06

463 56 4
                                    

Hanbin POV

"Ais, jinjja.", kesalku.

"Nugu? Jihoon? Cih.", decihku.

Kenapa aku tidak merestui hubungan Yeji dengan Jihoon? Yah itu karena aku tidak ingin mereka memiliki hubungan sebelum aku menikah.
Aku hanya takut Yeji melangkahiku suatu saat nanti. Intinya aku ingin menikah lebih dulu sebelum Yeji. Karena memang begitu aturannya.

'Tok ... tok ... tok ...'

"Masuk", kataku.

"Sajangnim, ada undangan untuk anda.", kata Yeri yang tidak lain adalah sekretarisku.

Lalu, dia memberikanku undangan itu.

"Undangan apa?", tanyaku.

"Sepertinya undangan pernikahan, sajangnim.", jawabnya.

"Arra, gomawo.", kataku.

"Ne, kalau begitu saya permisi.", katanya lalu keluar dari ruanganku.

Setelah Yeri keluar, aku langsung melihat undangan itu.

"Mwo? Kim Jong In?", kejutku.

"Cih, dia ingin menikah lagi? Kupikir dia akan setia pada Dahyun tapi ternyata tidak.", kataku.

"Kim Dahyun, jika aku yang berada diposisi Jong In maka aku tidak akan semudah itu melupakanmu. Aku tidak akan pernah mau membuka hatiku untuk wanita lain. Aku seperti itu karena aku sudah berjanji pada Tuhan bahwa aku akan mencintaimu selamanya.", lanjutku yang kutujukan pada mendiang Dahyun.

"Tapi kau tidak perlu menyesal karena tidak memilihku saat itu. Kenapa begitu? Eoh, karena aku masih mencintaimu sampai detik ini. Kau tak perlu bersedih karena Jong In akan menikah lagi dan melupakanmu, karena aku tak akan begitu. Aku tak akan pernah melupakanmu. Aku janji.", lanjutku lagi.

Tapi tunggu, siapa calon istri Jong In? Kim Jennie?
Ais, aku kasihan padanya. Semoga saja dia tidak akan mengalami apa yang Dahyun alami.

Hanbin POV End

Jennie POV

2 minggu lagi, aku akan menjadi istri dari seorang CEO muda.
Apa aku bahagia? Ani, aku tidak bahagia sama sekali. Aku menikah dengannya karena aku sudah dijual oleh appa padanya.

Bahkan namanya saja aku masih belum tau.

"Baby, kajja kita pergi untuk fitting gaun pengantin.", ajaknya sambil ingin merangkulku.

Tapi, aku langsung menghindar.
Ani, sebisa mungkin jangan sampai kami bersentuhan. Aku hanya ingin disentuh oleh pria yang tulus mencintaiku.

"Wae? Kenapa kau menghindar?", tanyanya.

"Em, mian. Tapi kita belum menikah.", alasanku.

"Ah, aku paham.", katanya.

"Ok, kalau begitu ayo kita pergi sekarang.", katanya sambil berjalan lebih dulu.

Aku pun hanya bisa mengikutinya dari belakang.

|°•○●○•°□■□°•○●○•°|

"Cobalah, ini akan cocok untukmu.", katanya.

"Haruskah?", tanyaku.

"Tentu saja. Wae? Kau tidak suka?", tanyanya.

"Eoh, ini terlalu terbuka. Dan aku tidak terbiasa menggunakan pakaian terbuka.", jawabku.

Because of My DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang