7. Hai

159 6 0
                                    

Aleya menapakkan kakinya ditanah merah nan basah tersebut. Ia memandang nanar kedua nisan yang bertuliskan kedua nama yang sangat berarti untuknya.

Aelina Queena Vernando

Arabella Rudiana

Aleya ingat terakhir kali ia mengunjungi kedua orang tersebut adalah empat tahun lalu. Ketika dirinya berpamitan untuk menenangkan jiwa dan batinnya. Sejak saat itu, ia tak pernah kembali ke tanah air tercinta. Hal itu membuat dirinya lantas merasa cukup bersalah karena telah mengabaikan Bella-mamanya dan Elina.

Ara yang turut hadir bersama Aleya untuk mengunjungi makam Bella dan Elina kini ikut berjongkok bersama Aleya. Ia ikut duduk disamping makam Elina.

“Mami, bunganya cantik.” Ucap Ara menunjuk sebuket mawar putih yang berada disamping nisan Bella.

Aleya mengikuti telunjuk Ara menunjuk sebuket mawar putih. Aleya mengambil mawar putih yang masih segar tersebut. Ia yakin jika mawar ini adalah mawar baru. Mungkin saja itu sahabat atau keluarga dari pihak mamanya yang membawanya.

Setelah berdoa bersama Ara, Aleya menaburkan kelopak kelopak mawar putih yang sempat ia beli tadi diikuti dengan Ara yang menuangkan air mawarnya.

“Mami, kata mama mami punya kembalan yah?” Tanya Ara.

“Iya dong, ini kembarannya mami.”

“Mana? Bunda, papa, sama  Opa juga sering ajakin Ala kesini kalau lagi lebalan. Tapi, Ala gak pelnah ngeliat kembalan mami. Kembal itu mukanya samakan? Kayak temannya Ala di sekolah.” Tanya Ara.

“Kembaran mami itu udah pergi jauh banget. Ara pernah belajar agama di sekolah?” Tanya Aleya sambil membawa Ara duduk dipangkuannya.

Ara menganggukkan kepalanya. Ia pernah belajar sesekali di rumah sebab disekolahnya tak mengajarkan pelajaran Agama. Makanya, Airy dan Coki sepakat untuk menyewa guru private yang mengajari Ara agama di rumah saat sabtu dan minggu sehabis les pianonya.

“Ara tau? Kalau Allah itu sayang banget sama ciptaannya?”

That’s like me? Allah sayang dong sama Ala? Ala-kan juga ciptaan Allah. Tapi kata bunda sama papa Allah nitipin Ala ke bunda papa disini. Nanti, kalau Allah udah bilang time is up, Allah bakalan jemput Ala untuk tinggal di sulga sama Allah.”

“Nah, sama seperti kembarannya mami, her time is up. Allah lebih sayang sama dia. Makanya, Allah gak mau kalau dia jadi sedih kalau tinggal lebih lama disini. Makanya, Allah manggilnya lebih dulu daripada mami dan bunda Ara.” Jelas Aleya.

“Ohya? Woahh, Ala pikil kalau kita lahilnya bareng nanti dipanggil sama Allahnya juga baleng.”

Gak sayang”

Keduanya kini tengah berjalan meninggalkan pemakaman, sebab Coki telah menghubunginya beberapa kali dan mengatakan bahwa ia dan keluarga kecilnya akan menghadiri peresmian cabang rumah sakit golden health hospital di Bali.

Aleya menebak jika rumah sakit cabang yang dimaksud Coki adalah rumah sakit tempat Selsyah tengah mengaduh nasib.

DRRRTTT..

“Halo Al, kamu dimana? Nih mas Coki udah nyariin Ara. Katanya dia mau ngajakin Ara ikut peresmian rumah sakit di Bali.”

“Nih, Aleya udah dijalan mbak. Lagian kak Coki buru buru banget sih. Peresmiannya aja masih minggu depan, udah kayak acaranya besok aja.”

“Dia emang gitu sih Al. yaudah, langsung anterin Ara ke rumah yah.”

Sepanjang perjalanan menuju kediamannya, Aleya memperhatikan jalanan yang ia lalui. Ia sadar empat tahun dalam pelariannya ternyata sudah cukup lama sampai Jakarta banyak memiliki perubahan saat ini.
Aleya berpikir sudah sejauh apa ia menghindar selama empat tahun ini?
Sudah seberapa jauh ia berhasil melupakan kenyataan kenyataan dimasa lalu itu?

AnxietyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang