Sashi
Aku segera turun dari mobil, begitu kendaraan roda empat milik Yudhis ini berhenti, tepat di depan pagar rumahku. Tadi aku sempat merasa bahwa Yudhis hampir menahan pergelangan tanganku. Untung saja aku bisa bergerak lebih cepat dan membuka sabuk pengaman, lalu keluar dari mobil ini.
"Kamu gak usah mampir. Udah malam. Terimakasih untuk makanannya." aku langsung membalik badan, setelah mengatakan hal itu.
Tidak tahu bagaimana respon Yudhis tadi. Aku bahkan tidak memberikan sedikitpun Yudhis kesempatan untuk bicara dan aku juga tidak memiliki keinginan untuk melihat responnya atas sikapku tadi. Yang jelas, begitu kunci pagar terbuka, aku langsung bergegas masuk tanpa berniat untuk kembali menoleh ke belakang.
Tepat saat pintu rumah berhasil tertutup, saat itu pulalah aku mendengar deru mesin mobil Yudhis mulai menjauh. Sepertinya, dia benar-benar mendengar dan menghargai keputusan ku untuk tidak mau berbicara dulu dengannya.
"Kok gak di suruh mampir, nduk temannya?"
Aku melompat kaget begitu mendengar suara dari arah belakang. Sedangkan Ayah hanya menatapku dengan alis berkerut serta ekspresi kebingungan.
"Ayah, ngagetin aja deh. Kok belum tidur?" tanyaku sambil berjalan di sampingnya.
"Belum, nungguin kamu pulang. Oh iya, kok nak Yudhis gak di suruh mampir dulu?"
"Ehm, itu anu, Yah-" mulutku mendadak gelagapan begitu Ayah menyinggung tentang Yudhis. Tidak mungkin aku mengatakan sejujurnya bahwa memang aku yang memintanya untuk enggak mampir. Lebih tepatnya, aku mengusirnya secara halus.
"Anu anu, anu apa?"
"Dia ada..kerjaan mendadak! Ya, dia ada kerjaan dadakan jadi pamit langsung pulang. Lagian juga udah malam katanya. Dia titip salam aja sama Ayah sama Ibu," jawabku, bohong.
Seolah percaya dengan jawabanku, Ayah hanya merespon dengan anggukan kepala. Ia kemudian menyuruhku untuk membersihkan badan dan segera tidur, mengingat besok pagi aku harus bekerja.
Sampai di kamar, aku langsung melakukan yang Ayah perintahkan. Setelah membersihkan muka dan menggosok gigi. Aku mengganti pakaianku dengan piyama lalu beranjak ke atas kasur berukuran Queen Size.
Saat aku hendak merebahkan tubuhku. Handphone yang ku letakkan di meja belajar, bergetar hingga menimbulkan suara gesekan antara handphone dan meja yang cukup keras. Aku beranjak, kemudian meraih handphone dan mengangkat teleponnya.
"Ya, halo?"
"Belum tidur ternyata,"
Mau apalagi dia?
"Kenapa?"
"Enggak apa-apa. I just wanna say sorry. Maaf kalau, pernyataan ku bikin kamu kaget."
Ya jelaslah! Kenal baru berapa bulan langsung ngajak komitmen. Rasanya aku ingin meneriakkan hal itu langsung di depan muka Yudhis. Tapi, aku tahu bahwa aku tidak seberani itu dalam bertindak.
"No problem. Ada lagi?" balasku.
Yudhis terdengar menggumam di seberang telepon, sebelum akhirnya ia kembali bersuara. "Sebenarnya ada. Tapi, besok-besok aja deh. Kamu istirahat aja. Night, Sas."
"Malam,"
Jariku sudah hampir menekan tombol bulat berwarna merah di layar, ketika suara Yudhis lagi-lagi kembali terdengar.
"Eh, satu lagi deh."
"Ck, apalagi?" kataku, mulai geram.
"Aku..." Yudhis diam sejenak. "Aku serius sama yang aku bilang kalau aku tertarik sama kamu. Kalau kamu berpikir tadi itu bercanda, enggak Sas. Aku sama sekali gak bercanda."

KAMU SEDANG MEMBACA
Above The Time
Ficción General[ON GOING] Setelah menjalani LDR (Long Distance Relationship) selama dua tahun, Sashikirana, harus menelan pil pahit atas penantiannya selama ini. Kepulangan sang kekasih ke tanah air, bukanlah untuk kembali menemuinya dan mengajaknya untuk menaikka...