Minggu, 09.00 WIB
Rumah SiyeonHari Minggu ini, kegiatan yang Siyeon lakukan hanyalah duduk sembari mengingat kejadian kemarin ynag berhasil membuat dirinya senang tak karuan. Omong-omong, Siyeon sekarang berada di rooftop rumahnya.
Siyeon terkekeh pelan saat Ibunda Jeno memintanya untuk ikut makan malam dirumahnya dan Siyeon dengan malu menerimanya. Dirinya dibuat salah tingkah saat para kakak Jeno dan ayahnya Jeno mengira dirinya ini pacar dari laki-laki itu. Dan yang semakin membuat Siyeon senang adalah saat kakak Jeno mengambil gambar dirinya dengan Jeno!
Siyeon memekik kegirangan. Dia tidak menyangka akan main ke rumah pujaan hatinya dan disambut ramah oleh keluargnya. Siyeon menjadi semakin dalam mencintai Jeno ini.
Sedang asik-asyiknya melamun, suara bel rumah Siyeon terdengar membuat dirinya tersadar dan segera turun ke bawah untuk melihat siapa yang datang.
"Siapa yaa?" tanya Siyeon berteriak. Ia bergegas membuka kunci pintu.
Saat sudah dibuka, senyuman Siyeon perlahan luntur. Digantikan dengan senyuman canggungnya ketika melihat siapa yang datang. Di depannya ada seorang gadis kecil, seorang gadis asing yang masuk kedalam kehidupan keluarganya.
"Ada urusan apa kesini?" tanya Siyeon dingin. Ia tak suka melihat kehadiran perempuan tersebut.
"Eumm .... Lami disuruh kesini sama Pa- Om Suho. Tapi kalau Kakak gak suka, Lami bisa pergi ke rumah temen kok," jelas Lami sembari tersenyum canggung. Ya, orang yang datang ke rumah Siyeon adalah Lami, adik tirinya.
Siyeon yang mendengar penjelasan dari Lami pun menghela nafasnya. "Dia kan Papa kamu, panggil aja Papa. Kamu punya hak buat manggil Papa," ucap Siyeon sembari tersenyum tipis.
"Lami, bisa pergi ke tempat lain aja? Kamu udah cukup dewasa untuk tau kenapa aku gak suka kamu," lanjutnya berhenti tersenyum. Sorot matanya memandang tajam sosok gadis yang tengah menunduk takut itu. Lalu tanpa menunggu jawaban dari Lami, Siyeon menutup kencang pintu rumahnya, tak mengizinkan untuk Lami masuk ke rumahnya.
Siyeon merasakan lemas di kakinya. Ia ambruk secara perlahan lalu menyenderkan kepalanya di pintu. Siyeon tahu seharusnya ia tak boleh membenci Lami. Yang salah disini adalah Ayahnya. Namun Siyeon juga tak bisa melupakan bagaimana kondisi Bundanya saat melihat kedatangan Lami.
Siyeon tak membenci Lami, hanya tak suka. Siyeon tak membenci Suho, melainkan kecewa. Dan perginya Bunda dari sisinya membuat Siyeon jadi hilang arah. Siyeon ingin bersandar dan ingin dirinya dipeluk sekencang mungkin. Namun kepada siapa ia meminta tolong? Keluarganya saja menghancurkan dirinya.
Siyeon memejamkan matanya saat merasakan perih dibagian mata. Cairan kristal itu turun bersamaan dengan isakan kencang dari Siyeon.
"Kak," terdengar suara Lami diluar sana namun Siyeon tak mampu untuk menjawabnya.
"Kak, saat ini aku emang udah dewasa dan ngerti kenapa Kakak gak suka sama aku. Untuk kesalahan Papa dan Mama, aku minta maaf, ya? Maaf karena Mama harus jatuh cinta ke Papanya Kakak. Maaf juga karena aku udah lahir di dunia ini dan bikin dunia Kakak menjadi hancur. Kelahiran ku ini bukan aku yang mau tapi aku juga gak mau mengakhiri hidupku sendiri, Kak." Lami mengatakannya dengan suara yang bergetar.
Siyeon semakin meraung. Ingin ia berteriak bahwa ini bukanlah salah gadis itu melainkan ayahnya namun dirinya sudah buta akan kenyataan. Untuk memaafkan saja ia tak sudi tapi dia sadar jika ini bukan kesalahan Lami.
"Bunda, aku harus apa?" Batinnya lirih menatap kosong keatas.
Siyeon memejamkan matanya pelan. Rasa sakit di kepalanya sudah menyerang, semuanya terlalu rumit. Namun sampai kapan ia harus hidup dibayangi dengan masa lalu?
Yang lalu biarlah berlalu. Kesalahan seseorang jangan dilampiaskan kepada orang lain yang tak bersalah.
Maka dari itu, dengan hati yang sudah yakin, Siyeon berdiri dan menghembuskan nafasnya pelan lalu dibukanya pintu rumah. Lami masih disana, berjongkok sembari menangis pelan.
Siyeon menyejajarkan tingginya dengan Lami lalu mengelus pelan kepala gadis itu.
Lami terkejut dan menatap Siyeon dengan tatapan teduh. Siyeon membalasnya dengan senyuman tipis.
"Semua yang udah terjadi itu bukan salah kamu, Lami. Aku gak benci sama kamu dan aku juga gak mau kamu pergi dari dunia ini. Kesalahan orang tua kita itu bukan tanggung jawab kamu."
"Jadi jangan merasa sakitnya aku ini menjadi beban kamu, Dek." Lami terpaku mendengar perkataan Siyeon. Apakah tadi Siyeon memanggilnya 'Dek'?
"Masa lalu itu udah bikin aku gelap mata dan bikin banyak orang sakit hati. Atas segala kesalahan ku di masa lalu, kamu mau maafin aku kan, Dek?" tanya Siyeon sembari tersenyum lirih. Tangannya menggenggam erat jemari Lami.
Lami semakin meraung sembari menggelengkan kepalanya. "Bukan salah Kakak," balasnya.
"Dan juga bukan salah kamu," lanjut Siyeon memeluk pelan Lami sembari mengelusnya lembut.
"Terima ... kasih ...." ucap Lami dengan terbata-bata dan dibalas anggukan mengerti oleh Siyeon.
"Pilihanku bener kan, Bun?" tanya Siyeon lirih dalam hatinya.
"Siyeon?" Siyeon dan Lami pun menoleh saat mendengar suara sang ayah.
Dibelakang mereka terlihat Suho tengah menatap haru. Siyeon melepaskan pelukannya dan berjalan pelan menuju Suho.
"Papa marah?" tanya Siyeon takut.
Suho menggelengkan kepalanya pelan. Air mata sudah menghiasi wajah Suho membuat Siyeon kembali menangis.
"Maaf karena jadi anak yang kurang ajar. Atas semua kesalahan aku, aku mohon maaf," ujar Siyeon dengan suara bergetar.
"Nak, jangan minta maaf." Suho mengusap pelan wajah Siyeon lalu memegang pundak Siyeon.
"Siyeon marah sama Papa?" tanya Suho. Siyeon sempat terdiam namun menjawabnya dengan anggukan ragu.
"Siyeon kecewa sama Papa?" Siyeon kembali menganggukan kepalanya.
"Siyeon benci sama Papa?" Siyeon menggeleng kuat mendengar pertanyaan Suho. Sungguh, Siyeon tak pernah dan tak akan pernah bisa untuk membenci Suho.
"Siyeon, anak pertama Papa yang begitu Papa banggakan. Mau maafin Papa? Untuk semua kesalahan yang dulu dan sekarang ini, bisa tolong dimaafkan?"
"Papa meminta maaf sudah menghancurkan kebahagiaan kamu. Siyeon mau gak kasih kesempatan ke Papa satu kali lagi?" Dengan suara bergetar, Suho mengacungkan jari telunjuknya diiringi senyuman kecilnya.
Siyeon yang melihatnya lantas menangis dan langsung memeluk Suho dengan erat. Suho pun membalas pelukan anak gadisnya dengan erat.
Lalu Suho melihat Lami yang tengah menatap keduanya. Diajaknya Lami untuk bergabung dan dengan perasaan gembira gadis kecil itu pun berlari kepelukan sang Ayah dan Kakaknya.
"Terima kasih, Nak," ujar Suho lirih lalu mengusap matanya yang terasa perih.
"Papa sayang kalian berdua," lanjut Suho mencium pucuk kepala Siyeon dan Lami.
Siyeon dan Lami pun tertawa mendengarnya. "KAMI JUGA SAYANG PAPAAA!"
"SIYEON, MAIN YUK— Eh, Maaf. Jeno ganggu ya?"
"KOK LU BISA DISINI SIH, HEH?"
Jeno menggaruk rambutnya sembari memamerkan eye smile nya.
"Waduh waduh waduh, ganggu momen keluarga gue."
to be continued.
mohon dimaafkan bila ada kesalahan kata.
jangan lupa klik tombol bintang dan komen, terimakasih sudah membaca cerita nojaem 🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET ADMIRER
Fiksi PenggemarJefan Nicolas Faresta, cowok dengan panggilan Jeno. Cowok garing yang selalu dapat surat setiap pagi di meja belajar sekolahnya. Menjalani hari seperti anak-anak remaja biasa itu adalah rencana Jeno. Namun, mendapatkan surat setiap pagi itu diluar r...