9

6.2K 177 22
                                    

Badrun menggerakkan tubuhnya ke sana kemari. Rasa pegal sisa bercinta dengan Chika masih sangatlah terasa. Walau begitu, gadis tomboy itu tidak menyesalinya. Bisa dibilang ia justru sangat senang bisa melakukannya dengan Chika pada akhirnya, karena selama ini ia hanya bisa membayangkannya.

Badrun menepuk-nepuk tempat tidurnya, mencari keberadaan Chika. Ia langsung membelalakkan matanya saat tak mendapati Chika di sebelahnya. Ia langsung bangkit mencari keberadaan Chika.

"Chik? Chika lo di mana?"

Suara pintu kamar mandi yang terbuka membua Badrun menoleh. Chika keluar sambil mengeringkan rambutnya.

"Panik banget, sih. Gue gak kemana-mana, kok."

Chika lalu duduk di kursi sambil menatap pantulan wajahnya pada cermin. Badrun yang masih duduk di tempat tidurnya itu memperhatikan Chika. Sepertinya gadis itu baru saja selesai mandi. Chika juga sudah kembali memakai kemeja putihnya yang kebesaran itu. Bedanya gadis itu kini memakai celana jeans pendek yang ia tidak pakai kemarin saat datang.

Badrun jadi menyadari sesuatu. "Lo kemaren sengaja ya, gak pake celana?"

Chika yang masih mengeringkan rambutnya itu jadi menoleh. "Kalau iya kenapa? Lo mau protes setelah lo nikmatin semuanya?"

"Sial."

"Maaf ya, gue tau kalau gak gini lo gak akan ngomong." Chika lalu bangkit dan duduk di atas pangkuan Badrun. "Jadi karena gue udah kasih apa yang lo mau, lo harus anterin gue sekarang ke tempat Kak Lala. Gak ada penolakan." Chika menutup pembicaraannya dengan sebuah kedipan sebelah matanya.

/o/o/

"Udah gak ada yang ketinggalan lagi, Chik?" Badrun melirik sekilas ke belakangnya, dimana Chika sudah duduk dengan nyamannya di atas motor matic kesayangannya.

Chika mengangguk, kemudian dengan santainya melingkarkan kedua tangannya ke perut Badrun yang ada di depannya. Chika tersenyum miring merasakan tubuh Badrun yang menegang. 

"Kok masih tegang aja, sih? Padahal tadi udah lebih jauh dari ini, loh." 

Chika semakin mengeratkan pelukannya, dengan santainya gadis cantik itu menaruh dagunya di bahu kiri Badrun yang masih saja sedikit gugup. 

"Apa kita mesti ketemuan lebih sering, biar kamu gak gugup lagi?" Sekali lagi, Chika masih menggodanya. 

"Aa-apa apaan, sih, lo. Jangan mepet mepet ah, Chik." Badrun bermasam-masam seolah tidak senang, ia mulai melajukan motornya menuju ke arah apartemen Lala yang tak jauh dari tempat ia tinggal. 

"Sok jual mahal lo ah, Badrun Sobarun. Padahal seneng, kan, lo? Tubuh gue nempel banget gini sama lo." Chika masih betah tak mau melepaskan pelukannya, dan Badrun pun sepertinya demikian. 

Berbagai pertengkaran manis dan menggemaskan terjadi diantara keduanya, layaknya sepasang manusia yang sedang berada dalam tahap pedekate. Hingga tanpa terasa, sekarang mereka sudah berada di depan apartemen dimana tempat Lala berada. 

"Makasih ya, Drun" Chika turun dari motor Badrun, kemudian menyerahkan helm yang baru saja ia lepas. 

Badrun tersenyum, lalu mengangguk. Gadis itu tampak begitu bahagia. Terlihat dari senyum di bibirnya yang sedari tadi tak pernah luntur sedikitpun. "Sama-sama. Gue yang harusnya makasih, Chik." 

"Yaudah. Gue naik, ya. Lo hati-hati baliknya." 

Tanpa diduga, sebuah kecupan kilat Chika daratkan di bibir Badrun, gadis itu langsung berjalan pelan masuk ke dalam gedung yang ada di depannya, tanpa memperdulikan gadis yang kini nyawanya masih terasa melayang entah kemana. 

Another SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang