Ada yang masih nungguin cerita ini? Menurut kalian alurnya ngebosenin gak sih?
Terlalu lambat yah?
Atau mungkin konfliknya terlalu bertele-tele?
Langsung aja yuk dibaca 😘***
Joy terbangun dari tidurnya. Ini sudah seminggu sejak gadis itu selalu terbangun dari tidurnya saat sang fajar belum memancarkan sinarnya. Gadis itu berlari kecil menuju wastafel di toilet kamar. Memuntahkan isi perut untuk membuatnya merasa lebih nyaman. Layaknya wanita hamil pada umumnya, Joy juga mengalami yang namanya morning sickness.
Setelah merasa lebih baik, Joy membasuh wajahnya beberapa kali dan menatap pantulan diri pada cermin. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan. Gadis itu pun melangkah keluar dari toilet dan berjalan menuju ranjang. Mendudukkan diri di tepi ranjang miliknya.
Joy memegangi perutnya yang terasa tak nyaman. Ia meraih ponsel dan menyalakannya. Dilihatnya jam masih menunjukkan pukul empat dini hari. Joy mendengus sebal dan meletakkan kembali ponselnya kemudian merebahkan diri. Berusaha untuk kembali terlelap.
Namun saat ia nyaris terlelap, suara notifikasi pesan kembali membangunkannya. Joy menoleh kearah ponsel dan kembali meraihnya. Membaca sebuah pesan dari Jaehyun.
Jaehyun
Besok di cafe dekat teater || 04:46
jam 11. Ayo kita bertemu.Joy meletakkan kembali ponselnya dan menatap langit-langit kamarnya.
"Kau juga tidak bisa tidur yaa.."
Gumam gadis itu kembali terpejam.
Di rumah yang sama namun kamar yang berbeda, Sooyoung terduduk di kursi menghadap pintu balkon. Memandang lurus kearah luar melalui pintu kaca yang transparan, memperlihatkan suasana yang masih gelap gulita. Gadis itu menaikkan kedua kakinya keatas kursi dan memeluk kedua lututnya.
Sooyoung, gadis itu tak bisa tidur selama berhari-hari. Ia hanya sibuk mengurung diri di kamar dan hanya keluar sesekali untuk makan atau pergi menemui Sehun. Entah sudah yang keberapa kalinya, Sooyoung hembali menghela nafas pelan. Ia semakin mempererat pelukannya pada lutut dan mulai membenamkan wajahnya.
Apakah ia menangis? Jawabannya tidak. Sudah beberapa hari ini Sooyoung ingin menangis. Tapi kantung air matanya seolah mengering. Tak ada buliran bening yang keluar dari pelupuk matanya.
Setiap dini hari, ia selalu mendengar suara Joy yang memuntahkan isi perutnya. Ia merasa iba, biar bagaimanapun Joy adalah saudaranya. Namun gadis itu enggan untuk mendekat, ego dan amarahnya tak kunjung surut.
-
Jaehyun melangkahkan kakinya memasuki sebuah cafe. Ia mengedarkan pandangannya hingga mendapati sosok Joy yang tengah terduduk di sudut ruangan. Tatapan mereka bertemu dan keduanya terdiam beberapa saat hingga Jaehyun kembali melanjutkan langkahnya. Pria itu terduduk dihadapan Joy, memandangnya begitu lekat.
"Menikahlah denganku."
Ucap Jaehyun pelan namun dapat Joy dengar dengan jelas. Gadis itu membelalakkan matanya tak percaya. Sementara Jaehyun terdiam beberapa saat.
"Biar bagaimanapun, memang benar jika aku yang menidurimu."
Jaehyun kembali terdiam, menggantung kalimatnya. Ia menarik nafas panjang dan kembali menghembuskannya. Mata pria itu kembali menatap Joy yang kini hanya dapat terdiam dengan raut wajah terkejut.
"Anak itu, aku tak bisa membiarkan kau menggugurkannya. Ia tak salah apa-apa. Dan aku juga tak mungkin membiarkannya terlahir tanpa sosok ayah yang mendampingi."
"Jaehyun.."
"Sooyoung akan semakin membenciku jika aku melakukannya."
Joy terdiam begitu mendengar nama Sooyoung yang kembali pria itu ucapkan. Ia berdecih dan menatap Jaehyun tak terima.
"Sooyoung lagi? Mengapa kau selalu membawanya dalam percakapan kita?"
"Apakah itu penting sekarang Joy? Satu hal yang perlu kau ketahui."
Joy kembali menatap Jaehyun. Menunggu pria itu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Aku akan menjadi seorang suami dan ayah yang selalu ada untuk keluarganya."
"Dan?"
"Dan jangan berharap terlalu banyak kepadaku. Hanya itu yang bisa aku janjikan untukmu."
Joy hanya mengangguk pelan menjawab ucapan Jaehyun. Pria itu melirik kearah jam tangannya dan mulai bangkit.
"Aku harus segera pergi. Besok pagi aku akan berbicara dengan orang tuamu."
Pamit Jaehyun dan bergegas pergi meninggalkan Joy yang masih terdiam di posisinya. Gadis itu menghela nafas pelan dan menyeruput habis minumannya. Joy menatap perutnya cukup lama.
"Haruskah aku berterima kasih kepadamu? Ia datang padaku karena kau hidup di dalam rahimku."
Ucap Joy tersenyum manis sembari mengusap lembut perutnya yang mulai tampak berisi.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Affairs With My Sister's Boyfriend [END]
Fanfiction{FANFICTION} Kita bermain api tanpa tau cara untuk memadamkannya. Saling mempermainkan satu sama lain. Dan akhirnya saling terluka.