6

5K 176 9
                                    

Pagi hari telah tiba. Rasanya Azizi sangat malas untuk pergi ke sekolah hari ini. Perasaannya belum membaik dan masih sangat berantakan seperti keadaan kamarnya saat ini. 

Ayana mengetuk pintu kamar Azizi lebih dahulu sebelum membukanya. Ia tentu saja takut dan khawatir anak tirinya itu kenapa-kenapa. Rasa khawatirnya semakin menjadi saat melihat kondisi kamar Azizi yang bagai kapal pecah. Barang pecah belah berserakan di sana sini dan kondisi sang anak yang berdi diam di tengah-tengah kamar seperti robot yang tak bernyawa.

"Azizi," panggilan yang sangat lembut itu membuat Azizi menoleh perlahan padanya.

Ayana dapat melihat raut wajah Azizi yang sangat berantakan. Karena Azizi tidak suka dandan, mata sembabnyapun sangat terlihat jelas.

Ayana menghela nafasnya. "Kalau kamu mau istirahat di rumah, gak sekolah dulu, boleh kok, Zee." Ucap Ayana, mengerti anaknya itu butuh waktu istirahat. "Nanti Mama izinin ke guru kamu."

Azizi yang masih menatap Ayana menggeleng pelan. "Azizi gakpapa, Ma."

"Zee, Mama---"

"Maafin Ajiji." Ucap Azizi bergetar, sepertinya gadis tomboy itu kembali menangis.

Ayana terdiam, terkejut dengan pelukan tiba-tiba dari sang anak. Ayanapun mengangkat tangannya, membalas pelukan Azizi.

"Ajiji minta maaf. Maaf karena Ajiji dan Bang Vino bukan anak yang baik. Maaf kalau ternyata kami malah sama buruknya sama Papa. Maafin Ajiji, Maaa."

Ayana terus mengusap-usap punggung Azizi, menangkan anaknya itu. "Mama bakal selalu maafin apapun kesalahan Ajiji, kesalahan Abang kamu bahkan Papa kamu."

Tangisan Azizi semakin menjadi mendengar penuturan Ayana. Wanita itu terlalu baik hati, seperti malaikat yang diturunkan Tuhan untuk keluarganya yang seperti Iblis.  

Apa Ayana bisa menerima semua itu?

Ayana sendiri masih diam. Pikirannya jelas tidak baik-baik saja. Sebagai seorang Ibu ia tahu ada yang disembunyikan anak-anaknya itu. Tapi, hal seperti apa yang disembunyikan gadis yang masih belia dalam pelukannya ini sampai Azizi menangis hebat seperti ini?

Tentang Boby? Apa Azizi tahu semua hal yang tidak diketahuinya?

Tentu saja sebagai istri, Ayana tahu sang suami menyembunyikan banyak hal darinya. Apa Azizi tahu apa yang disembunyikan Boby selama ini?

Setelah cukup tenang, Azizi melepaskan pelukannya. Ia lalu mengambil tas sekolahnya yang tergantung di belakang pintu.

"Azizi pamit, Ma."

"Ajiji..."

Setelah salim pada Ayana, Azizi pamit untuk pergi ke sekolah. Ia berpapasan dengan Boby saat tiba di lantai pertama rumahnya. Tumben sekali pria itu belum pergi bekerja dan masih santai sambil meminum kopi di ruang tengah.

Pandangan sinis Azizi dapat Boby lihat dengan jelas. Lalu, apakah Boby peduli? Tidak. Boby tidak mau ambil pusing tentang fakta bahwa ketiga anak kandungnya membenci dirinya dan lebih membela Shania. Walau sejatinya bagi Azizi sendiri, kedua orang tuanya itu tidak ada yang benar.

Azizi lalu melewati Boby tanpa pamit. Ayana yang menyusul di belakang masih terlihat khawatir. Ia hampiri Boby yang tengah membaca koran, sesekali terlihat menyesapi kopi hitamnya.

"Apa kamu gak mau peduli sedikitpun sama anak kamu?"

"Buat apa? Kalau anaknya aja enggan untuk menatap Papanya sendiri."

"Kamu yang harus mendekat, Byy. Itu anak kamu." Terdengar penekanan dalam ucapan Ayana. "Kamu seharusnya memperbaiki hubungan kalian saat diberi hak asuh dan kesempatan untuk merawat Azizi. Bukannya membiarkannya terus sendirian."

Another SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang