Lima

3.2K 424 15
                                    

Maaf kalau ada typo atau alur yang gak sinkron sama bab sebelumnya. Boleh di koreksi ya. Terimakasih ❤️

🌻🌻🌻

YUDHIS

Gue kira cewek itu bakal nolak. Maksud gue Sashi. Gue pikir dia bakal menolak tawaran gue ngaterin dia. Ya meskipun cuma ke parkiran sih. Tapi ternyata dia mengangguk setuju. Dan sekarang, kita berdua sedang berjalan keluar dari gedung hotel menuju lokasi parkir dimana Sashi memarkir mobilnya. Gak ada percakapan apapun diantara kami berdua. Dia berjalan lebih dulu, sedang gue mengekor dibelakangnya. Udah kayak anak bebek ngikutin emaknya. Persis.

Harus gue akui, Sashi emang cantik. Tipe-tipe gadis jawa idaman mertua. Wajahnya bulat, tapi nggak keliatan tembam. Hidungnya mancung. Kulitnya khas cewek-cewek asia, kuning langsat. Tingginya kalo gue tebak-tebak sih sekitar 165-170cm. Karena kalo dia berdiri di samping gue, tingginya cuma sebatas bahu. Dan jangan lupain rambut panjangnya yang sampai bikin gue suudzon kalo dia kuntilanak penunggu taman.

Gue sih yakin, dia bukan tipe cewek yang sering disakiti cowok. Mungkin, dia tipe kebalikannya? Wanita penakluk hati pria. Entahlah. Jadi takut. Gimana kalau gue jadi ikutan takluk? Eh.

Gue menghentikan langkah, ketika Sashi, yang berjalan di depan gue tiba-tiba berhenti. Dia menoleh ke belakang, melihat ke arah gue. Gue tersenyum lebar.

"Kenapa berhenti?" tanya gue.

"Udah nyampe."

"Nyampe? Nyampe mana?" Gue bingung.

"Parkiran. Ini mobil saya," dia menunjuk satu mobil Honda Civic berwarna hitam yang terparkir di depannya.

"Oh, ya udah. Hati-hati, Sashi."

Dia tersenyum singkat. Menganggukkan kepalanya sedikit, kemudian masuk ke dalam mobil. Gue masih berdiri disana, sampai akhirnya Sashi memencet klakson mobil dan menghilang dari penglihatan gue.

Baru aja gue mau balik badan dan masuk lagi ke ballroom, tiba-tiba ada suara yang manggil-manggil nama gue entah dari arah mana.

"Disini woy!" teriakan seseorang membuat gue mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru tempat parkir. Dan pandangan gue akhirnya bertemu dengan satu orang yang sedang bersandar pada sebuah mobil, nggak jauh dari tempat gue berdiri.

"Datang juga?" Tanyanya, lalu kali saling berjabat tangan.

"Iya, pak Herman yang punya hajatan, gak enak kalau gak datang. Ngapain lo disini? Bukannya di dalam."

"Lah, lo juga ngapain disini? Gue mah sebat." Leo menunjukkan batang rokoknya yang sudah hampir habis."Mau?" Ia menawarkan sebungkus rokok ke gue, namun gue menolaknya dengan menggelengkan kepala.

"Gue udah sebat tadi."

Leo mengangguk mengerti. Fyi, Leo adalah salah satu teman lama gue. Dulu, dia juga satu almamater juga sama gue dari SMA sampai kuliah S1. Bedanya, gue ambil S2 di Queensland sedangkan Leo tetap di Indonesia sambil kerja di perusahaan orangtuanya. Dan sekarang, perusahaan gue dan perusahaan dia, juga beberapa kali bekerja sama. Dia punya perusahaan yang bergerak di bidang properti. Makanya, gue jadi sering ketemu dia.

Leo ini udah punya tunangan, katanya sih acara pernikahannya bakal digelar beberapa bulan lagi. Seingat gue, Leo dan pacarnya--gue gak tahu namanya siapa karena lupa--udah pacaran sejak kuliah. Cuma yang gue tahu, tunangannya berprofesi sebagai guru SMA.

Gue gak terlalu kenal sama ceweknya, karena kami beda fakultas. Dan gue juga pas kuliah, gak terlalu peduli sama orang-orang di luar circle gue. Sejak dulu, teman gue emang gak banyak. Dan Leo, adalah satu dari sekian gelintir orang yang masih berstatus teman gue.

Above The Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang