Kecemasan Aldo🍂

1.8K 118 3
                                    

Kemarahan sejak tadi di lontarkan pada teman-temannya. Tidak emosi bagaimana? Bukan Trian tidak ingin bertanggung jawab atas semuanya. Karna di sini, dia sebagai ketua Cam. Tentunya apa yang terjadi pada temannya atau anak buahnya itu. Trian juga akan ikut serta, lebih tepatnya terseret dalam permasalahan. Entah bagaimana dirinya menghadapi Aldo? Keluarga terpandang itu. Papahnya sendiri bersahabat dekat dengan Zein. Trian menatap ponsel di tangannya. Sudah pecah tidak terlihat. Bahkan ponsel tersebut, hidup juga tidak memungkinkan.

Sebenarnya siapa gadis yang terbaring seperti mayat itu? Trian, terus saja bergulat dengan pikirannya itu. Parasnya begitu cantik. Tetapi sayang, terlihat sangat pucat. Tatapannya tertuju pada gadis mayat itu.

Semua teman-teman Trian. Duduk dengan pemikirannya masing-masing. Alex serta pacarnya itu diam membeku, setelah mendapatkan pencerahan dari Trian.

"Saya sudah pernah bilang. Jaga ucapan serta tingkah laku kalian. Jangan selalu mempermalukan Cam. Orang lain menganggap kita sebagai perkumpulan yang tidak benar. Kita di sini punya tujuan. Bukan ketenaran serta derajat yang paling tinggi, kalian sombongkan. Bagaimana nanti urusannya dengan petua? Bila dia tau. Tingkah kalian ini sangat memalukan. Sudah terlewat batas. Ini masalah kecil. Karna kedatangan pacar Alex. Semuanya menjadi besar. Entah siapa gadis ini, saya sendiri tidak tahu. Yang intinya dia memiliki hubungan dengan keluarga Pernando." ujar Trian panjang lebar.

Sontak semua yang mendengar menatap Trian tidak percaya.

"Serius Bang? Keluarga Pernando?" tanya lagi salah satu dari mereka.

Trian mengangguk. "Tadi Aldo menelepon. Katanya dia sedang dalam perjalanan ke sini. Dia mungkin, akan membawa gadis mayat ini." ujarnya.

"Apa yang harus saya lakukan Bang?" tanya Alex. Terlihat begitu menyesali perbuatannya.

Trian mengangkat kedua bahunya pelan. Dirinya saja tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Gadis mayat ini penyebab dari semuanya. Bila tidak ada dia, mungkin tidak ada kejadian ini, sudah jalan takdirnya. Tetapi yang salah di sini tertuju pada pacar Alex. Dialah yang membuat keributan. Dengan melakukan kekerasan. Hingga gadis mayat ini memiliki luka lembam di pipinya.

°°°

Suara mesin mobil, membuat mereka menatap dua orang yang keluar dengan tergesah-gesah. Zein serta Aldo menatap tajam dengan segala kecemasan yang terlihat. Trian hanya tersenyum menghadapinya. Dia sendiri tidak tau harus berkata apa? Melakukan apa? Hanya diam terpaku. Menunggu lontaran kata yang akan mereka berdua ucapkan.

Zein mencium gadis itu dengan kecemasan. "Hey sayang. Bangunlah. Ini ayah." ujarnya perlahan.

Semua orang memandang mereka berdua tidak percaya. Trian sendiri yang memang tetanggan dengan keluarga Pernando. Baru tahu, bahwa Zein memiliki putri. Ini adalah anak kandungnya. Sodara kandung dengan Aldo, dari istri Zein yang pertama.

"Yah!! Cepat gendong Alsya. Kita secepatnya bawa dia kedokter." ujar Aldo mengingatkan.

Zein mengangguk. Dia menggendong putrinya, memasuki mobil.

"Bang!! Saya ikut." ujar Trian.

Aldo hanya mengangguk. Dan memberi kode, agar cepat-cepat naik. Setelah berada di dalam mobil, mereka pergi secepatnya. Aldo tidak segan untuk menancap gas di gang, hanya satu mobil yang bisa masuk padahal. Rumah sakit Aldo lewati dengan begitu saja.

"Aldo!!! Apa yang kau lakukan hah? Alsya butuh pengobatan. Mengapa kau melewati rumah sakitnya?" bentak Zein.

Aldo tidak memberikan penjelasan pada Zein. Aldo hanya ingin perawatan Alsya, yang benar-benar nyaman serta baik. Terutama kenyamanan Alsya tersendiri.

Percuma saja Aldo jawab. Dirinya tidak mungkin membongkar segalanya. Penyakit Alsya yang memang sudah kronis. Aldo sendiri memiliki amanah dari Alsya. Zein sendiri terlihat ingin tahu, dia curiga hal apa yang putranya sembunyikan. Sejak tadi hanya diam saja. Bukan berarti Zein tidak peduli. Karna inilah yang seharusnya Zein lakukan.

"Bang!! Rumah sakit yang dekat saja terlebih dahulu. Bila sudah di tangani, dengan cepat kau memindahkannya ke rumah sakit yang memang perawatannya sangat komplit. Kita tidak tahu kondisi dia parah atau tidaknya. Kalo sudah di tangani. Insyaallah kita sedikit lega bang. Dia terlihat begitu pucat, layaknya mayat." ujar Trian. Dia duduk di belakang dengan memegangi Alsya. Tidak sengaja, tangan Trian mengelus pelan Rambut Alsya.

Pemikiran Aldo sangatlah tidak jernih saat ini. Dia menginjak rem dengan spontan. Membuat Zein bahkan Trian kaget kepalang. Trian memegangi Alsya erat agar tidak terjatuh. Untung saja di belakang tidak ada kendaraan lain. Kalo saja ada, kecelakaan beruntun pasti terjadi.

"Turunn!!!" bentak Zein.

Aldo memjambak rambutnya prustasi.

Arghhh.

Saat ini Zein mengambil alih mobil tersebut. Berputar balik untuk pergi ke rumah sakit yang Aldo lewati tadi. Emosi, sedih, cemas, berkumpul menjadi satu.

Telepon berdering.

Aldo hanya menatap ponsel itu tanpa menerimanya. Ibunya menelepon. Aldo tidak ingin membuat ibu khawatir akan keadaan Alsya saat ini.

"Rani?" tanya Zein.

Hanya deheman yang Aldo respon.

"Angkatlah!! Kasih tahu keadaan Alsya sekarang ini. Dia harus tahu."

Aldo menggeleng cepat. "Tidak usah urus keluarga ku di sana, baik ibu bahkan Aditya sekalipun. Kau tidak tahu apapun tentang keluarga kecil kami. Jadi diamlah!! Percepat melajunya. Alsya butuh penanganan." ujarnya begitu dingin dan menohok hati tentunya. Inilah Aldo yang sebenarnya. Dingin. Sifat dulu kembali melekat. Beberapa tahun dia berusaha berubah. Persinggahan baru, serta hidup baru, dan perilaku baru. Everythink new.

Zein mengembuskan nafas. "Perlakuanmu Aldo." mengingatkan.

Aldo membuang muka. Tidak peduli dengan perlakuan dirinya. Dia tidak bisa memiliki dua sifat kepribadian. Terkadang baik bak malaikat, terkadang jahat bak setan. Seperti itulah.

Mobil memasuki  parkiran. Secepat mungkin. Aldo menggendong Alsya, agar dapat penanganan secara cepat. Entah apa yang akan terjadi? Pikiran Aldo terus tertuju pada hal negatif, yang akan terjadi di lain waktu. Kondisi Alsya yang semakin hari semakin melemah. Membuat Aldo seakan-akan menyerah untuk menghadapinya.

"Shitt!! Benci pikiran ini" batin Aldo.

Kini mereka bertiga berada di depan ruang UGD. Zein yang tidak bisa diam. Menunggu kabar mengenai putrinya. Aldo yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Dan Trian sendiri menunggu dengan penuh harapan. Semoga kabar yang di beri tahu dokter nanti adalah kabar baik.

Trian merogoh sakunya, mengambil ponsel dan memberi tahu. Bahwa dirinya  di rumah sakit sedang menunggu kabar. Trian tidak memerintah mereka untuk pergi ke rumah sakit. Hanya memberi tahu saja.

Mungkin dirinya. Seminggu atau lebih, akan berurusan dengan keluarga Pernando. Karna, masalah ini tentunya tidak akan Zein atau Aldo biarkan begitu saja. Anaknya terluka. Luka lembab itu tidak mereka tanyakan karna apa? Tetapi lain waktu mereka akan bertanya. Pada saat itulah, Trian menjelaskan semuanya. Trian yakin, bila sudah berurusan dengan keluarga Pernando. Tidak ada yang bisa lepas hingga semuanya terselesaikan. Keluarga itu sangatlah tegas. Pertanggung jawaban mereka junjung tinggi-tinggi. Terlihat sangat biasa saja. Namun, bisa di cirikan. Diam mereka adalah kematian bagi seseorang yang berurusan.

°°°

BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang