Karna bahagia itu, sederhana.
_AlsyaFresinca_
°°°
Penat sekali, matanya perih. Sejak tadi dia hanya berkutip di hadapan laptop tanpa beranjak sedikitpun. Jam sudah menunjukkan pukul 23:00.
Dan tugas belum juga terselesaikan. Lelah sekali, Alsya tidak kuat lagi. Matanya tidak untuk terbuka tetapi tertuju untuk menutup dan tertidur. Beginilah, Alsya memaksakan diri atas pekerjaan orang lain, untung saja dirinya tidak ada pekerjaan. Jadi tidak perlu cemas untuk menghadapi hari besok.Terkadang ada baiknya, saking banyaknya tugas sampai lupa pada keadaan. Yang biasanya hanya duduk di pojok kamar dengan kegelapan. Mengingat, mengulang, memutar kembali ke belakang perjalanan Alsya dahulu. Tetapi meski begitu tetap saja Alsya membenci Dian. Tidak ada untungnya sama sekali, yang lebihnya sangat merepotkan orang lain.
Arghhh shit!!!
Geram Alsya sembari mengacak-acak rambut panjangnya. Banyak ucapan yang tertuju pada ketua osis gila itu. Batinnya berbicara tidak ada yang terbaik pada Dian. Hanya ada keburukan dan keburukan. Alsya sangat membenci Dian. Kalo tidak karna ibu, Alsya tidak akan melakukan ini semua.
Lelaki itu yang berani mengatur dan mengancamnya. Alsya merasa di perbudak olehnya.
Notifikasi masuk..
Alsya melihat siapa yang mengirimkan pesan malam-malam begini. Tertera AN Billy. Pesan untuknya sangatlah panjang. Terkadang Alsya merasa kasian pada Billy yang terus saja mengikuti Alsya, melindungi Alsya, bahkan memberikan perhatian pada Alsya. Itupun setiap hari Billy lakukan.
AN Billy
Sya kenapa tadi tidak datang ke taman belakang. Sejak tadi aku menunggumu di sana. Apa kamu merasa risih setiap hari aku mengganggumu Sya? Kalo memang benar begitu maafkan aku. Aku tidak bermaksud begitu. Sungguh.
Alsya bingung akan membalas apa. Sepertinya dia terjebak dalam hal sepele seperti ini. Menghela nafas berat. Jarinya mengetik sesuatu.
Tadi banyak tugas. Maklumi.
Kembali lagi meneruskan pekerjaan. Satu menit, dua menit, tiga menit, telah berlalu. Sudah cukup Alsya lelah. Dirinya ingin mengistirahatkan raganya. Tidak peduli lagi pada tugas. Terserah besok, ketua osis gila itu akan berbuat apa padanya. Sebelum tidur Alsya melihat ponsel nya dari sejak tadi notifikasi masuk.
Aku tunggu di tempat biasa oke Sya. Kita berangkat barengan.
Alsya hanya membacanya saja tanpa berniat untuk membalas. Toh setiap hari juga suka barengan. Billy sendiri sudah tahu pukul berapa Alsya berangkat jadi tidak perlu khawatir dengan semuanya.
Dan notifikasi dari Dian. Alsya tidak membukanya. Melihatnya saja sudah enggan. Apalagi membalasnya. Lebih baik sekarang tidur. Itulah yang Alsya tunggu-tunggu.
Ruang terang berubah menjadi gelap. Merasa sangat sejuk di kegelapan di bandingkan terang dengan sinar lampu. Sunyi membuat Alsya merasa nyaman. Dan yang paling nyaman itu kasurnya yang empuk dengan guling Black White nya itu. Aroma Vanila melekat pada semua barang yang di pakai Alsya. Sampai ruangan pun beraroma yang menenangkan. Itulah yang menjadi khas pada diri Alsya.
Hingga pada saatnya. Alsya masuk ke dalam dunia mimpi.
°°°
Keberangkatan Aldo tidak di ketahui oleh Alsya. Dia berangkat pagi buta, entah siapa yang mengantarkannya. Dan Alsya tidak terlalu memikirkan itu semua. Yang terpenting Alsya berdoa agar abangnya itu selamat dalam perjalanan.Alsya bersiap-siap terlebih dahulu. Mungkin Rani kerja bagian sesi pagi, terlihat dia telah mempersiapkan sarapan untuk kedua anaknya. Sebelum ke kamar mandi Alsya melihat keadaan Aditya, apa dia masih tertidur atau sudah terbangun dari tidurnya? Dan ternyata masih bergulat dengan guling serta selimutnya.
Seperti biasa mencolok-colok pipinya secara perlahan. "sekolah" ucap Alsya.
Aditya terbangun dari tidur lelapnya itu. "nanti aku sekolah dengan siapa kak, ibu sudah berangkat, sedangkan abang sudah tidak ada di sini. Didit males sekolah." keluhnya.
Aditya masih berumur 8 tahun. Dia adik Alsya satu-satunya, tentunya kebanggaan Alsya. Memang sangat menjengkelkan, tetapi lebih baik dengan Aditya di bandingkan dengan Aldo. Aditya sudah mengerti arti kemandirian, diam-diam Aditya menghasilkan uang sendiri, dari hasil kerja kerasnya yang selalu membantu sang nenek. Hingga uang itu terkumpul dalam buku tabungannya. Tidak sengaja Alsya melihat tabungan itu. Meski sedikit, tetapi Aditya sangatlah mandiri, apapun dia tidak pernah meminta pada ibu. Bila mana ada sesuatu yang ingin di beli, Aditya meminta pada Alsya.
"cepatlah, Sya akan anter Didit." ucap Alsya.
"serius kak, enggak bohong. Didit dulu yang mandi yah. Kak Sya belakangan aja." ucapnya yang langsung menghibaskan selimut hingga ke lantai.
Alsya menggeleng pelan melihat kelakuan adiknya itu, perlahan dia membereskan tempat tidur Aditya. Terlihat secarik kertas di bawah tempat tidur. Alsya membuka selembar kertas kecil itu. Harga baju serta jaket. Harga yang memang sangat tinggi menurut Alsya. Hanya barang seperti itu menghabiskan tiga ratus ribu dalam per hari.
Dengan cepat Alsya membawa kertas itu dan menyimpannya dengan baik. Ada permasalahan yang harus dirinya ketahui, Alsya sangat penasaran untuk siapa baju serta jaket itu.
Rumah tante Nisa yang harus Alsya datangi.
"kak Sya ayok cepat mandi, nanti kesiangan." peringatan Aditya.
Alsya langsung pergi dari kamar ibu. Mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah.
Hingga beres semuanya, sekarang Aditya bersama Alsya jalan kaki. Alsya mengantarkan Aditya terlebih dahulu ke sekolah. Cukup dekat jarak sekolah Aditya dan rumah. Sekalian Alsya bisa menunggu bus di depan sekolah Aditya.
"Sya!!" lagi-lagi Alsya terlupa pada Billy.
Laki-laki itu berlari kecil untuk menyamai langkah Alsya.
"yang ke sekian kalinya, kenapa tidak menunggu ku lagi Sya?" keluhannya.
Alsya melihat ke arah Aditya yang mengembangkan senyum manisnya untuk Alsya. "Kak Sya!! Gak papa kok Didit berangkat sendiri, sudah dekat ini kan sekolahnya. Kak Sya sama bang Billy, berangkat sekolah aja, nanti kesiangan."
"waiuuu haey broo, sejak kapan Didit di sini?" yang baru menyadari adanya Aditya.
"sejak abad ke seribu bang" jawab Aditya.
Billy tertawa. "bisa aja nii si Didit, yaudah biar bang Billy yang nganter Didit oke. Sya kamu tunggu sebentar di sini."
" biar Sya aja, dia tanggung jawab Sya."
"udah deket kok Kak Sya, bang Billy, gak usah Didit bisa sendiri juga" tolaknya.
Tidak ada kata penawaran, penolakan dan sebagainya. Billy menggendong Aditya secara perlahan dan berlari sangat cepat. "Sya tunggu aku di sana." peringatan Billy, ada ketakutan bahwa Alsya akan meninggalkannya lagi dan lagi.
"Bang!!!! Didit mau turun, huaaaa bang Billy!!!" teriak Aditya di belakang punggung Billy.
Tanpa di sadari Alsya menampakkan senyumnya, meski sangat tipis. Senang bila melihat Aditya bisa bahagia, harapan nya agar adiknya selalu mendapatkan kebahagiaan, tidak seperti Aldo dan dirinya, dahulu mengalami kehancuran. Dengan melihat adiknya merasa senang, tentu Alsya sangat bahagia. Karna bahagia itu, sederhana.
°°°
Vote&comennya oke. Harus yah ada jejak jejaknya. Wkwkw, author maksa ni;Vv
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBIT
Fiksi RemajaAlsya Fresinca gadis yang telah merasakan kehancuran sejak dirinya berumur 6 tahun. Menyaksikan semua dengan kedua matanya. Tentang pertengkaran, permasalahan yang keluarganya alami, kekerasan. Bahkan kehilangan cinta pertamanya, ayah. Semua itu men...