Dua Puluh Satu

1K 112 10
                                    

"ah udah lupa sama ceritanya"
"udah setahun gak update, jadi lupa sama jalan ceritanya"
"Ini cerita apaan ya dulu, lupa."

Dengan segala kerendahan hati aku minta maaf buat yang udah nungguin cerita ini dari tahun lalu. Dan untuk keluhan-keluhan soal lupa ceritanya, siapa aja karakter di cerita ini caranya dan sebagainya, cuma satu solusinya : baca ulang 2-3 bab terakhir atau mau baca ulang dari awal juga gak apa-apa. Siapa tahu kalau ada bagian cerita yang janggal/beda/salah, bisa jadi bahan koreksi buat author hehe.

Thank you buat yang sudah menunggu. Happy reading 💕

***

YUDHIS

Gue hari ini ada janji sama Sashi. Surprisingly, dia mau menerima ajakan gue barusan. Agak kaget juga sih, pas dia langsung bilang 'iya' padahal ajakan gue termasuk dadakan, biasanya dia agak gimana gitu kalau gue ngajak dia tanpa ngomong 3 atau 4 hari sebelumnya. Rencananya, gue mau ngajak dia ke dua tempat berbeda hari ini. Tapi satu hal yang pasti adalah gue berencana mau ajakin dia ke acara makan bersama sama anak-anak kantor gue di salah satu restoran gitu.

Gue emang yang minta anak-anak kantor buat booking sebuah restoran. Gue tahu, sebulan terakhir ini mereka udah kerja gila-gilaan. Seringkali mereka sampai begadang di kantor, padahal besoknya masih harus masuk pagi juga. Gue paham betul mereka capek dan burn out, makanya gue nyuruh mereka buat memilih mau staycation ke Puncak atau makan bareng di restoran yang mereka mau.

Kayaknya, gue jadi terkesan percaya diri banget ya dengan mengajak Sashi ikut makan bareng tim. Gue yakin kedatangan gue nanti yang gak dalam kondisi sendirian, pasti bakalan bikin tim gue terkejut. Gue sih yakin mereka bukan tipikal orang-orang yang julid ke orang baru, tapi, mereka pasti bakalan bertanya-tanya ataupun mengkonfrontasi gue secara terang-terangan. Dan gue, udah mempersiapkan diri kalau-kalau hal itu beneran terjadi.

Meskipun gue udah menyatakan perasaan dan mendapatkan lampu ‘kuning’ dari Sashi, tapi ya, gue lebih berpikir bahwa ini adalah cara gue dalam usaha saling mengenal ala orang dewasa. Gue udah cukup mengenal lingkungan dia, kehidupan dia, dan gue pikir ini adalah waktu yang tepat buat Sashi mengenal balik lingkungan kehidupan gue. Kerjaan gue, siapa orang-orang yang tiap hari berinteraksi sama gue dan sebagainya.

Pintu mobil gue terbuka setelah beberapa saat gue menunggu. Gue udah ketemu orang tua Sashi sekaligus meminta izin kok. Tadinya, gue di suruh nunggu di dalam aja, tapi gue menolak dengan halus karena gue tahu, orang tua Sashi udah mau berangkat ke acara pernikahan seseorang. Kalau gue masuk, cuma bakalan ada gue dan Sashi di dalam sana, jadi untuk menjauhkan diri dari fitnah tetangga, gue memutuskan untuk nungguin Sashi di dalam mobil aja. Lebih aman.

"Beneran bukan acara-acara formal 'kan?" Sashi bertanya sembari menutup pintu mobil.

Usai Sashi berhasil memasang seatbelt dan mobil mulai melaju, baru deh gue jawab pertanyaannya barusan, "Bukan kok, tenang aja."

"Aku tuh sebenarnya cuma takut salah kostum aja. Kita sebenarnya mau kemana sih?"

Gue gak tahu apakah ini emang pertanda dari alam semesta yang mendukung gue atau emang cuma kebetulan tapi hari ini, Sashi, dilihat dari atas sampai bawah beneran memakai outfit yang mirip banget sama gue. Celana jeans biru dan kemeja hitam polos lengan panjang.

Anjir! Gue sama dia udah kayak couple pengantin baru aja gak sih? Harusnya Sashi sama gue pakai baju dengan motif batik yang sama gak sih, biar makin kelihatan aura pengantin barunya.

"Dhis?"

"Eh iya? Kenapa?"Lamunan gue barusan emang indah banget, sampai-sampai gue lupa sama apa yang Sashi tanyain beberapa waktu lalu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Above The Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang