Siyeon sekarang lagi jalan pulang ke rumahnya. Tapi daritadi dijalan, Siyeon kepikiran sama pertanyaan Jeno yang tiba-tiba dan tepat sasaran. Untung aja Siyeon buat alasan, walaupun gak masuk akal banget sih.
"Pffttt, apaan? Gua? ngirimin surat ke elu? KURANG KERJAAN! MENDINGAN DUIT NYA GUA BELI BUAT SKINCARE!"
Siyeon yang jawab gitu, tapi Siyeon sendiri yang kepikiran. Dalem hati, Siyeon ngomong. "Iya juga ya? Kenapa gua gak beli skincare aja? Malah beliin Jeno ini-itu, anjir. Kehed, bucin banget gua."
Saking kepikirannya, Siyeon sampai tak sadar ternyata sudah sampai depan rumah dia. Penampakan rumah Siyeon itu, untuk halaman sangat luas dengan rumah sederhana membuat Siyeon tak keberatan tinggal sendirian disana. Rumahnya yang sekarang ini kemauan mendiang Ibu nya jadi sebisa mungkin Siyeon merawatnya engan penuh kasih sayang.
"Bentar, seinget gua, gua gak punya mobil, punyanya sepeda doang," monolog Siyeon.
"Terus ini mobil siapa? Seinget gua, gua juga gak pernah nyolong mobil," gumam Siyeon saat melihat mobil yang terparkir di pekarangan rumahnya.
Siyeon pun memutar-mutari mobil tersebut supaya tau siapa yang mempunya mobil ini. Setelah 5 kali muter-muterin mobil, akhirnya Siyeon tau.
"Halah, si orang kaya balik ini mah." Siyeon langsung masuk dan membuka pintu secara kasar. Benar saja, didalam sudah ada Papa nya yang lagi duduk di sofa bersama dengan orang asing.
"Ngapain?" tanya Siyeon dengan wajah datar. Suho —sang papa tersenyum saat mendengar suara anaknya.
"Siyeon udah pulang?" tanya Suho dan yang dibalas ringisan kecil oleh Siyeon.
"Pertanyaannya basi. Kalau sekarang aku belum pulang, terus sekarang yang lagi ngomong sama Papa siapa?" Siyeon balik bertanya dengan ketus lalu membuka sepatunya dan menaruhnya di rak.
"Hahahaha, oke. Kamu duduk dulu sama adik kamu," titah Suho yang membuat Siyeon mendengus tak suka.
"Siyeon anak tunggal," balas Siyeon lalu duduk dengan jarak yang jauh dengan seseorang yang katanya 'adiknya' itu.
Suho yang mendengarnya pun hanya bisa menghela nafas. "Mau sampai kapan kamu menjauh gini, Siyeon?"
"Sampai Siyeon ikhlas sama semuanya," jawab Siyeon.
"Sudah tiga tahun kamu mencoba menerima, Nak. Sampai sekarang belum juga?" tanya Suho lagi, Siyeon pun menghela nafas kasar.
"Pa, gak segampang itu."
Hening beberapa saat sampai kemudian suara Suho memecahkan keheningan tersebut.
"Ya sudah, Papa pulang. Kalau ada apa-apa, telpon Papa ya?" pamit Suho sembari mengusap kepala Siyeon yang hanya dibalas anggukan pelan oleh Siyeon. Suho pun tersenyum lalu berjalan keluar rumah.
"Permisi, Kak Iyon ..." Pamit seseorang itu dengan canggung, Siyeon hanya membalasnya dengan senyuman kecil.
"Hati-hati ya, Lami," ucap Siyeon yang membuat Lami sedikit terkejut.
"Aah ... Iya, Kak. Makasih." Lami pun keluar rumah mengikuti sang Ayah.
Mendengar suara mobil yang sudah menghilang, Siyeon pun menghela nafasnya lelah dan bersandar pada sofa.
Kenangan tiga tahun yang lalu seketika terputar di otaknya. Bagaimana Ibunya yang sekarat di rumah sakit, dan Papanya membawa anak berumur 11 tahun yang diakui olehnya adalah anaknya, dari wanita lain. Sejak saat itu kondisi Ibunya menurun, dan Tuhan menyuruhnya untuk pulang.
Astaga, mengingat itu semua membuat air mata Siyeon keluar dengan sendirinya, menyedihkan sekali hidupnya ini. Punya gebetan gak peka, Ibunya udah gak ada, bapaknya dengan gak ada akhlak nyuruh dia nerima orang asing untuk jadi adeknya.
"Pusying pala Incess!"
💌💌💌💌💌
"JEN, WOI! MAEN YOK!"
Jeno yang tengah melamun dengan gitar dipangkuannya terkejut, membuat gitar yang ada di pangkuan Jeno terjatuh.
"Sialan," desis Jeno meratapi gitar kesayangannya yang terjatuh. Jeno pun mengambil gitarnya kemudian menaruhnya dikasur, lalu berjalan ke arah jendela untuk membalas teriakan si pria Dilan ini.
"MAEN APAAN?" balas Jeno sembari teriak juga.
"DI RUMAH HAECHAN BANYAK MAKANAN, AYO ABISIN MAKANANNYA!" jawab Jaemin yang membuat Jeno mencibir kesal.
"ITU MAKAN, BUKAN MAIN NAMANYA!"
"SAMA AJA! UDAH CEPETAN TURUN, PANAS INI WOI!" Jeno pun mengangguk lalu menutup jendela kamarnya dan berjalan menuju lantai bawah, ijin ke Kanjeng Ratu dulu dong.
"Maa! Nono main ke rumah Ecan ya?" ijinnya sedikit teriak karena terlalu malas untuk kedapur.
"Jangan pulang malem-malem! Mbak mu ama Bapak mu pulang hari ini!" Balas Ibunda dari arah dapur. Setelah membalas teriakan Ibunya, Jeno pun keluar rumah dan melihat Jaemin yang sedang tiduran di teras rumahnya.
"Lu ngapain tiduran disini, goblok?" heran Jeno kaget. Jaemin pun menyengir lalu bangun dan membersihkan pakaiannya yang sedikit kotor.
"Lu lama, udah mana teriakan Mak Fany kenceng banget lagi," jawab Jaemin. Jeno hanya bisa menggelengkan kepalanya, ajaib sekali sahabatnya ini.
"Yaudah ayo!" ajak Jaemin lalu berjalan duluan. Jeno hanya mendengus sebal lalu menyusul Jaemin.
"Jaem, lu penasaran gak sih siapa yang ngirimin gua surat?" tanya Jeno membuka suaranya.
"Penasaran lah, baik banget dia. Ngasih lu bekel, minum, semangat, gak pernah absen tuh surat," jawab Jaemin antusias, dia kepo. Percayalah, dia itu tukang gosip bareng Haechan.
"Menurut lu siapa?"
"Hmm, di surat kan petunjuk nya Mermaid, Ice cream kan? Mermaid artinya duyung, nah dikelas yang suaranya kayak duyung banyak. Taukan maksud gua? Cempreng, tapi bagus kalau lagi nyanyi." Jeno mengangguk paham, memang teman kelas perempuannya jika teriak udah kayak Mak Lampir semua, tapi keahlian menyanyi mereka jangan diragukan lagi.
"Nah, kalau bagian eskrim, itu kayak senyuman gitu lo! Menurut gua nih ya, menurut gue Heejin. Senyuman dia manis banget kayak eskrim, huhuhu." Jaemin melanjutkan omongannya lalu salah tingkah tak jelas yang membuat Jeno mengernyit bingung.
"Maksud lu yang ngirim surat tiap hari ke gua itu Heejin?" ringkas Jeno yang dibalas anggukan mantap oleh Jaemin.
"Na, sehat lu? Heejin woi! Gebetan lu sendiri, ngirim surat ke gua?" tanya Jeno memastikan yang seketika langsung membuat Jaemin tersadar dan melotot tak percaya.
"NENG HEEJIN? NGASIH SURAT KE ELU? GAK! ANJIR, GAK MUNGKIN!" Dia yang membuat kesimpulan, dia sendiri yang gak terima.
"ECAN MALIKA KU! HATI TEMEN LU POTEK INI, BUNDAAAAA!" teriak Jaemin lalu lari saat melihat Haechan tengah duduk di teras rumahnya.
Haechan yang tengah asik makan kuaci pun tersedak mendengar teriakan Jaemin dan langsung meminum air yang banyak.
"KAGET, BEGO! CEMPRENG BANGET SIH TERIAKAN LU?" kesal Haechan lalu mengelus dadanya.
"CHAN, GUA INI LAGI GALAU! KENAPA LU JADI NGEGAS SEH?" balas Jaemjn kesal Jaemin yang dibalas pelototan oleh Haechan.
"GALAU SIH GALAU, TAPI KAGAK USAH NGAGETIN JUGA!"
"YA NAMANYA JUGA GALAU, MASA IYA GUA NANGIS? GAK GENTLE AMAT JADI LAKI!"
Dan selanjutnya hanya teriakan kesal oleh Haechan dan Jaemin lah yang terdengar.
Suka heran Jeno tuh sama Jaemin, tadi aja semangat banget ngebahas surat, terus galau gara-gara ngira Heejin yang kirim surat, padahal dia sendiri yang menyimpulkan. Dan sekarang, malah adu bacot sama Haechan.
Kan, Jeno sudah pernah bilang. Para sahabatnya ini sungguh ajaib.
to be continued.
mohon dimaafkan bila ada kesalahan kata.
jangan lupa klik tombol bintang dan komen, terimakasih sudah membaca cerita nojaem 🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET ADMIRER
FanfictionJefan Nicolas Faresta, cowok dengan panggilan Jeno. Cowok garing yang selalu dapat surat setiap pagi di meja belajar sekolahnya. Menjalani hari seperti anak-anak remaja biasa itu adalah rencana Jeno. Namun, mendapatkan surat setiap pagi itu diluar r...