"Sya!! Abang ada di sini. Cepatlah membaik. Kau tau tidak? Ibu begitu merindukanmu. Dia terus saja menelepon abang beberapa kali. Tetapi abang tidak menerimanya. Sebab abang takut ibu khawatir. Kau juga tidak ingin kan ibu khawatir? Untuk itu, cepatlah sembuh. Kalo begini terus banyak orang akan mengetahui segalanya tentangmu. Kau takut akan hal itu kan?" ujarnya dengan tangisan. Andai saja posisinya berada di bagian Alsya saat ini. Tentu rela, kalo bisa menukar posisi, biarkan Aldo yang sakit saat ini. Melihatnya tidak berdaya seperti itu, Aldo tidak tega.
Alsya begitu keras kepala. Pola makan nya begitu baik, tetapi obatnya, dia sengaja tidak di ambil. Semuanya yang di katakan waktu itu, alibi Alsya saja. Itu sangat begitu penting, agar kesehatan Alsya tetap berkembang. Pantas saja semakin hari Alsya semakin memburuk saja. Karna itulah penyebabnya.
Hanya suara monitor detak jantung yang memenuhi ruangan sunyi itu. Jarum infusan menembus punggung tangan kiri. Selang terpangpang jelas, dengan cairan seperti air putih di atas tiang. Uap yang menutupi daerah mulut serta pipi. Situasi tadi tidaklah seperti ini.
Beberapa menit setelah keluar dari UGD. Alsya terlihat baik-baik saja. Tetapi berjam-jam Aldo menunggu, waktu menjelang malam reaksinya berbeda. Alsya yang sedang tertidur itu, tiba-tiba mengeluarkan cairan merah begitu banyak dari hidung. Aldo maupun Zein panik kepalang. Mereka memanggil dokter dengan suara lantang. Cemas, bingung, yang mereka rasakan.
Saat ini Zein telah berbicara empat mata dengan dokter yang menangani Alsya. Sudah pasti, Zein akan mengetahui semuanya. Mungkin sudah jalan takdirnya seperti itu. Sebaik-baiknya kita menyembunyikan sebuah rahasia suatu saat itu akan terbongkar dengan sendirinya. Meski dengan keras kita menyembunyikan, bila sudah takdirnya, agar semua orang tahu. Apa boleh buat?
Aldo merogoh ponselnya di saku. Banyak sekali pesan serta panggilan yang tidak Aldo terima dari Rani. Aldo membalas pesan dari ibunya. Seharusnya Aldo memberitahu mengenai Alsya saat ini. Namun, Aldo sendiri bingung. Satu sisi menjaga amanah dari Alsya, dan satunya adalah ibu kandung, yang memang seharusnya tahu mengenai putra putrinya. Apalagi ini jauh dari dekapannya.
Tidak lama setelah Aldo membalas pesan. Ponselnya bergetar. Untung saja ponselnya di heningkan. Bila tidak, mungkin tidur Alsya akan terganggu.
Assalamu'alaikum. Bang!
Waalaikum'salam. Yah, ada apa ian?
Bang! Alsya tidak kenapa-kenapa kan? Kami di sini sedang menunggu informasi selanjutnya mengenai Alsya dari abang.
Kau di sana dengan siapa?
Billy, Rahma terus Aldo.
Oh.. Alsya baik-baik aja. Cuma kelelahan. Di sana gak usah khawatir. Ada abang yang jagain.
Bohong Aldo. Nyatanya tidak baik, Alsya saat ini. Aldo tidak mau orang lain yang jauh di sana, mencemaskan Alsya. Bukannya tidak berperasaan karna tidak memberi tahu. Tentu saja ingin sekali, tetapi Aldo juga memikirkan apa yang nantinya terjadi. Takut, bila Dian serta Billy bersama anggotanya menemui Alsya. Contohnya seperti sewaktu Alsya pergi tanpa memberi tahu mereka terlebih dahulu. Dengan keras kepalanya mereka menyusul. Apalagi ini, bisa di bilang Alsya terbaring di blangkar, sebab anggota dari salah satu Cam.
Aldo mengetahuinya semua, tanpa Trian beritahu. Terlihat waktu kedatangan Zein, yang memang di segani oleh orang. Mereka terdiam dengan menunduk. Ada wajah-wajah yang begitu mencolok, wajah ketakutan, keringat dingin yang terus membanjiri tubuhnya. Aldo tidak tahu perempuan itu anggota dari Cam atau hanya singgah saja. Intinya, semua mengarah pada Cam. Tidak pernah di biarkan, bila memang salah satu dari mereka menyakiti Alsya. Akan Aldo urus sampai kapanpun itu. Pertanggung jawaban itu harus. Itulah prinsipnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBIT
Teen FictionAlsya Fresinca gadis yang telah merasakan kehancuran sejak dirinya berumur 6 tahun. Menyaksikan semua dengan kedua matanya. Tentang pertengkaran, permasalahan yang keluarganya alami, kekerasan. Bahkan kehilangan cinta pertamanya, ayah. Semua itu men...