🦋 Ready to be anything

71 7 16
                                    

Kejujuran adalah kunci keharmonisan
Tidak mungkin adanya kebahagiaan di atas kebohongan
Jika pun ada, itu hanya ilusi optik yang akan membusuk oleh waktu

🌼🌼🌼

"Kamu bekerja di Mikhelson Company kenapa tidak bilang Papa?" Tanya Richard saat keduanya tengah sarapan bersama.

Tidak ada suara yang keluar dari Cadee, namun terlihat jelas kecemasan diwajahnya, Evelyn pun selaku Kaka tidak ingin memperburuk suasana, membiarkan Papa dan Adiknya menyelesaikan masalah mereka.

"Jawab Papa Cadee." Tajam, garpu dan sendok yang semula di tangannya, diletakkan di atas piring sampai menimbulkan suara yang cukup nyaring dan membuat telinga ngilu.

Richard menatap Cadee serius, tidak ada wajah keceriaan seperti biasanya, yang ada hanya ketegasan dan intimidasi.

"Maaf Pa." Cadee menghembuskan napas pendek. "Ini semua salah Cadee tidak memberitahu dari awal." Ucapnya penuh penyesalan.

Richard beralih menatap putri pertamanya. "Apa Kamu juga tau?"

Evelyn mengangkat bahu santai. "Aku juga baru tau pas kami makan malam dengan Rio dan temannya Dee di Westfield." Tidak terpengaruh tatapan tajam Papanya sama sekali, Evelyn masih terus meneruskan sarapannya.

Richard menghembuskan napas lelah. "Apa arti keluarga ini untukmu Dee?" Matanya berubah sayu, menyimpan kekecewaan yang begitu kentara.

"Tidak, tidak Pa, tidak seperti itu maksud Dee." Jawabnya panik, mencoba berpikir kata apa yang harus Ia keluarkan pertama kali agar Papanya bisa mengerti.

Tangannya bertaut di atas meja makan, mulai gemetar dan takut. "Awalnya Dee ingin terbuka pada kalian." Napasnya kembali terdengar purau. "Tetapi Dee masih ingat kejadian mobil Evelyn yang dicuri oleh para Mikhelson itu, Dee tidak mau Evelyn atau Papa mengajukan protes pada pihak kampus, itu sebabnya Dee tidak memberitahukan Kalian dari awal."

Kepalanya kembali tertunduk, siap dengan segala reaksi yang akan di keluarkan kedua keluarganya tersebut.

Richard menatap nyalang pada pintu dapur, mulai mengerti apa alasan putri bungsunya, ternyata dibalik sifat manja dan kekanakan Cadee, Ia masih memikirkan perasaan semua orang di sekelilingnya.

Richard memegang tangan Cadee lembut. "Maafkan Papa sayang, Papa tidak tau Kamu berpikir sampai sejauh itu." Merasa bersalah, tangan lainnya memegang dagu Cadee untuk saling adu tatap. "Kita keluarga sayang, salah satu ada masalah, solusinya harus dipikul bersama."

Cadee mengangguk cepat dan mata indahnya mulai berkaca-kaca, Evelyn yang berada di sebrang Cadee pun ikut mengelus punggung tangan kirinya lembut.

Ketiganya berpegangan tangan satu sama lain, menyalurkan kekeluargaan yang begitu hangat, meyakinkan bahwa semuanya pasti akan teratasi dengan mudah jika dilakukan bersama.

Lalu mulai berdoa atas kebersamaan, kasih sayang, berkat, rezeki dan semuanya yang telah Tuhan limpahkan pada keluarga kecil mereka.

***

Cadee mencoba bernapas dengan teratur saat Dirinya telah berada di depan pintu ruangan kerjanya. Mencoba berpikir positif, kekacauan yang Ia lakukan harus selesai saat ini juga, Priya pasti akan memaafkannya.

Dirinya pun masuk dan berjalan ke arah meja kerjanya, tepat di depan meja kerja Priya, gadis itu tidak menoleh sedikitpun. nampaknya gadis manis tersebut masih merajuk.

Cadee pun menaruh tas dan mendekati meja kerja Priya. "Pie ku sayang." Sapanya manja, mulai duduk di atas meja, namun Priya tidak menggubris dan masih terus fokus pada komputer di depannya.

Unimaginable Destiny [MIKHELSON'S SERIES 1] (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang