30

296 53 1
                                    

Hanbin POV

"Hanbin-a.", panggil seseorang saat aku baru keluar dari kamarku.

"Eoh, wae?", tanyaku pada orang itu yang ternyata adalah Jennie.

"Aku ingin bicara padamu.", katanya.

"Hem, bukankah kita memang sedang bicara?", tanyaku.

"Ah, ne. Maksudku, ini penting.", katanya.

"Arra, bicaralah disini.", kataku.

"Eoh. Jadi begini, em ... aku setuju untuk menikah denganmu.", katanya.

Tunggu! Kenapa sekarang jantungku jadi berdetak secepat ini.

"Alasannya? Kau pasti ingin tau kan?", tanyanya.

"Jangan salah paham. Aku setuju menikah denganmu bukan berarti aku mencintaimu. Tapi aku ingin melakukan sesuatu untukmu, karena selama ini kau sudah menolongku bahkan sampai ke perceraianku dengan Jong In. Jadi aku ingin membantumu juga. Aku ingin membantumu agar lepas dari bayang - bayang Dahyun.", lanjutnya.

"Ah, begitu? Eoh, tenang saja. Aku tidak akan salah paham. Kau juga tau kan bahwa aku ingin menikahimu karena aku menyayangi anakmu bukan karena aku mencintaimu?", tanyaku memastikan.

"Hem, arra.", katanya.

"Tapi, kuharap saat kita sudah memilih untuk hidup bersama maka tidak ada kata berpisah.", kataku serius.

"Ne?", kejutnya.

"Wae? Kau keberatan?", tanyaku.

"Em, kupikir aku hanya akan membantumu untuk lepas dari bayang - bayang Dahyun saja. Setelah itu berhasil, kupikir kita akan berpisah.", katanya.

"Bukankah jika aku sudah bisa lepas dari bayang - bayang Dahyun maka aku akan terperangkap dalam bayang - bayangmu?", tanyaku.

"Yak! Kau ini bicara apa?", tanyanya salah tingkah.

"Em, lebih baik kita pergi ke meja makan sekarang. Aku dan ahjumma sudah menyiapkan sarapan.", katanya, lalu pergi begitu saja meninggalkanku.

Cih, dia sangat menggemaskan.

Hanbin POV End

Yeji POV

"Oppa, antarkan aku ke sekolah eoh?", kataku saat kami sudah selesai sarapan.

"Ais, shireo!", tolaknya.

"Yak! Oppa.", rengekku.

"Antarkan adikmu itu, Hanbin-a.", kata eomma.

"Eomma, kantorku dan sekolah Yeji tidak searah.", kata Hanbin oppa.

"Lagi pula, kenapa bukan Jihoon saja yang menjemputmu kesini? Bukankah dia sudah biasa menjemputmu?", tanyanya.

"Aku sengaja memintanya untuk tidak menjemputku hari ini.", kataku.

"Ya sudah, itu salahmu.", katanya.

"Ah, ayolah oppa. Antarkan aku kali ini. Sungguh, kali ini saja. Ini yang terakhir.", kataku meyakinkan.

"Bagaimana aku bisa percaya?", tanyanya.

"Ais, oppa harus percaya padaku. Jika aku bohong, aku bersedia untuk tidak mendapatkan uang saku selama sebulan.", kataku mantap.

"Hanya itu saja?", tanyanya.

"Eoh, memang kau ingin apa lagi?", tanyaku.

"Ah, jangan bilang kau ingin agar aku mengakhiri hubunganku dengan Jihoon?", tanyaku.

"Eoh.", jawabnya singkat.

"Yak! Oppa! Kau kan semalam sudah merestui hubungan kami? Kenapa kau berubah pikiran?", tanyaku kesal.

Aku ingin Hanbin oppa mengantarkanku ke sekolah untuk bertemu Jihoon. Aku ingin dia mengatakan di depan Jihoon bahwa dia sudah merestui hubunganku dan Jihoon. Tapi apa sekarang? Dia mempermainkanku?

"Eoh, Hanbin-a. Kenapa kau berubah pikiran? Kasihan adikmu. Dia sangat mencintai Jihoon. Jadi biarkan dia bahagia bersama Jihoon. Restuilah mereka.", kata eomma membelaku.

"Merestui hubungan mereka bukan berarti mereka akan menikah lebih dulu daripada kau.", lanjut eomma.

"Ani, aku hanya bercanda.", kata Hanbin oppa sambil terkekeh.

"Ya sudah, ayo. Aku akan mengantarkanmu. Aku juga akan bilang pada Jihoon bahwa aku merestui hubungan kalian.", lanjutnya.

Jinjja? Yak! Aku tidak sedang bermimpi kan? Iya kan?

"Oppa, cubit pipiku!", perintahku.

Aku hanya ingin memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi.

Dan saat itu juga, Hanbin oppa pun menyubit pipiku dengan keras.

"Yak! Appo!", teriakku.

"Kau yang menyuruhku untuk menyubit pipimu. Jadi jangan salahkan aku!", katanya.

"Pabo! Tapi kau keterlaluan, tadi itu sangat sakit.", kataku sambil mengusap - usap kedua pipiku yang di cubit oleh Hanbin oppa.

"Arraseo, mianhae.", katanya.

"Ya sudah, lebih baik kalian berangkat sekarang.", kata eomma.

"Ne, eomma. Kalau begitu kami berangkat dulu.", kata Hanbin oppa.

Lalu eomma dan Jennie eonni pun hanya tersenyum menanggapinya.

Tunggu! Tapi memang sedari tadi Jennie eonni itu aneh. Maksudku, sedari tadi dia terus tersenyum.
Apa dia baik - baik saja? Ani, maksudku apa dia sedang bahagia atau dia mulai gila karena terlalu pusing memikirkan perceraiannya dengan suaminya itu?

Yeji POV End
.
.
.
TBC.

Gimana part 30nya all? 😁
Jangan rame diawal aja ya, di part - part selanjutnya tolong ramein juga. 🙏
Ah iya, jangan lupa vote ya sebagai tanda kalian dukung aku. 🙏🏻
Bagi yang belom follow aku, tolong follow ya. 🙏🏻
Gomawo, all. 🙏

Because of My DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang