Keinginan Dian🍂

1.7K 112 0
                                    

Beberapa jam telah berlalu. Kini dirinya memandangi langit yang gelap, di hiasi dengan bulan yang memancarkan cahaya ke bumi, serta bintang kecil yang berkelap kelip. Angin malam sangat begitu menenangkan, suara jangkrik terdengar nyaring di telinga. Alam sangatlah membuat manusia terpukau.

Menghirup udara begitu dalam, setelah itu di keluarkan perlahan. "Alsya." bibirnya berkata.

Perasaannya seperti tidak baik saat ini. Resah dan resah bawaannya. Pikirannya selalu tertuju pada Alsya. Entah sampai kapan semua pemikiran serta perasaan seperti itu berakhir? Dian ingin sekali menemui Alsya. Namun, sejak sampainya Alsya di persinggahan barunya. Dia lupa akan memberi tahu lokasi. Dian pikir Alsya akan memberitahukannya tanpa Dian pinta. Tetapi, dia tidak memberi tahu tempat barunya sekarang. Pernah berpikir sekilas, bahwa Alsya tidak memiliki perasaan yang sama dengan dirinya. Tetapi, Dian sendiri ragu.

Dian hanya ingin sebuah kata dari mulut Alsya. Jawaban atas sebuah pertanyaan yang dirinya beri. Untuk itu, Dian ingin sekali bertemu dengan Alsya, sebab ingin membicarakan hal penting bagi dirinya sendiri.

Rindu? Tentunya sangat merindukannya. Meski gadis itu begitu  dingin, tetapi Dian begitu menyukai tingkahnya. Terlihat, bila berada di dekatnya perubahan itu ada. Alsya merupakan gadis yang begitu hangat. Namun, sesuatu yang telah terjadi membuat dia berubah seketika, hingga 180°. Dian tahu itu dari Siska. Karna selain dokter spesialis, Siska juga piskiater. Untuk itu dia bisa tahu tentang diri Alsya.

Berusaha untuk meneleponnya. Namun, selalu saja tidak ada balasan. Ponselnya sejak dari tadi siang tidak aktif. Dian semakin khawatir tentunya. Risiko jauh dari orang, tanpa komunikasi akan susah. Dian bergegas pergi untuk menemui seseorang. Kalo dirinya diam saja, informasi tidak akan pernah di dapat. Yah, meski Aldo sebagai abangnya Alsya. Sejujurnya Dian tidak percaya padanya, waktu tadi menelepon, ada keraguan pada Aldo. Dian yakin, ada sesuatu yang di sembunyikannya.

Baru saja menuruni tangga. Suara deheman mampu membuat langkah kaki Dian berhenti. Dian tersenyum manis. "Eh papah kok ada di sini, kirain tadi di ruang keluarga bareng bunda hehehe. Ada apa pah?" tanya Dian sembari menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Mau kemana malam-malam begini? Waktunya tidur" ujarnya dengan menatap Dian curiga.

Dian tersenyum. Bingung harus berkata apa? Ini sudah malam, bahkan sudah pukul 10 lebih. Alasan apa yang harus Dian ucapkan. Berbohong itu hal tidak mungkin. Dian bukanlah lelaki yang pintar membohongi orang tua. Sekalinya bohong pasti selalu saja ketahuan. "Boleh izin untuk ke rumah Aldi?"

Rexton menggeleng cepat. "No, go back to room. Now!"

Cemberut. Namun, Dian tidak bisa apa-apa bila sudah berhadapan dengan papahnya ini. " I hope. just this time, there's a moment, ya pah." ucapnya dengan puppy eyes.

Rexton tetap menolak. Bukannya Dian anak manja. Mereka saja yang selalu memanjakan Dian. Padahal Dian sendiri bisa jaga diri, dan ingatkan bahwa Dian sudah dewasa. Tetap saja mereka melakukan hal seperti layaknya bocah pada Dian, bahkan seperti  perempuan.

"Besok masih ada hari lagi kan? business is delayed, tomorrow do what you want. Don't argue. back to room!"

Dian menatap datar Rexton. Tentu sangat kesal sekali pada papahnya ini. Hidupnya terus dalam aturan. Tidak bisa bebas layaknya sebagai burung, hinggap dan pergi semaunya. "Dian sudah dewasa pah. Dian juga bisa jaga diri. Don't treat Dian like a child."

Rexton mengerutkan keningnya. "Sejak kapan kamu tidak menuruti papah? Ini semua demi kebaikan mu. Papah takut anak semata wayang papah lecet. Tahu kan, di luar sana banyak kejahatan?"

"yeah Dian knows, izin kan Dian pergi. I promise, there won't be any blisters at home, dan gak akan buat onar." ucapannya yakin pada Rexton.

BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang