Sembilan Belas

1.7K 262 22
                                        

YUDHIS

"Loh, kok ada bu Sashi?"

Itu adalah kalimat yang keluar pertama kali dari mulut Yura, ketika dia membuka pintu mobil gue. Gue pun melirik ke arah Sashi, ternyata dia juga sama kagetnya. Yura menatap gue dan Sashi bergantian. Dia bahkan menyipitkan matanya curiga.

"Kamu belakang aja ya, Ra." Pinta gue. Meski Yura cuma diam aja nanggepinnya, tapi dia langsung mengabulkan permintaan gue.

Suasana dalam mobil jadi terasa awkward setelahnya. Dan untuk mencairkan suasana, gue mencoba untuk memutar sau lagu dari audio musik di mobil.

Yura pun kayaknya sudah asyik sama dunianya sendiri. Dia menatap layar handphone yang dia miringkan, dengan earphone yang tertancap di kedua telinga, seolah tidak ada lagi orang di hadapannya. Sementara Sashi, dia masih duduk di samping gue dengan tenang, tapi tetap kelihatan tegang.

"Kenapa?" Tanya gue pada Sashi.

"Hmm? Nggak kok, nggak apa-apa." Jawab Sashi dengan singkat.

Gue lalu kembali menatap ke arah depan dan kembali fokus mengendalikan laju mobil. Saat kendaraan roda empat gue berhenti di lampu merah, gue mencuri waktu buat menoleh ke arah Sashi dan Yura bergantian.

"Makan dulu yuk? Mau nggak?" tawar gue kepada dua wanita itu.

"Nggak ah. Aku pulang aja, Mas. Capek sekolah, mau istirahat." jawab Yura tanpa menghilangkan fokusnya pada layar ponsel.

Gue kemudian menoleh ke arah Sashi, meminta pendapatnya. Dan dia cuma menganggukkan kepala setuju.

Demi Tuhan, sekarang gue pengen ngucapin terima kasih jutaan kali ke Yura karena dia udah memilih opsi buat nggak ikutan makan siang, yang otomatis gue sama Sashi bisa berduaan makan siang nanti.

Yura emang benar-benar adik kandung gue. Asli.

Perjalanan selama kurang lebih 30 menit itu berjalan dengan tenang dan minim percakapan juga. Sampai di depan rumah, Yura langsung keluar dari mobil dan berjalan masuk. Sementara gue kembali melajukan mobil untuk mencari rumah makan terdekat. Jujur, sekarang perut gue udah lapar beneran.

"Kamu ada alergi makanan sesuatu nggak?"

Sashi menggeleng. "Nggak, semua makanan aku doyan kok."

Gue terkekeh mendengar jawabannya yang lucu. Dia benar-benar jawab pertanyaan gue dengan muka polosnya dia. Duh, bikin gue makin sayang aja.

"Kok ketawa?" Tanya Sashi.

"Enggak, enggak apa-apa. Oh ya, Yura gimana di sekolah? Udah ada perubahan nggak?"

Sashi menghela nafas pelan, sebelum akhirnya mulai menjawab pertanyaan gue. "Untuk sikapnya sih, udah lumayan ya. Dia udah nggak kelihatan ada masalah dengan siapapun di sekolah. Untuk masalah nilai, dia tetep oke kok dan meningkat di beberapa mata pelajaran. Cuma satu masalahnya, Yura."

Gue mengerutkan dahi sambil menginjak rem mobil karena di depan lampu sudah berubah menjadi merah. "Apa masalahnya?"

"Dia masih sulit bersosialisasi, terutama sama teman-teman sekelasnya." Jelas Sashi. "Yura masih suka menyendiri. Padahal aku yakin, sebenarnya teman-temannya mau kok berteman sama dia. Cuma ya itu, Yura masih terlihat menutup dirinya."

Gue enggak heran kalau Yura memang punya sikap se-tertutup itu. Dia memang cukup sulit untuk dekat dengan orang lain. Ya elah, jangankan orang lain, ke gue yang abang kandungnya sendiri pun dia nggak mau cerita apa-apa.

Ya itu dulu sih, pas dia masih musuhin gue dan Papa karena nggak perhatian sama dia. Dan gue berusaha memaklumi hal itu. Tapi sekarang, dia udah banyak ngomong kok kalau di rumah sama gue. Hubungan kakak-adik gue dengan dia, perlahan-lahan mulai membaik. Enggak tahu deh kalau sama Papa, dia hampir nggak pernah nanya ataupun menyinggung soal Papa. Yura nyaris nggak pernah nanyain Papa dimana, kapan pulang dan pertanyaan-pertanyaan sejenis.

Above The Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang