Melihat Chika menggebrak meja lalu pergi setelahnya, membuat Azizi jadi bingung sendiri. Memikirkan apa yang terjadi dengan gadis itu.
Dari tempatnya, Ara berbicara pada Azizi saat adik kelasnya itu melihat ke arahnya. "Kejar, Zee! Kejar!" Ucapnya walau tak terdengar dengan tangah yang mengarahka Azizi untuk lari.
Dengan wajah polosnya, dengan masih menatap Azizi menujuk dirinya sendiri. Ara yang gregetan jadi berteriak. "Azizi kejar!!"
"I-Iya, Kak."
Mengabaikan Ashel dan keterkejutan Evan, Olla dan Brielle, Azizi buru-buru berlari mengejar Chika. Walau tangannya masih sakit, tubuh Azizi yang masih sangat sehat dan kuat mampu mengejar Chika cepat.
"Kak Chika, tunggu!" Baru saja gadis cantik itu akan menaiki tangga sekolah, Azizi menarik lengan Chika, mengabaikan rasa sakit pada tangannya sendiri.
Tubuh Chika langsung tertarik dan menghadap ke arah Azizi. Melihat wajah Azizi berada di hadapannya, rasa kesalnya membuatnya membanting kasar tangan Azizi yang masih terluka.
"Arghh." Ringis kesakitan Azizi menyusul kemudian.
Mendengar itu, rasa khawatir Chika jelas kembali menghantui. Hatinya jelas menyuruh ia mendekati Azizi dan memeriksa gadis yang masih menunduk kesakitan sambil memegangi tangannya itu. Namun, logikanya menyuruh ia mengabaikan Azizi dan segera berlalu.
"Tunggu, Kak Chika." Azizi kembali bergerak, mencegat laju Chika. "Aku mau ngomong sama, Kakak."
Chika menghela kasar nafasnya, mencoba bersikap biasa saja tetapi air matanya malah menetes.
"Kak Chika kenapa nangis?" Tanya Azizi yang menyadarinya.
Chika langsung mengusap cepat matanya. "Siapa yang nangis. Aku cuman kelilipan."
"Hmm." Azizi hanya berdehem lalu dengan tangan kirinya yang baik-baik saja ia genggam tangan Chika. "Kak Chika ada masalah apa? Cerita sama aku."
"Aku gak ada masalah, Zee." Jawab Chika sambil mengalihkan wajahnya. Sungguh kini ia tak kuat menatap balik wajah adik kelasnya itu.
"Kalau gak ada masalah kenapa hindarin aku? Terus kenapa di kantin kaya gitu tadi?"
"Siapa yang hindarin kamu?" Tanya Chika masih mengelak. "Biasa aja, kok."
"Chat aku gak dibales, telpon gak diangkat, dan sekarang bahkan kamu gak balik natap aku."
Chika akhirnya menatap balik Azizi. "Gak ada kuota."
Azizi kembali menghela nafasnya. "Kamu marah."
"Gak, Azizi. Aku gak marah."
"Kalau gak marah, kenapa kaya gini? Kasih tau aku, Kak. Kamu kan tau aku paling gak peka sama sekitar."
Tidak tega melihat wajah memohon Azizi. Chika akhirnya menatap Azizi balik. "Aku gak marah, Zee. Aku cuman... Akhh! Kamu gak akan ngerti!"
Azizi mengeratkan genggamannya dan menarik Chika agar semakin dekat dengannya. "Gimana bisa aku ngerti kalau kamu gak kasih tau aku?" Azizi semakin merapatkan tubuhnya. Tangannya yang terluka terangkat untuk menghusap sudut mata Chika yang berair. "Kasih tau apa salah aku."
Chika terdiam. Sentuhan lembut tangan Azizi di pipinya begitu ia rindukan. Ingin rasanya kini ia peluk gadis tomboy tersebut. Hanya saja ego menahannya agar tidak sebegitu mudahnya takluk pada tatapan Azizi yang begitu mematikan.
"Aku kangen kamu...."
Suara rendah dan berat itu benar-benar mampu membuat pertahanan Chika luntur. Nafasnya memburu, terdengar tidak beraturan. Azizi sendiri masih betah menatap wajah cantik Chika. Ia tidak pernah seberani dan senekat hari ini, tapi ia sudah terlanjur terlalu merindukan Chika. 2 hari baginya terasa begitu menyiksa dan ia tidak yakin bisa bertahan lebih lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Side
FanfictionWARNING 18++ Story not for child!! Sebuah kolaborasi bersama @Velaine48 Re-make of @FlitchySn0w story with same title. Inspired by Aku Padamu @adagiotempo Inti ceritanya Azizi menang banyak