EPILOGUE: Love Letter

2.6K 220 42
                                    

Daejeon, 14 Februari

Halo? Ah, saya tidak pernah menulis seperti ini sebelumnya. Rasanya sangat canggung, seperti anak kecil yang menuliskan keluh kesahnya dalam buku harian.

Saat ini saya sedang di kantor, di ruang kerja saya. Jam makan siang saya berbeda kali ini. Sebelumnya, saya hanya akan pergi ke kantin bersama teman-teman sekantor dan membeli makanan yang hanya itu-itu saja. Tapi, di sini saya ditemani oleh bekal spesial yang dibuatkan oleh istri saya, Han Yeona.

Di sini, saya ingin menceritakan kisah kami. Kisah yang saya kira tidak akan pernah terwujud, hanya akan tersimpan rapi dalam memori dan terbungkus dalam debu.

Baru saja saya menghitung hari. Ternyata sudah 432 hari semenjak pernikahan saya dengan Yeona. Cukup lama, ya, ternyata? Waktu berjalan sangat cepat hingga saya tidak lagi ingat waktu.

Omong-omong tentang pernikahan, saya jadi ingat saat itu Yoonoh dan Gaeun bertengkar masalah siapa yang membawa cincin pernikahan dan siapa yang menabur bunga. Gaeun berikeras ingin membawa cincin, begitu pula Yoonoh. Suasana sangat kacau saat itu karena keduanya kompak menangis tepat 5 menit sebelum acara dimulai.

Beruntung saat itu Mark sigap, mencarikan kotak cincin cadangan di hotel tempat kami menikah dan menaruh cincin itu di kotak terpisah. Keduanya akhirnya mampu menguasai diri dan tidak lagi menangis.

Saya sempat cemas pernikahan kami mundur. Jika diingat-ingat lagi, pengalaman itu sangat lucu. Saya jadi tahu bagaimana rasanya panik di saat seharusnya saya gugup menghadapi sumpah pernikahan.

Hah, sampai detik ini, saya tidak pernah menyangka saya dan Yeona benar-benar menikah. Saya masih ingat dengan jelas ucapannya 5 tahun yang lalu di atas kapal sebelum kami berpisah.

Mari bertemu dan mencintai di kehidupan selanjutnya.

Saya sempat ragu. Di pikiran saya hanya ada bayangan kami kembali bertemu di saat semua mobil memiliki sayap dan kapsul robot bertebaran di mana-mana. Tapi, mungkin ucapan Yeona tentang 'kehidupan selanjutnya' kurang spesifik saat itu.

Ya, kehidupan selanjutnya pada kenyataannya adalah lembaran baru. Kami sudah kompak menutup lembaran hidup kami yang lama. Menggantinya dengan lembaran putih polos yang siap untuk diberi warna-warna yang indah.

Kini, setelah kami menemukan lembaran baru kami, ada banyak warna yang sudah tergores di sana. Mulai dari suka hingga duka. Ah, tapi lebih dominan suka karena saya selalu menyukai apapun yang menyangkut tentang Yeona.

Kehadiran Yoonoh dan Gaeun juga turut mewarnai lika-liku kehidupan baru kami. Dua bocah kecil itu bukan lagi menjadi sahabat, melainkan saudara. Saya tidak tahu kata apa yang bisa mendeskripsikan perasaan saya saat ini selain bahagia. Sangat bahagia. Bayangkan, hidup bersama malaikat dan dua malaikat kecil. Apa itu tidak menyenangkan?

Oh! Dan ada satu lagi calon malaikat yang kini berdiam di perut Yeona.

Saya jadi ingat ketika pertama kali Yeona mengalami morning sick-nya. Saat itu, saya sudah berangkat kerja. Di rumah hanya ada Yoonoh dan Gaeun saja, Ibu Boa sedang pergi ke supermarket untuk berbelanja.

Keduanya sangat panik dan menelpon saya dengan sesenggukan. Mereka pikir mommy-nya akan kehabisan cairan karena terus memuntahkan isi perutnya. Mendengar mereka panik tentunya membuat saya panik, tapi saya tidak bisa apa-apa. Apalagi saat itu saya ada pertemuan dengan walikota.

Saya hampir putus asa saat itu. Tidak pernah terpikirkan bahwa hal itu adalah ciri-ciri wanita hamil. Saya berpikir jika Yeona tengah dalam situasi darurat dan mengharuskannya pergi ke rumah sakit. Saya hampir kehilangan akal ketika tiba-tiba Yeona menelpon saya dan berkata, "Sayang, aku hamil."

REMINISCENCE - Jung Jaehyun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang