Sebelas

3.1K 412 18
                                    

YUDHIS

Gue menutup pintu begitu masuk ke dalam mobil. Setelahnya, gue langsung menyandarkan tubuh ke kursi kemudi sambil memejamkan mata. Tangan gue terangkat untuk meraba jantung gue yang gak karuan rasanya. Gila. Kasih pujian ke cewek doang, bisa gini banget ya rasanya? Apa mungkin ini efek, setelah sekian lama gue jomlo? Bodo amat!

Gue menatap lagi ke arah dimana Sashi tadi berdiri. Sekarang, dia sudah berjalan masuk ke dalam gedung sekolah sambil memegangi kedua pipinya. Kenapa ya? Perasaan tadi gue gak nampar dia? Apa karena panas matahari? Sekali lagi, bodo amat! Jantung gue rasanya masih dag-dig-dug gak jelas. Membuat gue mengusap dada pelan, mencoba menenangkan detak nadi gue sendiri.

Terakhir kali gue pacaran bahkan udah tunangan dan nyaris menikah, kalau enggak salah sih sekitar 3 tahunan yang lalu. Waktu itu nyokap masih ada, dan gue ingat banget betapa excited-nya nyokap waktu mempersiapkan pesta pertunangan gue dengan mantan waktu itu. Tapi, dua bulan menjelang hari pernikahan tunangan gue—malas banget nyebut namanya—mendadak mengirimkan kembali cincin tunangan dia dengan sepucuk surat yang isinya meminta pertunangan dibatalkan.

Kampret banget!

Gedung udah siap, undangan udah di desain, cathering juga udah ketemu yang kualitasnya oke dan super, Wedding Organizer juga udah diskusi sebanyak empat kali. Tapi, semuanya batal. Dan dia ngilang gitu aja. Bahkan sampai sekarang pun, gue gak pernah lagi ketemu dia. Udah pindah ke pluto kali. Gue gak peduli.

Dan setelah hari itu, gue memutuskan untuk istirahat sejenak dari hubungan-hubungan yang menjurus ke pacar-pacaran. Iya, brengsek emang gue. Jalan sama cewek 2-3 bulan, terus pas udah ada tanda-tanda dia minta kejelasan hubungan gue bilang kalau gue cuma anggap dia teman. That's it. Tapi, kayaknya cewek-cewek di luar sana gak kapok deketin gue. Gue paham, gosip bahwa gue seorang cowok dengan predikat Tukang PHP Level Dewa udah bertebaran dimana-mana. Yang nekad deketin juga ada aja, tapi ya udahlah ya.

Risiko orang ganteng.

Gue masih di posisi yang sama—nyender ke kursi mobil sambil merem—ketika Yura menepuk bahu gue dengan keras.

"Mas!" protes Yura, bikin gue melonjak kaget.

"Apaan sih dek? Mas jadi kaget," gue balik protes sama dia.

"Ayo jalan!"

Sesaat gue bingung,"Kemana?"

"Ya pulang, emang mau kemana lagi?"

Saat melihat ke sekitar gue baru nyadar, kalau ternyata sedari tadi gue belum beranjak dari halaman sekolah Yura. Gue terlalu larut dalam isi pikiran gue menayangkan wajah Sashi sekaligus kilas balik masa lalu gue yang suram, butek, blur, rusak ah nyebelin pokoknya.

Gue kemudian melajukan mobil, dan meninggalkan pelataran gedung sekolah itu. Yura, yang duduk di samping gue asyik menggulirkan handphonenya. Kayaknya sih buka aplikasi Instagram. Gue gak tahu, kalau dia punya akun Instagram.

Parah ya? Bahkan gue gak tahu akun sosmed adik kandung gue sendiri. Jangankan punya adik gue, akun pribadi gue aja kayaknya udah lumutan saking gak pernah gue update. Mungkin terakhir kali gue upload foto sekitar akhir tahun lalu. Pas gue di undang di salah satu universitas buat jadi pembicara tentang ekonomi dan bisnis.

Sejujurnya, gue juga mulai kepikiran sama omongan Sashi tadi. Soal memberikan perhatian yang lebih sama adik gue satu-satunya yang sekarang lagi larut dalam dunia maya itu. Gue sadar kalau gue emang gak perhatian sama dia. Papa? Enggak tahu, gue jarang komunikasi langsung sama dia. Lebih sering nanya-nanya kondisi Papa lewat sekretarisnya. Gue gak terlalu punya nyali buat telepon langsung, padahal mah gue juga punya nomor dia.

Above The Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang