
Aldi berdehem keras. "Tidur di sini akan lebih baik. Sambil menunggu kabar selanjutnya. Yang lebih tepatnya bawa kami ke rumah Alsya di sini." Aldi begitu bijak kali ini. Billy serta Dian mengangguk menyetujuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBIT
Genç KurguAlsya Fresinca gadis yang telah merasakan kehancuran sejak dirinya berumur 6 tahun. Menyaksikan semua dengan kedua matanya. Tentang pertengkaran, permasalahan yang keluarganya alami, kekerasan. Bahkan kehilangan cinta pertamanya, ayah. Semua itu men...