Awal Kehancuran🍂

2K 118 0
                                    

Semua yang di lakukan di masa lalu. Pasti akan ada balasan di masa depan nanti. Ya itu, sebuah karma.

_AlsyaFresinca_

°°°

Begitu bising sekali hingga tidur Alsya tidak nyenyak. Alsya memahaminya bahwa tidur di tempat kerja memanglah tidak baik. Untuk itu inilah risikonya.  Tidak ada keberadaan Aldo serta Zein di ruangan ini. Mengubah posisi tidur menjadi duduk. Badannya sekarang ini sudah meningan. Rasa sakit sudah mulai mereda. Menatap jam, menunjukan pukul 05:15.

Begitu banyak map di meja kerja Zein. Alsya beranjak dari duduknya dan melihat-lihat. Sebenarnya perusahaan ini bersangkutan mengenai produk apa? Alsya sendiri tidak tahu itu. Perlahan membuka isi map. Meski Alsya belum mempelajari ilmu perbisnisan, tetapi Alsya tahu mengenai itu.

Alsya bukan jenius maupun so dalam permasalahan ini. Hanya ingin tahu saja cara kerjanya bagaimana? Selebihnya Alsya tidak ingin tahu.

"Bisa apa kau?" ucap seseorang di belakang Alsya.

Dengan santai Alsya menutup map tersebut. Lalu membalikan badannya menghadap seseorang yang berbicara tanpa sopan santun serta etika yang baik. Salam saja tidak ia ucapkan.

Wanita itu menatap Alsya dengan senyuman sinis. Penampilannya memang begitu wow. Tetapi sayang wajah cantiknya itu berbeda jauh dengan ahklak yang rendah. Memang Alsya tidak memiliki ahklak yang bagus. Namun, apa susahnya ucapan salam ketika masuk itu lebih baik.

"Waalaikum'salam" ujar Alsya santai. Dirinya kembali ke sopa.

Dia terdiam tanpa kata. Berjalan mendekat pada jas Zein yang di simpan di kursi kerjanya. Terlihat dia sedang mencari sesuatu. Setelah dapat dia pergi tanpa pamit.

Pintu kembali terbuka. Zein tersenyum kepada Alsya. "Maaf sayang. Ayah tadi ada urusan sebentar."

Alsya hanya mengangguk saja. "Bang Aldo?"

"Dia sedang boking tempat buat nanti. Ayok pulang Al?" ujar Zein sambil membawa jasnya.

Alsya hanya mengikutinya saja. Zein terlihat bingung. Mencari-cari sesuatu di sakunya. Namun, tidak ada hasilnya sama sekali. Zein menatap Alsya dengan kerutan. Tetapi Alsya hanya diam. "Al dompet ayah ilang. Sebentar ayah cari di sekitar sini dulu"

Alsya menghela nafas perlahan. "Oleh istrimu"

Zein terdiam. Wajahnya mulai datar. Nampak terlihat menahan emosi. "Hmm ayok!" ajaknya.

Berjalan dengan santai. Alsya hanya mengikuti langkah Zein. Sebab dia merangkul Alsya. Sudah seperti bukan anak. Melainkan seorang teman. Masih ada beberapa pekerja yang lembur. Menyapa Zein dengan sopan. Terkadang Zein membalas sapaan itu, terkadang juga tersenyum. Kini sudah berada di parkiran.

"Mau pergi ke super market dulu tidak? Membeli makanan untuk kamu nanti malam. Atau kebutuhanmu?" tawaran Zein.

Alsya hanya menggeleng. Sekarang dirinya tidak mau melakukan apapun apalagi pergi ke tempat ramai seperti itu. Hanya ingin membersihkan tubuhnya yang sudah lengket di penuhi keringat. Tidak nyaman tentunya.

Baru saja akan masuk ke mobil. Seseorang menghentikan semuanya. Hingga Alsya menatap kembali datar wanita yang tidak tahu etika itu.

"Dompetnya ini. Tadi mama sudah membeli makanan serta bahan-bahan untuk masak nanti. Anak-anak juga kepengen beli makanan." terangnya.

Alsya menatap tiga anak itu yang fokus menjilati es creamnya masing-masing. Dari sana Alsya tertampar hebat. Berarti putrinya bukan hanya Alsya. Ada dua anak perempuan serta satu anak lelaki. Alsya bukan tidak suka. Tetapi hatinya entah kenapa tidak dapat menerimanya. Yang Alsya ketahui bahwa Zein tidak memiliki anak. Tetapi sekarang. Semuanya hanya omong kosong Zein serta Rani yang memang mereka tidak jujur, begitupun Aldo tidak memberi tahu Alsya. Bahwasannya dia tidak memiliki anak dari si jalang ini.

"Masuk!" tegas Zein pada si jalang. Merekapun masuk serentak.

