21

280 48 3
                                    

Pagi-pagi sekali Yangzi sudah datang ke sekolah, tidak seperti jam biasanya. Pasalnya hari ini adalah hari ulang tahun Zhong Dai, semua ada 10 lomba, sekaligus hari pengumumannya menghias kelas. Yangzi dan teman-temannya yakin bahwa tema fancy ini akan meraih kemenangan.

Karena sekarang hari spesial Zhong Dai, seluruh yang bersangkutan akan datang dan menyaksikan lomba kesenian hingga olahraga. Pertandingan antar kelas untuk olahraga seperti sprint, lari estafet, senam lantai, gymnastic, dan renang di gedung olahraga Zhong Dai.  Untuk lomba kesenian dan akademik seperti cerdas cermat, debat bahasa Inggris, musikalisasi puisi, menyanyi, dance dan membuat cerpen. Untuk basket yang dilaksanakan outdoor itu bukan perlombaan, Zhang's Highschool hanya sebagai tamu undangan. Mungkin ini akan selesai pada sore hari, setelah itu para murid diberi waktu istirahat sampai petang yang dilanjut dengan pentas perayaan hari ulang tahun Zhong Dai. Malam nanti akan dilaksanakan pentas yang menampilkan dance, band sekolah, dan drama musikal. Akan banyak tamu undangan malam nanti, dari direktur berbagai sekolah hingga muridnya.

Chenle yang super sibuk itu akhirnya meluangkan waktu untuk satu hari ini, dia akan datang ke Zhong Dai untuk menyaksikan meriahnya perayaan ulang tahun Zhong Dai. Tidak hanya itu, kakek Xinle juga ikut, tentunya para Bobo kesayangan Yangzi juga ikut.

Untuk pembukaan, dimulai dengan pengumuman pemenang menghias kelas itu. Dan seperti yang disangka-sangka, kelas Yangzi-lah yang memenagkannya. Tema fancy ini memang benar-benar hoki, Yangzi jadi berencana untuk merayakan kemenangan besok di mansionnnya, hanya perjamuan biasa. Mengundang teman sekelasnya bukan ide buruk, kan?

“Aku bilang juga apa, tema fancy yang dibawa kelasku ini pasti menang. Memang nggak cocok buat Wei Ron yang kuno dan kuper, makanya bikin sakit mata, kan?” putri Chenle itu bersedekap dada dengan senyumnya yang tidak kunjung pudar. Mereka sudah duduk di kursi tribun gedung olahraga Zhong Dai untuk menyaksikan perlombaan olahraga antarkelas yang sebentar lagi akan di mulai.

Wei Ron berdecak, merotasikan bola matanya jengah. Iya-kan sajalah untuk Yangzi, kalau tidak anak manja ini akan mencak-mencak. “Ya, aku akui memang kelas kalian menang, tapi selera kalian terlalu alay, hi-per-bo-la,” sahut Wei Ron tak mau kalah.

Belum membalas ucapan Wei Ron, fokus Yangzi teralihkan ke samping kirinya. Kursi tribun yang tadinya kosong itu sekarang telah terisi oleh tubuh jangkung Fan lan. Oh iya, dua murid kebanggan Zhong Dai itu sudah mulai berdamai akhir-akhir ini, namun bukan berarti ucapan julid dan ketus Yangzi untuk Fan lan juga turut hilang. Itu-tidak-akan-terjadi!

“Nah, ini Fan lan udah datang. Gimana? Nyesel kan kamu nggak masuk ke kelasku, salah kamu dulunya malah pilih kelas lain.” kini Yangzi malah beralih menyindir Fan lan.

Dalam hati Fan lan berdecak, baru saja duduk, sudah disajikan sindiran halus si tuan putri.

“Kita, maksudku teman kelasku, menghias kelas itu just for fun, bukan untuk bertanding. Syukur-syukur kalau menang, sih,” balas Fan lan santai.

Yangzi tersenyum mengejek, “Nyatanya? Kelas kamu kalah, kan? So-soan just for fun segala. Alibi ya, biar nggak keliatan malu pas kalah, heum?” kapan, sih, Yangzi mau mengalah dalam berdebat? Sampai laut mengeringpun tidak akan pernah terjadi. Yangzi ya Yangzi, tidak mau dikalahkan.

“Iya-in,” ujar Wei Ron dan Fan lan bersamaan. Wajah mereka datar menatap lurus ke depan, ke arah lapangan yang masih dikerubungi peserta lomba gymnastic yang masih melakukan persiapan.

Yangzi menatap dua laki-laki itu bergantian, kemudian berdecak dan membanting tubuhnya ke kursi tribun—di tengah-tengah Wei Ron dan Fan lan—lalu ikut menatap ke arah lapangan dengan wajah cemberut.

Belum lama mereka bertiga menyaksikan lomba gymnastic yang berlangsung—mungkin sekitar dua puluh menit—terdengar suara pengumuman agar peserta cerdas cermat dari tiap kelas segera berkumpul ke aula utama. Yangzi dan Fan lan merupakan perwakilan dari kelas mereka masing-masing, kini dua orang itu bersaing untuk kesekian kalinya.

Wei Ron melirik adik tingkatnya itu, “Bersaingnya pake otak, ya, yang santai aja. Kalau yang kalah sampai ketahuan nangis, bakal aku ketawain,” celetuk Wei Ron. Entahlah, sekarang ini dia berfirasat bahwa Fan lan-lah yang akan memenangkan cerdas cermat itu. Yangzi cengeng, jika kalah otomatis si tuan putri itu akan merengek dan berujung menangis.

Yangzi balas melirik tajam, ia berdecih atas ucapan saudaranya itu. “Baik-baik di sini, nggak usah ke aula, nanti fokusku buyar gara-gara liat wajahmu.” rahang bawah Wei Ron nyaris menyentuh tanah rasanya, mendengar pernyataan adik saudaranya itu. Jika dilihat-lihat, makin kesini Yangzi makin berani saja.

Kini Wei Ron sendirian, dua kursi tribun di sampingnya kosong. Dia menghela napas panjang, kembali menonton lincahnya para peserta gymnastic—para adik tingkatnya—sedang beraksi.

Lain sisi, Yangzi dan Fan lan asik berdebat selama perjalanan ke aula. Sebenarnya lebih banyak Yangzi berceloteh, tidak memberikan Fan lan kesempatan untuk berbicara. Lagi pula, Fan lan tidak mau menanggapi celotehan gadis dengan tinggi sedadanya itu, dari belakang hanya menatap jengah punggung Yangzi.

Dug!

“Aws...” Yangzi menunduk sembari menyentuh pelipisnya yang baru saja terhantam bola basket.

Bola itu terlempar dari arah lapangan basket, tepat di sebelah kanan lorong yang mereka lewati. Fan lan yang terkejut spontan menoleh ke lapangan basket yang dipenuhi anggota tim basket Zhang's Highschool.

“Huaaa sakit, Fan lan!” Yangzi menatap Fan lan memelas, sontak si pria jangkung itu mendekat dan mengecek keadaan pelipis Yangzi. Terlihat warna kebiruan di sana, sepertinya mereka harus berbelok ke UKS terlebih dahulu.

“Aduh, aduh ... Aku mau pingsan, pingsan...” Yangzi kini berlagak lemas, Fan lan yang melihatnya pun memutar bola matanya jengah. Di saat kesakitan begini, anak itu malah mendrama.

Tiba-tiba pria setinggi Fan lan datang lalu menyentuh pelipis Yangzi seraya berkata, “Maaf, sakit, ya?”

Yangzi langsung menepis tangan orang asing itu, matanya memicing sinis. “Ngapain pegang-pegang? Modus! Lagi pakai tanya sakit atau nggak, ya jelas sakitlah!”

Pria dengan seragam tim basket Zhang's Highschool itu menyengir kikuk, mengelus tengkuknya. Dia melirik ke arah Fan lan, lantas Fan lan pun menaikkan sebelah alisnya.

“Pacarnya, ya?” tanyanya sembari menunjuk ke arah Yangzi yang masih menatap nyalang.

Mereka berdua terbelak, lantas Yangzi kembali memarahi pria itu. “Apa, sih! Sok kenal banget tanya-tanya kayak gitu. Udahlah sana pergi!” Yangzi mengibaskan tangannya, mengusir pria asing itu.

Pria itu meringis, “aku pikir kalian kenal aku, hehe,” katanya seraya terkekeh kaku di akhir kalimat.

Yangzi berkacak pinggang, menaikkan sebelah alisnya, “Kenal? Ketemu aja baru kali ini!”

“Kalian lupa? Kita pernah jadi peserta lomba beberapa bulan yang lalu.” pria itu kekeuh.

“Zhang Han han?” celetuk Fan lan. Si pria berseragam basket itu menerbitkan senyumnya.

“Aku kira kalian benar-benar lupa,” katanya.

Mendengar itu Yangzi makin meradang, ia masih dendam karena tidak bisa memenangkan lomba itu. “Nggak ada urusan lagi, kan?” lantas Yangzi langsung menarik Fan lan melanjutkan langkah mereka. Lagi pula cerdas cermat akan dimulai sebentar lagi.

Seiring makin menjauhnya punggung Fan lan dan Yangzi, Zhang Han han menerbitkan smirk nya. “let's play, Zhong Yangzi...

Tbc...

Maafkan saya lama tidak muncul /sungkem/

Maafkan untuk typo, enjoy!

Jember, 18 Desember 2020.

Zhong Chenle: His Daughter ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang