"Rose memilih dicintai atau mencintai?"
Rose tersenyum mendengar pertanyaan yang dilemparkan dari salah satu staff Vogue. sebenarnya ini adalah pertanyaan yang sedikit tricky. Bahkan semenjak melihat draft pertanyaan saat di ruang rias tadi rasanya ia ingin menyuruh staff Vogue mencoret pertanyaan itu darinya.
"Hm, it's actually a really tricky question and i actually hate it..."
beberapa staff yang ada di ruangan tertawa karna melihat ekspresi polos dari Rose.
"Banyak orang yang pasti lebih memilih untuk dicintai seseorang dibandingkan harus mencintai seseorang. Karna menurut mereka sekeras apapun batu, pada akhirnya akan hancur juga dengan tetesan air yang terus menerus mengalir. Mungkin sama halnya dengan hati? Berusaha menerima kehadiran orang lain terdengar lebih mudah dibandingkan memaksakan diri agar bisa masuk ke hidup seseorang yang tidak pernah mencintai kita sebelumnya.
Tapi jika pertanyaan ini dilemparkan ke aku, Sepertinya aku lebih memilih untuk mencintai seseorang dibandingkan harus dicintai oleh seseorang... Why?
Ya karena mencintai seseorang itu membahagiakan.. Simplenya begini dalam keadaan darurat, atau bahkan pada saat kita bahagia. Kita pasti selalu mengharapkan seseorang yang kita cintai agar bersama kita. Menemani kita atau merayakannya bersama kita. Atau jika salah seorang yang aku cintai dan orang yang mencintaiku sakit dalam waktu yang bersamaan dan aku harus memilih siapa yang harus ku jenguk terlebih dahulu? Sudah pasti aku akan menjenguk seseorang yang aku cintai. Karna aku tidak bisa membohongi perasaanku, untuk lebih mementingkan seseorang yang mencintaiku daripada orang yang kucintai, apalagi jika itu dalam keadaan darurat.
Kalau ada yang mengatakan orang yang kita cintai itu tidak mencintai kita balik dan rasanya sakit, mungkin yang kita rasakan itu bukan cinta, tapi hanya nafsu. Kalau kita mencintai seseorang dengan tulus maka tidak akan ada rasa sakit walaupun orang yang kita cintai tidak mencintai kita.
Namun tidak ada salahnya juga untuk mencoba mencintai orang yang mencintai kita. Karna antara dicintai atau mencintai bukan sesuatu yang buruk untuk dipilih. Semua hanya tergantung hati saja."
Rose menyelesaikan jawaban dari pertanyaan terakhirnya dengan tersenyum malu. Beberapa staff dibelakang kamera memberikan jempol kepadanya karna setuju dengan pemikiran gadis tersebut.
Begitu kamera di matikan menandakan sesi wawancara telah selesai Lisa langsung menghampiri Rose dengan tatapan mengejek meskipun diiringi dengan tepuk tangannya.
"Katanya pertanyaannya tricky? Tapi jawabnya pede banget... based on pengalaman pribadi kan?"
Rose menghembuskan nafasnya sambil menatap sinis Lisa, "Influencer... ngejawab pertanyaan harus berbobot baby" Rose mengedipkan matanya ke Lisa dengan genit.
"Idih.... btw, lusa jadi ke Toronto?" Tanya Lisa sambil memberikan naskah yang ada ditangannya kepada salah satu staffnya.
Rose mengangguk, "Iyaa, tapi kayaknya pesawat malam.. siang mau cari baju dulu buat dibawa kesana. Baju mesim semi aku gitu-gitu doang."
"Mau ngapain sih ke Toronto? Aku lupa deh." Ucap Lisa sambil membukakan pintu ruang rias yang digunakan untuk Rose tadi.
"Ayahku membuka bisnis disana, dia membuka cabang Okanagan Crush Pad Winery di Toronto. Sebenernya gak harus banget sih nyusul kesana, tapi kan lumayan aku free job selama 1 minggu jadi pengen ikut kesana sekalian jalan-jalan. Mau ikut?" Jelas Rose sambil melepaskan beberapa aksesoris yang tadi ia gunakan untuk pemotretan.
Lisa menggeleng, "Gak bisa dong, yakali aku ngambil cuti awal tahun gini..."
Rose menepuk-nepuk pundak Lisa pelan, "It's okay kita simpan aja cuti kamu buat liburan ke Switzerland nanti ya pertengahan tahun..."
KAMU SEDANG MEMBACA
SESSION 1997.
Fanfiction[COMPLETED] About Him being an Idol, and she as an Influencer. Open the playlist on spotify; Session 1997 [Start: 16 May 2020] [end at: 12 August 2020]