06

522 91 20
                                    

“Zi, pulang bareng?” Wei Ron yang baru keluar dari kelasnya menghampiri Yangzi yang berdiri tepat disamping pintu.

Zizi menghadap Wei Ron sumringah seraya menggelengkan kepala, “Nggak, hari ini Zizi dijemput Yeye.”

“Kok tumben?”

Sekali lagi Yangzi makin melebarkan senyumnya. “Iya, kita mau jenguk Mama. Wei Ron mau ikut?” tawarnya diakhir kalimat.

“Nggak deh, aku kebetulan diminta cepet pulang sama Mama. Lain kali aja ya.” Wei Ron mengusap lembut surai Yangzi, “Aku duluan deh kalau gitu.” sambungnya seraya melambaikan tangan.

Setelah itu Yangzi berlari kecil menuju gerbang, di sana sudah ada mobil hitam milik Kakek Xinle yang terparkir rapi. Yangzi mendekat lalu mengetuk jendela belakang kursi penumpang, tidak lama kaca pun terbuka dan menampakkan senyum cerah Kakek Xinle.

“Ayo masuk, nanti kita kesorean pulangnya.” lantas Yangzi mengangguk dan masuk ke dalam mobil duduk di samping Kakek Xinle.

“Zizi nggak sabar mau ketemu Mama, Ye. Zizi rindu banget sama Mama.” Yangzi tersenyum sembari melihat pemandangan luar dari jendela disebelahnya. Ya ampun, hari ini perasaan Yangzi bahagia dan seketika ia melupakan masalahnya dengan Chenle.

Dua puluh menit kemudian mereka telah sampai di pemakaman umum kota, sebelum masuk mereka menyempatkan untuk membeli sebuket bunga yang kebetulan tokonya buka disekitar pemakanan.

Yangzi memilih untuk membeli bunga mawar putih, pasalnya Kiara sangat menyukai bunga mawar putih semasa hidupnya dulu. Awalnya Kiara tidak menyukai bunga, tapi ketika Chenle meletakkan tiga macam bunga di lokernya semasa sekolah dulu, di lubuk hati Kiara yang paling dalam merasa langsung jatuh cinta dengan mawar putih yang merupakan salah satu dari tiga macam bunga itu. /Kalau lupa, baca lagi part 14 di book Presiden Chenle./

Semua berlanjut ketika Chenle dan Kiara menglangsungkan pesta pernikahan. Pada saat itu Kiara meminta tema pestanya di dominasi dengan mawar putih, kemudian berlanjut kembali ketika pesta anniversary mereka yang juga di dominasi dengan mawar putih. Selain itu, ketika Kiara ulang tahun pun salah satu hadiah yang Chenle berikan tidak lepas dari mawar putih.

Setelah membeli buket bunga, Kakek Xinle dan Yangzi langsung menuju ke makam Kiara. Makam keluarga terpandang seantereo kota maupun negara di desain berbeda, punya ciri khas sendiri. Ketika sampai di makam Kiara, Yangzi langsung bersimpuh di sebelahnya dan tidak lupa meletakkan buket bunga mawar putih yang telah dibelinya.

“Ma, Zizi kembali jenguk Mama. Maaf ya, Zizi lama udah nggak jenguk, pasti Mama kangen Zizi kan? Sama Zizi juga kangen Mama, kangenn banget.” Yangzi mengelus nisan yang bertuliskan nama Kiara, seorang perempuan yang pernah menampung Yangzi ditempat terhangat selama sembilan bulan dulu.

“Ma, Baba jahat sama Zizi. Marahin Baba ya, Ma, Zizi sebel.” suara Yangzi mulai bergetar, air sudah menggenang dipelupuk mata. Kakek Xinle yang berdiri di belakang Yangzi pun tersenyum haru, kadang kala ia tidak tega melihat cicitnya yang selalu menyimpan rindu besar untuk Kiara.

“Ma, Zizi butuh elusan dan pelukan Mama sewaktu Zizi sedih karena dimarahin Baba. Tapi Zizi nggak bisa apa-apa, Mama sudah tenang di sana dan nggak bisa balik lagi ke dunai untuk temani Zizi.” air mata Yangzi sudah menetes, ia mencengkram kuat nisan Ibunya. Kakek Xinle yang memperhatikannya pun ikut bersedih dan menangis penuh haru.

“Walaupun Zizi kangen sosok Mama dihidup Zizi, Zizi nggak akan pernah gantiin posisi Mama di keluarga Zhong dengan wanita lain. Zizi nggak sudi, Mama Zizi cuma Mama Kiara.” Yangzi makin sesenggukan, telapaknya yang tidak sengaja menyentuh tanah makam diusap ke pipinya yang penuh air mata tanpa sadar. Akhirnya wajah Yangzi pun penuh dengan tanah yang bercampur dengan air mata, itu terlihat lucu.

Zhong Chenle: His Daughter ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang