"Kau tak akan pulang? Sudah hampir seminggu kau terus berlatih hingga larut malam. Kita bahkan tak memiliki jadwal konser dalam waktu dekat."
Ujar Rose yang hendak meninggalkan aula tempat mereka berlatih. Joy menghentikan permainannya dan menatap Rose sejenak.
"Aku tak ingin pulang lebih awal."
"Kenapa?"
"Karena aku akan bertemu dengannya."
"Siapa?"
"Saudaraku."
Rose mengerutkan kening bingung. Ia mengurungkan niatnya untuk pulang dan memilih berjalan menghampiri Joy kemudian duduk di sebelahnya.
"Memangnya kenapa dengan Sooyoung? Kalian bertengkar?"
"Ya."
"Dan biar aku tebak. Kau yang membuat kesalahan."
Terdengar helaan nafas pelan milik Joy dan tak lama gadis itu mengangguk pelan.
"Dan seperti biasa, kau enggan untuk meminta maaf."
"Ya."
Senyuman tipis terlukis di wajah Rose dan menggeleng heran.
"Joy, bukankah kau seorang kakak?"
"Apa maksudmu kakak? Umur kami sama."
"Ya, tapi kau lahir lebih awal. Bukankah kau selalu menyombongkan hal itu?"
"Itu benar. Dan apa maksud dari ucapanmu itu?"
"Bukankah sudah sewajarnya seorang kakak mengalah kepada adiknya? Terlepas siapapun yang bersalah."
Joy memutar bola matanya malas.
"Ini tidak sesederhana itu. Dia tak akan memaafkanku dengan mudah."
"Setidaknya kau sudah meminta maaf. Memaafkanmu atau tidak, itu hak Sooyoung. Yang terpenting kau sudah berusaha menjelaskan permasalahanmu."
Joy terdiam mendengar pernyataan rekannya itu. Tak mungkin ia mengatakan secara gamblang pada Sooyoung alasan ia berbohong mengaku tidur dengan Jaehyun. 'Aku sengaja berbohong karena aku tertarik pada kekasihmu dan ingin merebutnya darimu.' Kalimat seperti itu hanya akan memperkeruh suasana, pikir Joy.
"Joy? Kau masih mendengarkanku?"
Joy kembali menatap Rose dan tersenyum kikuk. Gadis itu pun mengangguk pelan sebagai jawaban. Rose turut tersenyum dan menepuk pelan pundak gadis itu.
"Aku harus pergi sekarang. Jangan pulang terlalu larut. Jalanan sedikit sepi akhir-akhir ini."
Ujar Rose dan bangkit dari duduknya kemudian berlalu meninggalkan Joy yang masih terduduk di posisinya. Gadis itu kembali menghela nafas pelan dan menopang dagunya di badan cello.
-
"Bagaimana kakimu?"
"Dari mana kakak tau jika aku cedera?"
Tanya Sooyoung yang bingung dengan pertanyaan Sehun. Mereka kini tengah berada di sebuah kafe dekat studio tempat Sooyoung berlatih.
"Aku mendengarnya dari Seohyun."
"Ah benar, kalian bersahabat."
"Jadi bagaimana? Apakah kau sudah berobat?"
Bukannya menjawab, Sooyoung hanya mengedikkan bahunya dan kembali meminum hot green tea miliknya.
"Bukankah kau harus segera berobat? Seohyun bilang cederamu cukup serius."
"Aku tau."
"Dan kau masih belum berobat?"
"Aku hanya belum menginginkannya."
"Pergilah denganku."
"Kemana?"
"Berobat."
Sooyoung mendengus sebal mendengar jawaban Sehun. Sementara pria itu memberinya tatapan serius.
"Aku bersungguh-sungguh. Jika kau mau, aku bisa menghubungi dokter kenalanku untuk memeriksamu saat ini juga."
"Jangan berlebihan kak. Ini tidak separah itu."
"Tetapi jika terus dibiarkan akan semakin parah. Besok pagi aku akan menjemputmu. Tidak ada penolakan."
Sooyoung hanya memilih diam tak menanggapi pernyataan Sehun. Ia tau jika pria itu sangat keras kepala. Membantah tak akan mengubah apapun.
Dan benar saja, keesokan harinya tepat jam delapan pagi Sehun telah berada di kediaman keluarga Park. Bahkan saat Sooyoung masih tenang di dalam alam mimpinya. Gadis itu mendengus pelan begitu melihat keberadaan Sehun di lantai bawah. Ia berjalan kembali ke dalam kamar untuk bersiap-siap.
Disaat yang bersamaan, Joy berjalan menuruni tangga hendak ke dapur. Langkah gadis itu terhenti begitu ia melihat Sehun yang kini juga menatapnya. Setelah berdiam beberapa saat, gadis itu memilih untuk melanjutkan langkahnya mengambil minuman dan kembali menaiki tangga menuju kamarnya.
Saat Joy hendak masuk ke dalam kamar, pintu kamar Sooyoung terbuka menampilkan gadis itu yang telah berdandan rapi kini. Joy mengerutkan kening dan menatap Sooyoung curiga. Sementara gadis itu seolah enggan menatap keberadaan Joy dihadapannya.
"Jadi sekarang kau dengan Sehun?"
Pertanyaan singkat Joy berhasil membuat langkah gadis itu terhenti. Sooyoung berbalik dan menatap saudara kembarnya, menunggu kalimat selanjutnya yang akan ia ucapkan. Joy menoleh dan menatap Sooyoung dengan tatapan menelisik.
"Apakah sekarang aku bisa memiliki Jaehyun?"
"Memiliki?"
"Bolekah aku memilikinya?"
Sooyoung menatap geram pada Joy. Ia berjalan mendekat hingga kini berada tepat dihadapannya.
"Jaehyun bukan barang yang bisa kau miliki atau kau buang sesuka hatimu."
"Tapi kau membuangnya seperti barang."
Sahut Joy dengan nada mengejek. Memperhatikan Sooyoung yang kini mengepalkan kedua tangannya.
"Soo Jeong, dari dulu aku selalu memiliki pertanyaan dalam benakku."
Joy terdiam menunggu kelanjutan kalimat yang akan saudaranya ucapkan.
"Apa kau memang tidak tahu malu? Apa menjadi murahan adalah konsep hidupmu?"
"Apa?"
"Aku pikir setidaknya kau akan merasa bersalah kepadaku setelah apa yang terjadi. Tapi ternyata aku terlalu naif."
"Untuk apa aku meminta maaf? Memangnya apa salahku? Pria itu bahkan bukan suamimu."
Sooyoung kembali tak habis pikir dengan perkataan Joy. Enggan untuk melanjutkan perdebatan mereka, gadis itu pun memilih untuk menyingkir. Meninggalkan Joy yang masih memandang sinis kepergiannya.
~~~
Guys cerita ini terlalu flat kah?
Apa mau langsung aku cepetin ke konflik utama? Dan setelah itu langsung ke penyelesaiannya trus tamat deh 😬
KAMU SEDANG MEMBACA
Affairs With My Sister's Boyfriend [END]
Fanfiction{FANFICTION} Kita bermain api tanpa tau cara untuk memadamkannya. Saling mempermainkan satu sama lain. Dan akhirnya saling terluka.