Aku tidak berharap banyak
Setidaknya buatlah semuanya menjadi mudah ya Tuhan
Aku memang punya pundak yang kuat
Tapi tanpa bantuanmu semua itu tak ada gunanya~Cadee Cecilia Blezinskie~
***
Cadee bangun dengan kantung mata yang besar, semalaman dia tidak bisa tidur nyenyak karena nasib yang akan menimpanya hari ini, bekerja di tempat yang tidak sama sekali dia harapkan.
Cadee mandi dengan langkah lemas, di dalam kamar mandi pun dia mandi dengan tenang, beda dengan biasanya yang selalu bernyanyi dan menari penuh semangat.
Cadee mengambil setelan kerja resmi, kemeja berwarna putih dan celana bahan hitam, tidak lupa dia mengenakan blazer dan syal yang menegaskan bahwa dia memang anak baru yang akan melamar pekerjaan.
Rambutnya digelung rapih ke belakang, wajahnya disapukan bedak tabur tipis, bibirnya di poles lipgoss membentuk bibir pink yang alami, tidak lupa dia memakai sedikit blush-on agar wajahnya tidak terlalu pucat.
Cadee menuruni anak tangga dan sarapan seperti biasa, Richard juga makan dengan tenang di sampingnya, sedangkan Evelyn sedang sibuk memotong roti di piringnya.
Rio telah pergi semalam untuk mengunjungi temannya yang sedang membuat bachelor party. Mungkin dia akan menginap 2-3 hari disana.
"Hari ini kamu mulai kerja sayang?" Tanya Richard santai.
"Iya pa, Cadee kan sudah memberitahu kalian saat makan malam kemarin."
"Dimana kamu bekerja?" Tanya Richard dengan mata yang menatap lekat mata kecoklatan Cadee "kamu tidak menjawabnya kemarin malam." lanjutnya.
"Perusahaan biasa pa, tidak terkenal apalagi besar, kalian tidak akan tau." Bohongnya dengan menegak susu putihnya dengan cepat.
"Tumben, biasanya pak Andreas akan memberikan perusahaan terbaik bagi mahasiswa terbaik," Ucap Evelyn enteng dengan memakan potongan terakhir rotinya. "Biar aku antar." Lanjutnya.
Mampus!
Itulah kata yang dilafalkan Cadee di dalam hatinya setelah mendengar ucapan Evelyn. Dia salah berbohong pada keluarganya, nyatanya mereka lebih mengetahui dunia luar dan segala informasinya dari pada Cadee.
"Mungkin pak Andreas ingin aku bekerja di tempat yang biasa agar jadi contoh untuk mahasiswa lain agar tidak minder magang di tempat yang tidak sesuai standar perusahaan besar pada umumnya." Tuturnya dengan nada rendah, dirinya sendiri pun tidak yakin dengan ucapannya.
"Papa hari ini tidak terlalu sibuk, papa bisa mengantarmu." Richard menegak habis sisa kopi yang berada di tangannya.
Papanya sudah siap berdiri sebelum ada tangan lain yang menahannya "Tidak pa, Cadee bisa bawa mobil sendiri, kan papa sendiri yang bilang agar Dee mandiri." Cadee manatap Richard dengan harap-harap cemas.
"Benar tidak apa-apa? Kamu tidak akan menangis dan mengadu apabila ada petugas parkir yang tidak memarkirkan mobilmu dengan benar?" Richard berucap dengan nada yang geli, pasalnya Cadee memang sangat manja, dia bisa berteriak dan merengek apabila semua hal tidak sesuai dengan keinginannya.
"Papa..." Jawab Cadee malu dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Baiklah, anak papa sekarang sudah besar, apa tidak perlu di antarkan Pa Arland?" Tanyanya dengan memegang tangan Cadee.
Arland adalah supir senior di keluarga mereka, hampir seluruh jalanan kota La Jolla Bapa satu itu menghafalnya, bahkan jalan tikusnya sekalipun.
"Dee baik-baik saja pa, Dee hanya perlu kepercayaan kalian bahwa Dee memang bisa." Ucapnya tegas, terdapat keyakinan yang kuat yang coba di tunjukan di depan keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unimaginable Destiny [MIKHELSON'S SERIES 1] (Completed)
General FictionAldric Anthony Mikhelson pewaris Mikhelson Group, perusahaan gas terbesar di dua negara. Pria dengan segala kekayaan berlimpah, penguasa dunia bisnis dan memiliki ketampanan yang diluar batas wajar. Pria dingin dengan segala sifatnya yang membuat pa...