SASHI
Kresek mana kresek?!
Duh, aku malu setengah mati! Bisa-bisanya perutku berbunyi di saat suasana di dalam mobil Yudhis sedang hening-heningnya? Aku bahkan gak tahu, sudah semerah apa pipiku sekarang. Dan aku yakin, seratus persen Yudhis pasti mendengar suara keroncongan dari perutku tadi. Karena setelahnya, dia langsung menawarkan untuk mampir makan, dan langsung ku jawab dengan anggukan kepala.
Ya gimana ya, aku gak bisa nolak kalo udah urusan makanan. Lagipula, makananku di restoran tadi juga belum sepenuhnya habis. Kalau seandainya Evan gak muncul saat aku sedang di toilet tadi—hah pria sialan itu.
Aku gak ngerti sama sekali dengan isi kepalanya. Bisa-bisanya dia mendatangiku hanya untuk ngajak kawin lari? Gila! Untung saja aku sudah putus dan lepas dari dia. Kalau enggak, aku gak yakin akan tahan dengan sikapnya terlalu dominan dalam hubungan itu.
Aku rasa, dua tahun adalah waktu yang cukup untuk mengenal karakter dari laki-laki bernama Evan. Dia baik sebenarnya. Memiliki sikap sopan dan santun, dari keluarga yang baik-baik pula. Hanya saja, manusia bukanlah makhluk yang sempurna kan? Pasti ada kurang dan lebihnya. Sama seperti manusia-manusia yang lain, Evan juga punya kekurangan yang kalau ku pikir-pikir ini sudah terjadi selama hubungan kami berjalan. Dan baru ku sadari, hari ini.
Setiap menyelesaikan masalah yang terjadi dalam hubungan, Evan cenderung bersikap playing victim menurutku. Pernah sekali, aku marah sama dia karena dia karena dia membatalkan janji temu kita saat aku sudah sampai di tempat dimana kami akan bertemu. Bayangin aja, aku sudah berada di depan pintu bioskop menunggunya setelah berbulan-bulan kami tidak bertemu akibat LDR. Tapi dia membatalkannya dengan alasan mager dan bisa atur ulang jadwal ketemu besok-besok lagi. Yang benar saja
Karena kesal, aku menutup telepon sepihak dan mematikan telepon. Dan kalian tahu? Sesampainya di rumah, dan mengaktifkan benda pipih multifungsi itu. Aku langsung mendapati puluhan missed call dan puluhan chat darinya.
Kalau saja, isi pesan singkat yang Evan kirimkan menggunakan kalimat yang baik, mungkin aku masih bisa terima. Tapi enggak. Dia menggunakan kalimat dan kata-kata kasar. Bahkan Evan mengataiku sebagai perempuan yang egois, pemarah, gak pengertian dan lain-lain.
Aku baru menyadari betapa dia pintar membalikkan kesalahan orang lain.
Dan perempuan mana yang tidak marah dan kesal, kalau pacarnya membatalkan janji temu dengan alasan malas keluar rumah dan bilang bisa ketemu lain kali? Dia bicara seperti itu dengan entengnya, bahkan ketika aku mengatakan kalau aku sudah di lokasi dimana kami janjian. Dia dengan santainya mengatakan "ya kamu pulang aja, lagian kenapa gak tanya ke aku dulu?"
Dia harusnya tahu dan menyadari, bahwa hubungan kita ini beda dengan yang lain. Kita LDR. Gak cuma perkara beda pulau, tapi udah beda negara dan beda waktu. Mengingat hal itu, membuatku langsung beristighfar dalam hati.
"Gue cek ke sana dulu ya, lihat ada meja kosong apa enggak." Ucap Yudhis. Membuatku tersadar dari lamunan.
"Eh, saya ikut deh." Aku langsung membuka pintu mobil Yudhis dan berjalan mengikutinya.
Yudhis berdiri di depan dua ruko yang dijadikan satu dan menjadi tempat penjualan sate ini. Aku belum pernah makan disini, tapi seingatku tempat ini pernah di rekomendasikan oleh salah seorang YouTubers Indonesia. Seingatku, aku menontonnya beberapa waktu lalu. Dan menurut YouTubers itu, tempat ini recommended, karena satenya enak dan tempatnya juga nyaman plus bersih.
Dan dilihat dari meja-meja yang terisi penuh dan antreannya yang panjang. Sepertinya, YouTubers itu tidak bohong soal kualitas rasa sate di tempat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Above The Time
General Fiction[ON GOING] Setelah menjalani LDR (Long Distance Relationship) selama dua tahun, Sashikirana, harus menelan pil pahit atas penantiannya selama ini. Kepulangan sang kekasih ke tanah air, bukanlah untuk kembali menemuinya dan mengajaknya untuk menaikka...