11. Bali part 1

150 7 0
                                    

Hari ini adalah hari ketiga Ara berada di Bali bersama keluarga besar papanya. Ara kini tengah menikmati waktu bermainnya bersama Jihan dan Tika yang duduk dihadapannya.

"Nek, kalau Ala udah gede Ala mau jadi plincess juga deh." Ucap Ara sambil memamerkan boneka princess yang dibelikan Tika untuknya.

"Mana ada cita cita jadi princess Ra.. Cita cita itu yang akan kamu lakukan untuk melanjutkan hidup kamu dengan kaki kamu sendiri nantinya. Kalau mau jadi princess mana bisa." Jelas Tika membuat Ara memandangnya bingung.

Jihan yang mendengarnya sedikit menyunggingkan senyumnya, ia tau bahwa saudara iparnya itu bermaksud menjelaskan mengenai makna cita cita pada Ara. Sayangnya, Tika menjelaskannya dengan bahasa yang terlalu rumit untuk dimengerti oleh anak anak.

"Nena, Ala gak ngelti maksud nenek. Alakan udah bisa beldili sekarang. Kenapa halus pakai cita cita?" Tanya Ara menatap Jihan yang duduk dihadapannya.

Tika yang melihatnya memilih undur diri dan menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Jihan memanggil Ara mendekat duduk dipangkuannya. Gadis kecil itu menghampiri Jihan dan duduk dipangkuan yang selalu mengerti dirinya.

"Cita cita itu seperti yang bunda, papa, uncle Abe lakukan." Ucap Jihan.

"Jadi? Ala halus jadi doktel sepelti meleka bial bisa punya cita cita? Kenapa gak jadi plincess aja? Plincesskan cantik, tinggal diistana, punya banyak pengawal, punya kuda poni."

"Ara juga bisa jadi princess, Ara bisa jadi princess selama lamanya buat semua orang. Ara cantik seperti bunda Airy, Ara tinggal diistana. Istana Ara ada banyak lohh, ada istana bareng Bunda dan papa, ada istana nena, ada istana nenek, ada istana Eyang di Solo. Princesskan cuma punya satu istana? Ara juga punya banyak pengawal, Ara punya Papa Coki, Uncle Abe, Keka Tama, Opa Ari, Kakek Rian, semuanya selalu jagain Ara." Jelas Jihan yang disambut anggukan oleh gadis kecil tersebut.

"Tapi Ara gak bisa punya kuda poni."

"Kuda poni itu gak ada di dunia kita sayang. Kuda poni itu adanya di negeri dongeng."

Abe yang melihat keakraban bundanya dan Ara sedikit tersentuh. Entah, ini sudah beberapa tahun sejak terakhir kali ia melihat bundanya tersenyum seperti itu. Semenjak kejadian beberapa tahun lalu, akhirnya Abe memutuskan untuk pindah dari rumah kedua orangtuanya. Ia tak tega jika melihat bundanya merasa bersalah hampir setiap hari kepada keluarga Aleya.

Jihan kerap kali merasa bersalah karena salah dalam mendidik Abe hingga Abe berani dan lancang menyakiti hati wanita. Jihan menyesal pernah membiarkan Abe mendekati sepasang saudara kembar itu sekaligus dan berakhir menyakiti keduanya. Meski ia tau apapun yang ia lakukan tak akan membuat Aleya memaafkan Abe. Meskipun Airy dan Ari telah memaafkan tingkah konyolnya itu. Tentu hal itu berbeda dengan perasaan Aleya.

Jika ia menjadi mama ataupun papa Aleya maka ia tidak akan pernah memaafkan Abe seumur hidupnya. Ia tak akan pernah dan tak akan tega membiarkan orang lain menyakiti hati kedua putrinya sekaligus. Mungkin terdengar klise namun begitulah perasaan Jihan saat melihat bagaimana rapuhnya Aleya kala itu.

"Kenapa? Jangan jadi pedofil deh liat liatin Ara kayak gitu." Ucap Coki yang sejak tadi memandangi Abe yang melihat kegiatan Jihan dan Ara tanpa berkedip.

"Aleya baik baik aja?" Tanya Abe.

Sudah sejak kemarin ia ingin mengatakan kalimat itu. Namun, ia tak ingin menanyakannya dihadapan bundanya.

"Terlihat lebih baik dari sebelumnya. Penampilan dan fisiknya jauh lebih baik." Jawab Coki menekankan kata penampilan dan fisiknya.

"How about her heart? About her feeling? About anything? About us?" Tanya Abe pada akhirnya.

AnxietyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang