Tiga

3.5K 433 13
                                    

SASHI

Aku baru saja menutup pintu ruang kelas XI B, ketika Sofia dan satu temannya muncul dari arah lorong ruang Lab Komputer. Keduanya terlihat berjalan ke arahku yang masih berdiri di depan kelas, mengamati mereka berdua. Dilihat dari ekspresi dan cara jalan kedua siswa itu yang begitu cepat sekaligus sedikit berlari, aku sadar pasti ada masalah yang cukup mendesak. Ah, perasaanku jadi tidak enak.

Sofia mengulurkan tangannya, mencium punggung tanganku kemudian diikuti oleh temannya yang juga melakukan hal yang sama padaku.

"Maaf bu Sashi, saya ganggu waktunya sebentar."

"Iya gak apa-apa, ada apa Sofia?" tanyaku dengan lembut sembari menatap kedua siswiku bergantian.

"Yura bu, dia sekarang ada di ruang BP."

"Ruang BP? Lagi? Kok bisa?" Mataku membola, terkejut bukan kepalang.

Pasalnya, kemarin aku baru saja berniat untuk menemui Yura, aku ingin mengajaknya ngobrol dan mencoba untuk secara perlahan-lahan, mengulik permasalahan apa yang sekiranya terjadi padanya, hingga dia bersikap seperti ini. Dan sekarang, anak itu sudah berada di ruang BP. Bukan sekali dua kali anak itu keluar masuk ke ruangan yang menjadi momok para siswa itu. Yura sudah terkenal menjadi langganan tetap ruang BP. Entah kenapa, anak itu senang sekali membuat pak Gatot naik darah tiap sebulan sekali.

"Dia mukul anak kelas sebelah bu, sampe mimisan. Udah di bawa ke UKS anaknya, dan sekarang Yura dipanggil pak Gatot buat ditanyain. Terus saya kesini, karena dimintai tolong sama pak Gatot buat meminta ibu ke ruang BP sekarang."

Aku menghela nafas kasar, tak percaya dengan fajta yang baru saja aku dengar. Memukul siswa lain sampai mimisan? Kuat sekali anak itu!

"Kalau gitu, ibu minta tolong sama kalian ya. Tolong kasih tahu kelas X C, ruang kelasnya ada di lantai 1, belakang ruang guru, bilang ke ketua kelasnya kalau ibu nanti telat masuk. Minta mereka untuk membaca dan mempelajari materi halaman 90 sampai 95. Nanti ibu ke kelas mereka setelah masalah ini selesai, ya?" Pintaku pada Sofia dan temannya itu, mereka mengiyakan sambil menganggukkan kepala.

"Kalau begitu, saya permisi bu. Assalamualaikum,"

Sepeninggal Sofia, aku langsung bergegas ke ruang BP yang berada di lantai satu gedung sekolah. Aku bahkan tidak sampai punya waktu untuk sekadar menaruh tas ransel yang memiliki beban yang cukup berat, mengingat isinya bukan hanya laptop namun ada beberapa map-map yang berisi berkas penting berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar yang harus ku kerjakan dan juga ada beberapa lembaran kertas berisi tugas siswa yang belum selesai ku koreksi. Tanganku terangkat, mengetuk pintu kaca ruang BP yang berwarna gelap, lalu membukanya perlahan. Saat pintu terbuka, mataku langsung menangkap keberadaan Yura yang duduk membelakangi posisi pintu. Aku menatap pak Gatot dan menganggukkan kepala, Pak Gatot mempersilahkan aku untuk masuk dan duduk di kursi kosong di samping Yura. Anak itu nampak santai, bahkan kelewat santai untuk ukuran seorang siswa yang baru saja melakukan kesalahan. Seolah beberapa menit yang lalu, ia tak melakukan sesuatu yang membuat gempar seisi sekolah.

Well, mendengar penjelasan dari pak Gatot sedikit banyak aku tahu, bahwa Yura memukul salah satu siswa laki-laki di kantin saat jam istirahat tadi. Dan mengakibatkan anak itu mengeluarkan darah segar dari hidungnya. Mengenai alasan Yura memukul laki-laki itu, aku belum tahu pasti. Karena Yura sendiri pun seolah menutupi alasan dibalik kejadian beberapa waktu lalu. Pak Gatot yang berkali-kali menanyainya pun dibuat lelah sendiri, karena jawaban anak itu tetap sama.

Above The Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang