Keadaan ruang tengah penginapan yang sebelumnya terasa begitu hangat kini berubah 180 derajat.
Chika duduk sambil memperhatikan teman-temannya. Jinan terlihat berusaha menjelaskan apa yang terjadi pada Cindy, namun gadis itu nampaknya enggan mendengar. Ia segera berlalu menuju kamarnya di lantai dua tanpa berniat mendengar penjelasan Jinan lebih lanjut. Jinan jadi menghela nafasnya kasar dan segera menyusul Cindy.
Di sisi lain, Badrun dan Mira nampaknya juga saling menyalahkan. Semua ini jelas tidak akan terjadi jika mereka tidak memainkan permainan vulgar seperti yang sudah terlanjur mereka lakukan itu.
"Udah gue bilang kan harusnya kita gak mainin tuh SoD."
"Ya elah, Mir. Udah terlanjur. Lo sendiri juga ngapain tidur sama Azizi, Amiruddiiin!"
"Namanya juga mabok. Lo ngapain juga tidur sama Kak Cindy?" Sungut Mira.
"Ya, sama kaya lo."
"Terus ini gimana? Chika bakal marah sama gue gak, ya? Karena gue tidur sama Azizi-nya?"
Badrun menatap ketiga gadis yang masih duduk di sofa ruang tengah tersebut. "Entah. Gue rasa dengan keadaan kita semua yang mabok parah. Chika gak akan marah. Justru hubungan Lala sama Azizi yang harus kita pikirin. Apa bakal baik-baik aja?"
Azizi menghela nafasnya, di sampingnya Lala masih mengguncang-guncangkan tubuhnya. Kata maaf terus terlontar dari mulutnya bersama air mata yang terus menetes.
"Azizi maafin aku. Aku bener-bener gak sengaja. Keadaan kita sama-sama mabok, aku gak sadar." Ucap Lala dengan nada suara yang bergetar. "Zee, ngomong sama aku. Jangan diemin aku. Kalau mau marah, marah aja." Lala masih mengguncangkan tubuh Azizi. "Azizi, sayang. Pleaseee."
Azizi tidak tahan lagi jika harus mendengar isakan Lala. Jelas itu membuat hatinya teriris. Hanya saja amarahnya yang membuncah seolah membuatnya lupa jikalau ia pernah berjanji akan selalu menyayangi gadis itu apapun yang terjadi.
"Apa aku berhak marah?" Azizi akhirnya menatap Lala. "Apa hak aku?" Azizi kembali bertanya. "Kita gak pernah ada hubungan dari awal, dan kamu yang memutuskan itu, Kak. Kamu mengizinkan aku dekat dengan orang lain, jadi sekarang apa hak aku melarang?!" Bentak Azizi. "Kalau diizinkan bertanya, aku cuman mau tanya satu hal. Di luar atau di dalem?"
"Azizi..." Bukan Lala, tapi Chika yang memanggil dengan lirih. Pertanyaan Azizi terlalu sensitif dan apa mungkin Lala bisa mengingatnya?
"Aku gak berhak dan gak akan bisa marah melihat Kakak tidur dengan orang lain. Tapi, Kakak tau kan akibatnya? Kalau kamu tidur sama Bang Badrun, gak akan begini. Tapi, ini Bang Jinan yang seorang laki-laki, Kak. Dan dia pacar sahabat kamu. Jawab aku, Kak. Keluar dimana?" Azizi bertanya dengan air matanya yang juga sudah berderai.
Bukannya tanpa sebab Azizi bertanya hal seperti itu. Pertemanan mereka masih bisa diperbaiki setelah ini walau pastinya terasa canggung. Hanya saja akan jadi berbeda kedepannya jika sampai Lala mengandung anak Jinan nantinya karena hal ini.
Lala menghela nafasnya, berusaha memutar kembali ingatannya walau hasilnya nihil dan malah membuat kepalanya semakin terasa sakit. Pada akhirnya ia menggeleng dan kembali menitikkan air matanya. Azizi ikut menghela nafasnya dengan kasar, dan langsung bangkit meninggalkan Lala dan Chika tanpa kata.
Eli yang baru saja datang jadi bingung melihat wajah kusam Azizi yang melewatinya begitu saja. Chika ikut bangkit. Sebelum ia mengejar Azizi, ia berhenti di hadapan Eli.
"Tante, boleh minta tolong?"
"Iya, Non?"
"Tolong bilang ke Om Gito, aku sama temen-temen pulang sekarang."

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Side
FanfictionWARNING 18++ Story not for child!! Sebuah kolaborasi bersama @Velaine48 Re-make of @FlitchySn0w story with same title. Inspired by Aku Padamu @adagiotempo Inti ceritanya Azizi menang banyak