Suara tangisan begitu terdengar. Aku melangkah perlahan-lahan untuk menelusuri jalan yang tidak di ketahui. Hanya pepohonan yang menjulang tinggi. Semakin berlarut dalam langkah, semakin dekat suara tangisan itu. Tidak ada ketakutan sama sekali, hanya rasa penasaran yang terus saja membawaku melangkah.
Di bawah pohon rindang dengan sebuah ayunan. Terdapat gadis perempuan tengah duduk sambil memeluk kakinya. Dia menangis ketakutan. Langkah kakiku berjalan lebih cepat untuk menghampirinya.
Tanganku tanpa permisi mulai mengusap rambut gadis itu. "Kamu kenapa menangis di sini sendirian?"
Tangisan itu terhenti sekejap. Wajah pucat serta polos sangat dekat terlihat. Saling menatap satu sama lainnya.
"Aku di buang" ujarnya. Tetapi wajahnya kini tampak begitu tenang.
"Aku sejak dulu hidup sendirian, sampai akhirnya aku berdiam di sini sendiri. Ayahku pergi entah kemana? Ibuku juga sama halnya seperti ayah. Keluarga ibu bahkan ayah tidak menerima keberadaanku. Hingga aku di buang, di terlantarkan begitu saja. Aku tidak tahu rasa kasih sayang seperti apa? Aku tidak tahu rasanya mempunyai teman. Apakah kau mau berteman dengan ku?"
Aku terdiam. Gadis di hadapanku itu terlihat lebih muda dariku. Namun, dia terlihat begitu tegar dengan masalah yang di hadapinya. Masalah diriku dengannya berbanding jauh.
Aku duduk di sebuah ayunan. Mengayunkan tubuhku dengan perlahan. Berulang kali aku terus melakukannya. Hingga ayunan itu terhenti. Gadis itu ada tepat di belakangku. Mengayunku dengan perlahan.
"Meski hidupku sendiri, tetapi rasanya aku begitu baik di tempat ini."
"Lalu kau menangis karna apa?"
"Aku menangisi masalaluku yang suram. Aku sejak kecil sudah merasakan rasa sakit yang begitu hebat, yang sekarang ini mungkin anak-anak seumuranku dulu tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Perihnya hidup hingga berakhirnya hidup."
"Aku juga sama halnya sepertimu. Kehancuran sebuah keluarga menyakitiku. Hingga rasanya ingin menyerah, tetapi kehidupanku masih harus tetap berjalan. Umurku yang seharunya bisa bermain, bercanda bersama keluarga, berkumpul bersama, itu semuanya hancur seketika. Aku merasa pendewasaanku lebih cepat setelah mengalami hal ini."
Gadis itu terus bercerita. Hingga terkadang aku meneteskan air mata. Rasanya begitu pedih, memiliki permasalahan yang sama. Namun, situasi yang berbeda. Dia mampu membuatku merubah segala ekspresi. Dari menangis, lalu bahagia, kembali lagi menangis, dan terus seperti itu. Gadis yang sangat menyenangkan. Aku ingin sepertinya, meski memiliki banyak beban hidup, tetapi dia terlihat begitu tenang.
Alsya!!
Mataku mencari-cari seseorang yang berteriak memanggilku. Tetapi tidak ada wujudnya sama sekali. Aku berulang kali mengecek lagi dan lagi. Hasilnya Nihil, tidak ada seorangpun di sini. Terkecuali dirinya dan gadis ini.
"Suara begitu aku kenal."
Memang benar nadanya terasa tidak asing sekali. Siapa orang itu? Aku begitu sangat ingin tahu.
"Apa itu keluargamu?"
Aku menggeleng pelan. "Aku tidak tahu itu."
"Apa kau akan meninggalkanku sendirian lagi di sini?"
"Tentu tidak, aku temanmu. Akan selalu begitu."
Dia tersenyum senang. Lalu mengajaku pergi dari kawasan pohon rindang tersebut. Aku tidak tahu dia akan mengajakku kemana? Hingga terlihat alam begitu indah sekali. Dia berjalan begitu riang, di ikuti olehku di belakangnya. Terkadang bernyanyi-nyanyi, terkadang mengajaku untuk mengikutinya. Suasana hatinya begitu sangat baik.
"Itu rumahku."
Menunjukan rumahnya yang sederhana, berada jauh di bawah sana.
Alsyaa!!!
Panggilan itu kembali terdengar. Terdengar begitu berat. Aku tidak tahu siapa orang itu. Namun, aku merasa tidak asing dengan suaranya. Hanya ada suara, tidak dengan wujudnya.
"Ayok!! Ke rumahku. Kita istirahat di sana."
Aku mengangguk. Aku cukup lelah sekali. Istirahatlah kunci utamanya.
Kini aku dengannya berada di depan pintu. Dia membukanya secara spontan. Hingga cahaya yang silau masuk tepat di mata. Dia sudah berada di bibir pintu. Ajakannya terus saja terucap.
Ayok cepat!! Ayok cepat!! Aku kelelahan.
Ucapannya itu terus di ulang-ulang. Tetapi hingga pada dasarnya. Aku enggan untuk masuk.
Alsyaaa!!!!
Panggilan menariku untuk menjauhi rumah tersebut. Hingga aku seperti melayang-layang. Hanya angin yang menerpa tubuhku. Badanku rasanya seperti sebuah butiran debu. Aku berusaha menutup mataku. Merasakan seluruh rasa yang ada di hatiku. Entah apa rasanya kali ini ingin menangis. Rasanya terasa banyak sekali aku tinggalkan. Tetapi aku sendiri tidak tahu.
°°°
"Alsya kau akan baik-baik saja kan? Alsya maafkan abang. Bangunlah! Kau pasti kuat." ucapnya dengan tangisan.
Aldo hanya bisa melihat Alsya dari balik pintu. Para dokter sedang menangani Alsya begitu fokus. Kondisi Alsya bukannya semakin membaik, malah sebaliknya semakin memburuk.
"Aku tidak bisa membiarkannya seperti itu terus menerus. Keputusanku sudah bulat. Aku akan membawa Alsya pergi. Secepatnya." ucap Zein, setelah itu pergi entah kemana.
Aldo hanya terdiam. Tidak ada patah kata untuk menjawab ucapan Zein. Yang Aldo inginkan hanya kesembuhan Alsya. Bukan situasi seperti sekarang ini.
Terlihat dokter dan suster akan pergi. Dengan sigap Aldo akan memberhentikan mereka tentunya. Menahannya untuk memberi tahu apa yang terjadi.
Menyingkirkan bekas-bekas air mata dengan kasar. "Ada apa dengan kondisi Alsya?" tanya Aldo khawatir.
"Semuanya semakin memburuk. Tetapi kau tenang saja, kami di sini berusaha untuk melakukan yang terbaik. Alsya pasti akan sembuh" tekad sang dokter, meyakinkan Aldo.
Ucapan itu terasa menenangkan, tetapi belum tentu kedepannya akan bagaimana? Setiap detik, setiap menit membuat dirinya was-was dengan keadaan Alsya.
Memasuki ruangan Alsya. Dia masih terbaring di sana. Di bantu dengan alat-alat rumah sakit. Menghampirinya dengan rasa sesak. Anggaplah Aldo adalah lelaki cengeng. Tetapi memang sebenarnya Aldo tidak kuat bila dalam situasi seperti ini. Orang yang begitu dirinya sayangi. Sangat lemah dan hanya bisa terbaring di blangkar. Yang biasanya menatap dengan dingin. Sekarang tatapan itu sudah tidak Aldo rasakan lagi.
Mengusap rambut Alsya perlahan. "Kau akan baik-baik saja. Bangunlah!! Abang ada di sini Sya." ucapnya, sembari mencium kening Alsya sekilas.
Aldo menangis tepat di depan Alsya. Setiap kata dan ucapannya hanya terlontar kata maaf dan maaf. Lelaki yang di takuti dan di banggakan oleh Zein. Dia menangis layaknya seperti perempuan. Terlihat begitu lemah sekali.
"Bangunlah!! Abang mohon. Kembalilah seperti biasanya Sya. Abang menginginkan itu."
Hanya suara monitor detak jantung yang membalas semua ucapan Aldo. Meski begitu, ada rasa tenang. Monitor itu masih berjalan dengan baik.
Setetes air mata jatuh ke bantal biru itu. Matanya masih tertutup, tetapi dia dapat merasakan apa yang Aldo rasakan. Alsya menangis dalam tidur. Dengan perlahan, Aldo mengusapnya. "Sampai kapan kau akan tertidur. Ayo bangun!! Semua orang merindukanmu. Teman-temanmu pasti mencarimu, ibu juga pasti mengkhawatirkanmu. Mereka yang selalu ada untukmu. Sampai kapanpun abang akan disini menjagamu. Bangunlah!! Abang berjanji, bila nanti kau bangun. Akan abang kabulkan semua yang kau inginkan semampu abang. Jadi cepatlah bangun baby"
°°°
😢 huaaaa huhuhuhu;(
Yuk jan lupa vote&komennya sahabat setia BRHM;((
Next story🔜
See uuuu😢🖤😘
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBIT
Teen FictionAlsya Fresinca gadis yang telah merasakan kehancuran sejak dirinya berumur 6 tahun. Menyaksikan semua dengan kedua matanya. Tentang pertengkaran, permasalahan yang keluarganya alami, kekerasan. Bahkan kehilangan cinta pertamanya, ayah. Semua itu men...