Alsya yang duduk di belakang bersama tiga anak tersebut. Sungguh risih. Mereka mengganggu Alsya. Terkadang anak yang paling kecil duduk di pangkuan Alsya. Secepat mungkin Alsya menyingkirkannya. Anak lelaki yang begitu nakal. Malah sengaja mendekatkan es creamnya pada baju Alsya, alhasil banyak noda di baju Alsya.

"Bisa diam!" kini suara Alsya tegas dengan kata tekanan. Muak tentunya. Dirinya benci seseorang yang terus saja mengganggu.

Mereka semua menatap ke arah Alsya.

"Kau ini siapa?" tanya anak perempuan dengan angkuh. Yang dari keperawakannya merupakan anak terbesar. Ucapannya itu lancang sekali.

"Kalian diam!" bentak Zein.

"Tidak usah memarahi mereka ayah. Namanya juga anak kecil." bela si jalang.

Alsya tersenyum meremehkan. "Anak tergantung istri cara mendidik."

Si jalang itu menahan amarah. Mungkin sekarang dia ingin mencakar wajah Alsya. Atau memukulnya. Itupun mungkin. Tangannya saja terkepal. Uratnya terlihat mengeras.

Zein menatap istrinya itu. " benar apa yang di katakan Al. Kau ini jadi istri tidak pernah mengerti sama sekali. Tubuhmu saja yang dewasa tetapi otakmu layaknya anak kecil. Tidak seharusnya kau ini mengambil uang secara langsung dari dompet. Tanpa sepengetahuan ku sama sekali." ujarnya. Kini kemarahan Zein terluapkan.

Alsya rasanya senang. Melihat si jalang itu terkena kemarahan Zein. Sikapnya memang pantas di tegur. Tidak ada sopan santun sama sekali. Ucapannya tidak ber etika.

"Ayah jangan marahi mama seperti itu. Ayah sendiri juga seharusnya kasih uang ke mama untuk belanja." ucap anak paling besar.

"Diam Resya!! Mulutmu itu seperi mamamu. Lancang, dan tidak beretika. Ajari mereka Liya, aku tidak mau mendengar ucapan lancang dari mulut anak-anak. Tidak seperti di sekolahkan saja."

Alsya sangat malas mendengarkan ocehan sejak tadi. Tetapi senang dapat melihat mereka bertengkar seperti ini. Doa Alsya. Cepat berpisahlah. Karna Alsya membenci wanita itu. Bahkan anak-anaknya.

Mereka tidak ada hentinya beradu argumen. Zein yang sudah marah sejak tadi di sepanjang jalan. Dan si jalang itu yang tidak mengerti ucapan Zein. Dia terus saja mengelak ucapan suaminya serta tidak pernah menurutinya. Anaknya saja terus ikut campur, apalagi perempuan yang paling besar di antara mereka ber dua. Mulutnya tajam sekali. Bahkan dia membokar aib Zein, ayahnya sendiri. Anak perempuan yang umur sekitar 8 tahun itu terus saja membela mamanya sampai Zein terdiam. Zein benar-benar marah. Pastinya Liya lah yang telah menceritakan semuanya pada putrinya itu.

Alsya tidak merasa bersalah membuat mereka bertengkar. Dan Alsya tidak peduli. Lakukan saja semaunya. Bila tidak melukai dirinya bahkan hatinya. Mereka aman di hadapan Alsya. Yah, dirinya memang egois. Ingatkanlah Alsya tidak peduli akan hal ini.

Hanya ada rasa kasihan pada Zein saja. Dia terlihat tidak di hargai oleh istrinya sendiri. Meski Zein pernah melukai semua keluarga Ibu. Alsya mengakui. Dia memanglah Ayah Alsya. Dan itu memang tidak bisa mengelak.

Hancurlah. Dan rasakan apa yang terjadi.

Sampai kapanpun Alsya tidak pernah peduli dengan hubungan mereka. Bila benar hancur akan kedatangannya, itu sudah takdir. Alsya merasa senang bila menjadi saksi kehancuran rumah tangga mereka.

Semua yang di lakukan di masa lalu. Pasti akan ada balasan di masa depan nantai. Ya itu, sebuah karma.

Biarkan Zein merasakan rasa sakit yang ibu rasakan dulu. Begitupun jalang ini merasakan sakit dari keras serta tegasnya seorang Zein.

°°°
Semua langkah pasti ada risikonya. Benar begitu pembaca setia BRHM;)

Apa Alsya akan menjadi jahat? Karna baik nya di sia-siakan. Entahlah. Tetap stay baca sampai ending ehehe. Kepoin sikap perubahan Alsya. Dia akan sama seperti biasanya atau berubah menjadi si baik yang tersakiti. Alias jahat wkwkw.

Next story🔜🤍
Tinggalkan jejak juga.
Lup yuu😘🖤

BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang