SASHI
Kakiku melangkah memasuki halaman sebuah hotel berbintang yang ramai oleh banyak orang. Pandanganku langsung menangkap beberapa rangkaian bunga berisi ucapan-ucapan manis atas pernikahan Evan dan calon istrinya. Oh, mungkin sudah berstatus istrinya sekarang. Mengingat di dalam isi undangan yang tadi ku baca, tertulis bahwa akad nikah dilangsungkan pada pukul sepuluh pagi tadi.
Puas memandangi dekorasi pernikahan yang berada diluar, aku memantapkan diri untuk masuk ke dalam sana. Dilihat dekorasi luarnya saja, sepertinya Evan bukan menikah dengan gadis sembarangan. Bahkan, Evan sendiri termasuk keluarga terpandang. Ayahnya seorang anggota dewan yang disegani, dan ibunya sendiri merupakan dosen di sebuah universitas ternama Indonesia yang sering mengisi berbagai seminar-seminar nasional.
Malam ini aku datang seorang diri. Karena, Dewi yang harusnya ikut datang menemaniku, mendadak harus menjemput saudaranya yang baru datang dari Makassar ke bandara. Berkali-kali Dewi mengirimkan pesan padaku dengan isi chat yang sama. Ia meminta maaf padahal aku sendiri, tidak masalah akan hal itu. Rencanannya, malam ini aku hanya akan datang, mengisi daftar tamu, makan dan akan langsung pulang.
"Ehem, permisi." Sebuah suara berat yang berdeham di belakangku, membuat aku menoleh.
Tatapanku langsung bertemu dengan seorang laki-laki tinggi, yang memakai celana bahan dan sepatu berwarna hitam serta batik berlengan panjang. Laki-laki itu balik menatapku dengan pandangan yang datar. Sadar bahwa posisiku berdiri menghalangi pria itu untuk masuk, aku langsung berjalan cepat masuk ke dalam, mengabaikan tatapan orang-orang yang memandangku heran.
Beberapa teman Evan, baik laki-laki maupun perempuan pun menyapa ketika mereka bertemu denganku tanpa sengaja disini. Sekadar berbasa-basi menanyakan kabar. Mereka memang tidak membahas tentang hubunganku dengan Evan yang berakhir, hanya saja beberapa teman perempuannya--yang ku kenal--menemuiku tadi terkesan menampilkan raut wajah kasihan padaku. Dan hal itulah, yang justru membuatku merasa lebih sakit hati.
Dan sekarang, aku berdiri di antara banyak kerumunan orang. Menatap ke satu titik yang memang menjadi inti dari acara yang diselenggarakan di ballroom hotel ini. Disana, aku melihat Evan berdiri dengan seorang gadis bersalaman dengan para tamu. Gadis itu memang cantik. Dan aku akui, bahwa mereka terlihat serasi.
Dan aku benci, disaat-saat paling menyedihkan seperti ini aku malah membandingkan diriku dengan gadis yang tak ingin aku tahu siapa namanya itu.
Mengabaikan tatapan beberapa orang yang terang-terangan melihat ke arahku, aku langsung berjalan ke stand makanan, mengambil beberapa kue dan satu potong pudding cokelat. Mungkin merasa aneh, ketika melihatku berdiri seorang diri di tengah keramaian dan memandang datar ke arah pelaminan.
Aku berjalan menuju taman hotel, yang berada tepat di sisi kiri gedung dengan satu pintu yang sepertinya menjadi satu-satunya akses keluar masuk dari taman ini. Entahlah, aku tidak paham konsepnya. Yang jelas, saat aku masuk suasananya sangat sepi namun sangat terang karena lampu-lampu tamannya berfungsi dengan baik. Aku memilih duduk tepat di bagian tengah, menghadap langsung ke arah sebuah kolam buatan yang ternyata ada ikannya. Taman ini hanya ditutup dengan pelindung kaca, sehingga ketika aku menengadahkan kepala ke atas mataku langsung menatap langit-langit malam yang gelap dan bertabur bintang.
Dan ketika aku tengah asik memandang ke langit, telingaku menangkap suara langkah kaki yang mendekat ke arahku. Benar saja, dari arah pintu mataku menangkap seseorang yang menatap ku dengan tatapan kaget.

KAMU SEDANG MEMBACA
Above The Time
General Fiction[ON GOING] Setelah menjalani LDR (Long Distance Relationship) selama dua tahun, Sashikirana, harus menelan pil pahit atas penantiannya selama ini. Kepulangan sang kekasih ke tanah air, bukanlah untuk kembali menemuinya dan mengajaknya untuk menaikka...